T I G A

75 5 0
                                    

Keep reading, guys! Vomentnya yaw :)

. Awas typo bersebaran!

.

"KIRAANN! Sumpah ini beneran lo? Bukannya lo masih di Paris? Kapan baliknya kok gue gak tahu? Kalian semua gak ngasi tahu gue ya? Ah, Kiran gue kangen banget sama lo tahu."

Kirana dan Disty baru saja sampai di kafe milik Fara dan Amel. Setibanya mereka disana, Kirana langsung dihadiahi dengan tatapan tak percaya dari kedua sahabatnya itu, ditambah sahutan menggebu-gebu dari Amel yang mampu membuatnya meloloskan kekehan dari bibir tipisnya itu. Amel melontarkan rentetan pertanyaan tak henti seolah tak memberikan Kirana waktu untuk menjawabnya.

"Mel, lo itu gimana sih? Temen dateng dari jauh bukannya dikasi duduk malah diteror macem wawancara gini," ucap Fara sedikit kesal melihat kelakuan Amel yang seperti tidak tahu malu itu. Benar saja sih. Saat ini, mereka berempat tengah berdiri di depan meja kasir kafe yang letaknya dekat dengan pintu masuk. Semua pelanggan yang masuk ataupun keluar pintu dapat melihat mereka berempat dengan jelas. "Yuk Ki, Dis, duduk di pojokan sana aja biar enak ngobrolnya," lanjut Fara mengajak kedua temannya untuk menempati kursi kosong di pojok kafe tersebut. Seolah sadar telah ditinggalkan oleh teman-temannya, Amel reflek meneriaki Fara dengan umpatan yang biasa ia tujukan pada temannya itu.

"FARA LAKNAT. KOK LO NINGGALIN GUE SIH."

Tak urung teriakannya itu mengundang tatapan heran sekaligus terganggu dari para pengunjung cafe tersebut. Fara menggeram kesal melihat ulah temannya yang tidak pernah tau sitkon. Dengan rasa jengkel setengah mati ia pun melangkah berbalik ke arah teman idiotnya itu, berdiri sejenak melemparkan tatapan penuh permohonan maaf pada para pengunjung kafe, kemudian menarik lengan Amel secara kasar menuju tempat duduk mereka.

Sesampainya disana, Fara benar-benar tidak bisa menahan kekesalannya yang sudah mencapai ubun-ubun.

"Lo tuh gak mikir apa gimana sih, Mel. Ya ampun. Ini cafe bisa langsung tutup kalo gini caranya," ujar Fara tak mengerti pada Amel yang masih memalingkan wajahnya dari Fara seraya mengelus lengannya yang terasa sedikit sakit setelah insiden penyeretannya tadi.

"Lo tuh yang gimana. Ini lengan gue sakit tau lo tarik macem narik sapi," protes Amel tak terima diseret seperti tadi. Meskipun sering mempermalukan dirinya sendiri secara tak langsung, Amel tetap saja merasa malu bila diperlakukan seperti tadi, terlebih di hadapan khalayak umum. Berbeda halnya dengan Kirana dan Disty. Mereka terlihat menikmati pertikaian kedua temannya yang sudah -sering mereka lihat ini. "Lagian lo juga sih, main tinggal-tinggal aja. Gak enak tahu ditinggal gitu aja, apalagi pas lagi sayang-sayangnya," lanjut Amel masih mengutarakan kekesalannya pada temannya itu.

Fara memutar bola matanya malas mendengar jawaban tidak nyambung dari teman yang sejujurnya ia sayangi itu. Ia merasa percuma saja melanjutkan perdebatan tidak bermutu ini. Disty yang tidak tau harus bagaimana hanya bisa menghela napas kasar. Mereka berempat memang sangat berbeda kepribadian, tapi entah kenapa dengan itu mereka bisa melengkapi satu sama lain.

Merasakan keterdiaman di antara mereka, Kirana berinisiatif membuka obrolan ringan. Senyum tipis menghiasi bibirnya kala melihat ketiga teman-temannya yang sibuk dengan dunianya sendiri itu.

Tadi katanya aja kangen ama gue. Lah gue disini malah dikacangin, batinnya.

"Jadi gimana nih? Masih mau diem-diem gini aja? Gue udah balik loh ini. Gak ada yang kangen ama gue emang? Kalo gak ada—

Belum sempat menyelesaikan ucapannya, tubuh Kirana sudah hampir terjengkang ke belakang akibat pelukan dari ketiga sahabatnya itu. Mereka saling memeluk erat Kirana seolah tidak ingin ditinggalkan lagi.

"Kii, gue kangen banget sama lo. Disini gak ada lo gak enak banget sumpah," ucap Fara.

"Iya bener. Gue juga gak kalah kangen sama lo," sahut Amel membenarkan ucapan Fara.

"Gue juga kangen sama lo, Ki. Gak ada yang bantu gue ngelerai dua bocah ini lagi soalnya," timpal Disty jujur.

Tangan Kirana terjulur membalas pelukan mereka. Ia merasa sangat bersyukur dan beruntung dikelilingi sahabat yang sangat menyayanginya.

***

"Lo jadi buka butik, Ki?" tanya Fara mengalihkan tatapannya menuju temannya itu.

Setelah insiden peluk-pelukan tadi, Fara dan Amel teringat tujuan mereka mengundang Disty ke cafe mereka mulanya tentu saat mereka tidak tahu jika Kirana ikut bersama Disty, yaitu untuk mencicipi menu terbaru cafe mereka. Maka dari itu, acara mereka bertambah menjadi edisi kangen-kangenan pula.

Mendengar pertanyaan Fara, Kirana pun turut mengalihkan atensinya dari handphone menuju ke arah sahabatnya itu. Ia sedikit bingung sejujurnya karena tidak biasanya Bundanya menelepon, padahal sudah jelas Bundanya tahu jika ia tengah meet up dengan sahabat-sahabatnya. Ah, teringat pertanyaan Fara tadi, dengan segera Kirana menjawab dengan santai.

"Minggu depan launching, Far. Dateng loh kalian-kalian ini."

"Lah iya dong, Ki. Pasti dateng kita. Kerjaan sahabat gue ini," jawab Fara dengan senyuman lebar.

"Eh, Far. Kok anak SMA yang biasa itu gak dateng kemari yak. Biasanya jam segini kan mereka dateng," celetuk Amel tiba-tiba setelah memerhatikan detikan jarum pada jam tangannya.

"Yah, paling jam segini mereka baru bubaran kali, Mel. Anak sekolah zaman sekarang kan gak nentu jam pulangnya," balas Fara seadanya karena terlalu tak peduli dengan topik itu. Ia masih sibuk menelaah rasa dari menu terbaru cafenya ini. Fyi, menu tersebut masih perlu pertimbangan darinya, ia masih belum begitu yakin untuk mempublishnya dalam buku menu mereka. 

Kirana terheran-heran dengan ucapan Amel. Wajar saja, ia lama di luar negeri dan baru saja pulang. Tentulah ia tidak terlalu up to date dengan detail kecil mengenai temannya itu. Reflek, ia pun melontarkan pertanyaan bernada penasaran itu pada ketiga sahabatnya.

"Anak SMA siapa sih? Setau gue kalian gak punya adik masih SMA gitu."

"Anak SMA Pelita Bangsa, Ki. Lumayan deket dari sini sekolahnya. Dari awal-awal cafe ini buka, mereka suka nongkrong gitu disini," jawab Disty yang sering mendengar ocehan Amel mengenai anak SMA itu.

"Iya, Ki. Ya ampun lo tau gak sih, mereka ganteng-ganteng banget, anjir. Heran gue anak SMA zaman sekarang kenapa bisa bening-bening gitu dah."

Kirana mengernyitkan dahinya, semakin tak mengerti dengan penjelasan Amel dan Disty.  Mengerti dengan kebingungan yang melanda Kirana, Fara berusaha menambahi.

"Iya, Ki mereka sering nongkrong disini gitu abis pulsek. Gue pernah liat mereka ngerjain tugas kelompok gitu juga deh. Mereka emang good looking gitu, badannya tinggi sama fit gitu deh, keliatannya juga anak orang kaya, pastinya pinter-pinter juga sih, orang sekolahnya aja di Pelita Bangsa gitu. Eh tapi nih ya, gue agak gimana gitu sama salah satu di antara mereka. Keliatan cuek gitu soalnya."

Kirana seketika teringat sesuatu, "Lah woy Pelita Bangsa kan sekolahnya bokap, kepseknya aja om gue."

"Lah iya bener juga, Ki. Yah tapi sayang aja kita gak tau nama mereka siapa," balas Amel sedikit kecewa.

Tanpa sadar Kirana terlarut dalam lamunannya. Ia pikir setampan apa mereka sampai temannya yang notabene jarang membicarakan lelaki—terutama dalam hal ini emm lebih muda, tertarik untuk membahasnya. Disty yang tahu Kirana tengah melamun, menyenggol lengannya pelan, "Makan aja nih, Ki. Gausah terlalu dipikirin omongannya Amel. Biasa lah dia kan emang selalu lebay gitu. Btw lo masih suka coklat kan, nih gue pesenin chocolate cake."

Kirana terkekeh kecil, berterima kasih, lekas memasukkan potongan cake itu ke dalam mulutnya. 

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 03, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

SWEETEST DESTINATIONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang