04

1.6K 242 36
                                        

Wonpil mandangin sang adik yang lagi ngunyah roti bakar coklat sambil cemberut.

Dua orang berpenampilan kontras itu lagi duduk berhadapan di ruang makan, dengan Wonpil yang udah rapi dan segar dalam balutan seragam putih abu-abu sedangkan Dowoon masih memakai kaos oblong dan boxer—jangan lupakan rambut acak-acakan dan muka bantalnya yang menandakan dia baru banget bangun tidur.

"Dek~ Ayolah, masa ga boleh?"

Dowoon meletakkan roti bakar ke piring lalu menarik napas dalam, bersiap-siap buat ngomelin Wonpil.

"Kak Wonpil dengerin aku bisa ga sih? Kakak tuh kemarin pingsan loh, pingsan! Istirahat di rumah sehariii aja gapapa kali, kan bisa izin sakit juga bla... bla... bla..."

Wonpil menggembungkan pipinya sebel. Perasaan tadi malem mereka akur banget deh. Nggak taunya pagi ini Dowoon udah kembali memasuki mode mengomelnya.

Nyebelin.

"Kewajiban pelajar kan belajar. Masa Kakak dilarang sekolah sih?" protes Wonpil.

"Belajar bisa di mana aja. Dan aku ngelarang Kak Wonpil juga ada alasannya, oke? Udahlah, mending Kakak tidur lagi aja. Aku juga skip sekolah nih demi Kakak," bales Dowoon, kembali memasukkan roti bakar dengan rakus ke dalam mulut.

Wonpil merengut nggak terima, "Heee, demi Kakak apaan? Itu mah emang kamunya yang males!"

Dowoon cuma bergumam dengan mulut penuh sebagai respons. Dia ngeraih gelas susu dan menenggak isinya sampai habis, kemudian bangkit dari posisi duduknya. "Aku balik kamar ya? Masih ngantuk nih," ujar Dowoon menguap lebar, kelihatannya udah siap pengen balik ke alam mimpi.

"Ih tapi Kakak mau sekolahhh," Wonpil mulai merengek sambil narik-narik ujung kaos Dowoon yang baru aja mau beranjak.

Sebenernya Dowoon bakalan tenang kalau aja mereka satu sekolah, tapi Wonpil sama Dowoon tuh beda sekolah. Soalnya sistem zonasi baru berlaku di angkatan Dowoon. Jadi sekolah Dowoon cukup deket dari rumah mereka, sedangkan sekolah Wonpil lumayan jauh—butuh waktu sekitar tiga puluh menit kalau nggak macet.

"Kak—"

"Dowoon~ boleh ya ya yaaa?" Wonpil ngeluarin ekspresi memelasnya, dia ngelengkungin bibir ke bawah dengan bumbu puppy eyes gemes yang membuat siapapun nggak akan tega nolak permintaannya.

Termasuk Dowoon.

Akhirnya pertahanan cowok bersuara berat itu runtuh.

"Kakak curang banget!" Dowoon mendengus tanda menyerah. "Ya udah, ayo aku anterin."

Wonpil bersorak penuh kemenangan. Wajahnya langsung berseri-seri, lalu memeluk lengan Dowoon yang cuma bisa berpasrah diri.

'Untung kakak gue,' batin Dowoon.







Dowoon menghentikan laju motornya. Begitu mereka sampai di depan sekolah, gerbang udah tertutup rapat.

"Telat kan! Kamu sih lama banget!" ujar Wonpil merengut.

Udah ada tiga siswa telat di depan pintu, mengharapkan belas kasihan dari si guru piket berkumis tebal. Pasalnya mereka cuma telat sekitar lima menit, tapi harus menjalani hukuman selama dua jam pelajaran!

"Kok aku? Tadi kan macet," balas Dowoon ngeles. Padahal mah kebaca banget dia emang sengaja lambat-lambatin bawa motornya biar Wonpil telat. Tadi malah Wonpil berasa dibonceng keong saking lambatnya.

"Pulang aja yuk? Udah telat juga kan?"

"Udah nyampe sini yakali pulang. Kamu aja sana pulang sendiri, Kakak mau sekolah!" Wonpil misuh-misuh sambil berusaha ngebuka kaitan helmnya, tapi ngadet.

(❌) do better | jaepilTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang