S A T U

65 3 0
                                    

Setelah mengetuk pintu dan mengucapkan salam, Arkan masuk ke ruangan yang paling mewah di SMA Pelita Bangsa itu. Ruang kepala sekolah. Bukan tanpa maksud, tetapi di ruangan inilah biasanya tamu-tamu penting banyak dijamu. Hanya untuk menghormati saja.

Disana Arkan menemukan orang yang dicarinya sedang berbincang dengan lelaki seumuran beliau. Arkan tersenyum sopan kepada Pak Arsen Mahardika, kepala sekolah SMA Pelita Bangsa dan tamunya itu. Ia maklum saja karena tahu jika kepala sekolahnya adalah orang sibuk sehingga diberikan waktu saat itu saja sudah bersyukur meski ia harus meninggalkan jam pelajarannya.

Arsen menyadari kehadiran Arkan saat ia berbincang serius dengan lawan bicaranya. Kebetulan sekali, pikirnya. 

"Tunggu sebentar, Ka. Oh iya perkenalkan, ini Rendra Mahardika, kakak saya sekaligus pemilik yayasan sekolah kita," ucap Arsen menerangkan. "Beliau kemari juga untuk mengecek keadaan sekolah kita."

"Ah iya, Pak. Perkenalkan saya Arkan Dirgantara, ketua OSIS SMA Pelita Bangsa," balas Arkan tersnyum sopan pada Rendra. 

"Jadi ini dia yang sering kamu ceritakan padaku itu, Sen?" ucap Rendra terkekeh. "Saya Rendra Mahardika, kakak dari kepsekmu. Dia sering sekali menceritakan tentangmu padaku," lanjut Rendra sambil tersenyum lebar.

Arkan yang mendengarnya pun sebenarnya bingung. Mengapa kepala sekolahnya sering menceritakannya. Apakah ia melakukan kesalahan. Namun ia pun membalas perkataan Rendra dengan tersenyum saja. Jarang sekali ia bertemu orang besar yang ramah seperti orang di hadapannya ini. 

Seketika Arkan teringat dengan tujuannya kemari. Ia pun menyampaikan maksudnya kepada Arsen.

"Maaf pak sebelumnya. Jika bapak senggang, saya ingin mengajukan proposal mengenai acara ulang tahun sekolah pak."

"Ah iya. Hampir saja saya lupa. Baik, berhubung ada pemilik yayasan disini, silahkan kamu presentasikan sekalian saja di hadapannya," balas Arsen tiba-tiba.

Arkan yang mendengarnya pun sedikit terkejut. Ia sama sekali tidak menyangka jika ia harus mempresentasikan proposalnya di hadapan pemilik yayasan. Awalnya ia sedikit ragu namun akhirnya ia dapat menyikapinya dengan baik. Ia berhasil mempresentasikan dengan lancar karena ia sendiri yang menyusun proposal itu.

Rendra sangat memperhatikan presentasi yang dilakukan oleh Arkan. Diam-diam ia menaruh rasa kagum dan tertarik pada Arkan. Ia seperti menemui dirinya di masa lalu. Bahkan, ia merasa belum pernah menemui remaja seumuran Arkan yang cukup cakap dalam mengemban amanah. Ia tahu tak mudah untuk membagi waktu antara belajar dan mengurus organisasi. Terlebih ia tahu jika saat ini Arkan sedang meninggalkan pelajaran demi mengurus acara sekolah, bahkan ia pun terlihat menguasai betul bahan yang dipresentasikannya.

Ucapan dari Arsen memecah lamunannya.

"Bagus, Arkan. Seperti biasa kamu membuat saya terkagum dengan jalan pikiranmu. Bagaimana menurutmu, Kak?" tanya Arsen pada Rendra.

"Bagus sekali, Arkan. Saya serahkan acara ini padamu, ya. Saya yakin ini akan menakjubkan," sahut Rendra jujur.

Arkan bersyukur dalam hati. Tidak sia-sia usahanya selama ini. Ia memutuskan untuk segera pamit kembali ke kelas karena merasa sudah terlalu lama meninggalkan pelajaran.

"Baik, Pak. Terima kasih atas kepercayaan dan waktu yang diberikan untuk saya. Saya akan berusaha semaksimal mungkin. Kalau begitu saya izin kembali ke kelas Pak Arsen, Pak Rendra. Permisi," ucap Arkan menunduk hormat.

***

Tak terasa waktu yang dilalui Arkan hingga ketika ia keluar dari ruang kepala sekolah bertepatan dengan bel istirahat berbunyi. Arkan langsung menuju ke kantin karena tahu sahabatnya sudah menunggu di sana.

Sepanjang perjalanannya menuju kantin, mata siswi SMA Pelita Bangsa tak lepas menatap kagum padanya.

"Ya ampun, Kak Arkan ganteng banget sih!"

"Ih, gila ya Arkan gak abis-abis kerennyaaa!!"

"Aaaa Kak Arkan I LOVE YOUU KAK!'

"Ampun dah Arkan menggoda banget."

"Gila macho banget sih Arkan. Gue mau deh jadi pacarnya ke berapapun!!"

Arkan datar saja menanggapi itu. Sudah terlalu biasa pikirnya. Ia pun semakin mempercepat langkah menuju kantin.

Di meja pojok belakang kantin, Gilang, Keanu, dan Reno sudah menunggu Arkan sambil bercanda.

"Ini dia nih yang ditunggu-tunggu. Gimana bro? Kayaknya berisik banget deh," canda Gilang pada Arkan, tahu jika Arkan baru saja digoda seperti biasa oleh adik kelas maupun teman seangkatan mereka.

"Woy bro. Napa lu. Diem-diem bae. Ngopi napa ngopi," ucap Reno pada Arkan. Memang, Reno ini adalah yang paling gesrek di antara mereka semua. Ulahnya selalu membuat teman-temannya tertawa hingga geleng-geleng kepala. Berbeda dengan Reno, Gilang memang gesrek tapi masih dalam batas wajar lah, kalau kata Keanu. Sedangkan Keanu ini lah yang paling waras dan mengerti Arkan. Wajar saja, Keanu atau yang biasa dipaggil Ken ini sudah mengenal Arkan lebih dahulu, tepatnya sejak SMP.

"Jiah Ren. Lo kayak kagak tahu Arkan gimana aja sih," kekeh Gilang sambil tertawa kecil mengarah pada Arkan. Mereka memang sudah biasa menghadapi Arkan yang cuek. Meski begitu, mereka tahu jika Arkan adalah orang yang peduli dan penyayang. Terutama pada keluarganya. 

"Lo nih berdua. Pesenin buat Arkan sana. Kayak biasa," ucap Keanu menengahi candaan mereka pada Arkan.

Arkan tersenyum tipis menanggapi ulah sahabatnya. Dalam hati ia bersyukur. Entah akan semonoton apa hidupnya jika ia tidak bertemu dengan kawan-kawannya itu.

***

"Gimana, kak? Bener kan apa kata gue? Lo aja sampe terkesima ngeliatin presentasinya Arkan," ucap Arsen mengawali percakapannya dengan Rendra setelah Arkan undur diri.

"Iya, bener. Dia bukan seperti remaja umumnya yang biasa aku temui. Pantas kamu membangga-banggakannya," balas Rendra menoleh pada Arsen.

"Asal kakak tahu, Arkan bukan berasal dari keluarga kaya. Gue denger usaha ayah Arkan pernah bangkrut padahal sebelumnya baik-baik aja. Sampai sekarang pun gue liat Arkan masih sering bantuin usaha ayahnya gitu," jelas Arsen pada Rendra.

"Lo nyelidikin dia sampe segitunya?" tanya Rendra tak menyangka.

"Iya lah, dari awal gue udah penasaran sama tuh anak. Kalo aja gue punya anak cewek udah gue jodohin ama dia kali," ucap Arsen asal.

Rendra terdiam mendengarnya. Membenarkan. 

SWEETEST DESTINATIONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang