Savage ✔

jadi covernya yohan?

Jam istirahat pertama  baru saja dimulai. Hanin masih duduk di samping Yena, sibuk nyalin catatan yang belum selesai.

"Nggak ngantin lo, Nin?" Tanya Yena.

"Hmmm nanti aja istirahat kedua. Belom laper." Jawab Hanin masih fokus mencatat.

“Nin, pinjem ponsel lo dong...”

“Buat?”

“Chat.”

Setelah Hanin menyodorkan ponselnya, Yena mengetik pesan untuk Yohan di ponsel miliknya.

Hanin:
PONSEL GUE MANA?!

Satu menit.

Dua menit.

Sampai depuluh menit ponsel Hanin baru bergetar.

Yena:
apa

Hanin:
balikin ponsel gue.
gue ke tempat lo ya

Yena:
gue di kantin
lo emg harus ke sini

Yena:
beli siomay & pocari jgn lupa

Hanin:
ENGGAK

Yena:
ini perintah

Hanin:
EMOH! NGGAK MAU

Yena:
u shld

Hanin:
DASAR HITLER

Yena:
I’m

***

“Nih, siomay lo!”

Ketiga teman Yohan; Arka, Arven dan Lucas sedikit terkejut dengan kehadiran Yena.

"Anjir, Yena sekarang jadi babunya Yohan?" Celetuk Arven.

"Bukan anjir, kan Yena cicicuitnya Arka dari kelas sepuluh masa lo lupa?" Sahut Lucas.

Arka maupun Yena mendengar percakapan Lucas dan Arven dengan jelas. Sampai akhirnya tatapan mereka bertemu, Yena buru-buru membuang pandangan ke arah lain. Malu. Dia nggak mau Arka salah paham lagi kayak beberapa hari yang lalu.

Padahal dia ke sini niatnya mau marah-marah sama Yohan. Tapi kenapa pas ngelihat wajah ngademin Arka jadi malu-malu bagong gini sih elah?

“Lo ngapain?” Tanya Yohan.

“Gue? Gue ‘kan ke sini ambil hape. Kenapa? Bukannya udah jelas kalau gue nggak foto lo dan Yesica yang lagi ciuman?!”

Terkejut. Satu kata menggambarkan Arka, Arven dan Lucas.

“Yen, lo lihat Yohan beneran ciuman?” Tanya Lucas.

“Iya, di kolam renang waktu itu, gue sih nggak tahu dia gimana tapi kayak pelukan—“

“Lo bisa berhenti ngoceh?!” sentak Yohan sambil menggebrak meja. Yena, Arka, Lucas, dan Arven tersentak.

“Sabar, Han,” ucap Arka menenangkan, “jangan pakai emosi. Lagian, kalau lo emang ciuman sama Yesica, cari di tempat sepi—“