TIGA

6.7K 808 33
                                    

"Tari.. Dengerin gue dulu kenapa sih."

Tari tetap melanjutkan aktivitasnya mengambil jarum suntik tanpa memedulikan keberadaan Elang di ruangannya.

"Gue beliin lo gelato deh, berapapun lo mau," ucap Elang berusaha membujuk. Tari menghentikan aktivitasnya sejenak lalu ia menatap Elang yang kini memasang cengirannya.

"Emang gue semurahan itu ya sampai lo sogok pake gelato doang?" tanya Tari datar. Elang tertegun

"Eh.. Enggak, lo mahal kok bahkan lebih mahal dari harga.. Eehm tas branded itu.. Channel? Gucci? Lebih mahal dari jam tangan rolex," ucap Elang cepat. Gantian Tari yang memasang cengirannya. Hal itu membuat perasaan Elang tak enak, sepertinya dia sudah salah bicara.

"Lo pernah gak beliin cewek lo barang branded itu?" tanya Tari.

Elang mengerjapkan matanya dan mengangguk. Tak heran jika Elang mampu membeli semua barang branded itu karena kakeknya adalah seorang pengusaha sukses di Palembang yang sangat memanjakan cucu-cucunya, tak peduli jika Elang sudah mempunyai gaji sendiri.

"Gue mau tas Channel. Lo gak boleh nolak."

Elang terbelalak. Astaga, Tari kalau memeras suka gak kira-kira.

"Tap--"

"Yaudah sana lo pergi, lo buang waktu berharga gue tau gak," ucap Tari cuek lalu mengambil beberapa cairan di botol kecil.

"Okee.. Gue beliin, tapi lo maafin gue kan?" Elang menatap Tari penuh harap. Tari menggelengkan kepalanya membuat Elang shock. Apa lagi sekarang?

"Lo bujuk Ayah gue juga biar gue gak berurusan sama Raja lagi terus bantuin gue agar tetap bisa jadi relawan" jawab Tari santai.

"Bangke ayam! Lo kalau ngambek suka gak kira-kira ya? Banyak mau! Emang upil badak lo!" gerutu Elang sebal, tetapi Tari tau lelaki itu pasti akan membantunya atau Tari akan semakin marah padanya bahkan disogok apapun tidak akan mempan kecuali keinginannya terpenuhi.

"Kapan gue ngadep om Arion?" tanya Elang. Nah kan. Tari tersenyum jumawa.

"Sekarang," jawab Tari tersenyum manis.

"Heh?"

"Udah sana lo pergi, gue ada pasien," usir Tari sambil menarik tangan Elang keluar. Dalam hati Elang merutuki sikap Tari yang selalu menyusahkannya.

***

Elang menghela napas sebelum mengetuk pintu ruangan Arion. Seragam biru mint nya tampak mencolok diantara seragam hijau gelap yang berseliweran disekitarnya. Dengan perasaan campur aduk, Elang akhirnya berani mengetuk pintu ruangan di depannya.

"Masuk!" suara berat Arion terdengar. Elang berdehem pelan lalu memutar kenop pintu dan tersenyum pada Arion yang langsung berdiri dari kursi kebesarannya. Elang memberi hormat lalu mencium punggung tangan sahabat Papanya itu.

"Om apa kabar?" tanya Elang sopan. Arion tersenyum.

"Alhamdulillah baik. Kamu gak pernah mampir ke rumah lagi, Ibunya Tari sampai nanyain terus," jawab Arion. Elang tersenyum canggung membuat Arion segera paham.

"Tari nyuruh kamu bujuk saya untuk apa lagi?" tembak Arion langsung membuat Elang salah tingkah. Saking seringnya ia membantu Tari membujuk Ayahnya, Arion sampai hafal jika Elang sudah memasang senyum canggung.

"Katanya.. Dia gak mau berurusan sama bang Raja dan om harus izinin dia jadi relawan," jawab Elang. Arion mengusap wajahnya. Hampir satu minggu Batari enggan menemuinya bahkan untuk mengangkat telponnya pun tidak, padahal jika sang Ibu yang menelponnya Batari langsung menjawab panggilan itu.

INFINITY [Dihapus Sebagian]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang