Empat.

9 5 0
                                    

"Lan, jangan langsung pulang ke rumah dulu ya" Weedy memasang helm di kepalanya. "Loh kenapa? Ono opo?" Weedy menggeleng, "ada Papa aku, aku gak mau pulang bareng Papa, serem" diam-diam Weedy dan Erlan berhasil keluar gerbang tanpa sempat di lihat oleh Yahid.

Dan tanpa Weedy tahu, satu jam Yahid menunggu di sekolah.

"Kita mau kemana?" Tanya Weedy, "ke taman aja yuk, sore-sore begini ada tukang gulali keliling" Weedy mengangguk, mengeratkan pegangan nya pada bahu Erlan saat Erlan mencepatkan laju motornya. Motor Erlan terparkir di dekat taman umum, belakang mall. Ada anak-anak, orang tua, dan remaja seperti mereka yang bersantai di taman.

"Gulali gulali! Manis lembut!" Suara mangkok di pukul sendok terdengar, "mau?" Tawar Erlan, Weedy mengangguk. "Satu ya mang"

"Siap 86 mas!" Tak butuh waktu lama gulali manis itu sudah ada di hadapan Weedy. "Beneran manis kayak yang mamang-nya kata gak?" Weedy mengangguk. "Foto dulu yuk Dy" Erlan mengeluarkan ponselnya, Weedy mengangkat tinggi-tinggi gulalinya itu.

"Cheese...!"

Satu foto berhasil di dapat.

Weedy tertawa senang, rupanya, Erlan benar-benar hampir mirip dengan Haris, "mau lihat" pinta Weedy, Erlan memberikan ponselnya, melihat itu Weedy teringat foto Haris dengan wanita yang tidak Weedy kenal. "Nanti gue kirim fotonya"

"Pulang yuk, nanti kesorean" ajak Erlan, Weedy menurut.

🌼

"Darimana saja kamu?! Sekolah sudah pulang dari tadi kamu baru pulang sekarang!" Seru Yahid.

"Sudah Pak, jangan di marahi terus dong, Weedy baru pulang Pak" Weedy berlindung di belakang Hani. "Kamu terlalu memanjakan dia!"

"Papa yang darimana saja"

Setengah mati Weedy mengucapkan itu, Weedy tahu, Papanya itu pasti akan marah besar. "Apa maksud kamu?!"

"Enam bulan Papa gak pernah pulang, hari raya pun Papa gak hadir, enam bulan itu Papa gak pernah menanyai kondisi putri tunggal-mu ini" Weedy segera masuk ke kamar, menguncinya rapat-rapat.

"AARRGGGHHH!!!"

Weedy berteriak kencang, kemudian menutup mukanya dengan bantal, terisak, sesak. Merasa badannya lengket, Weedy mandi, badannya segar seketika. Ia menatap buku diary yang Haris berikan di hari ulang tahunnya yang kemarin, "Haris..." gumam Weedy.

🌼

Semalaman, Weedy tidak keluar kamar kecuali berangkat sekolah. Sarapan pagi itu sangat canggung, hening, hingga suara deruman motor memecah suasana. "Siapa di luar?" Tanya Yahid.

"Assalamu'alaikum...! Weedy...!"

"Wa'alaikumsalam" Weedy, Yahid, dan Hani keluar dari rumah, Weedy menelan saliva. Erlan ngapain kesini sih? Batinnya.

"Ada perlu apa sampai pagi-pagi datang kesini?" Erlan tersenyum, kemudian salim terlebih dahulu terhadap orang tua Weedy. "Mau jemput anaknya Tan, Om, ke sekolah" Weedy melotot, "dia ini siapa?" Yahid menoleh ke putri satu-satunya itu. "Teman, sudah ya, Weedy berangkat" cepat-cepat Weedy salim dan memakai sepatu, segera pergi ke sekolah.

"Kamu ngapain sih pake jemput segala? Kan aku gak minta" ucap Weedy di motor, "kalau gak minta, tolak aja lah, gampang kan?" Weedy memutar bola mata.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 08, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Time To Remember HimTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang