Chapter 5 : What do you mean?

348 41 1
                                    

Vote dan coment mu menyemangati kuuuu.... (Ape sih lebay lo anjirr!)

divaaaapark
PRESENT...
..

..
.
.
.
.
.
.
.

Taehyung sedang berada di ruangannya. Berkutat dengan berlembar lembar kertas di atas meja. Kacamata yang menggantung apik pada hidung mancungnya, membuat tampilan pemuda bersurai coklat gelap itu berkali lipat panas.

Rapat sudah selesai dua jam yang lalu, dan membuat dirinya kembali mengerjakan tugasnya tadi malam yang belum selesai sepenuhnya. Walau ia seorang pimpinan perusahaan, Taehyung tidak ingin berleha-leha dan seenaknya saja dalan mengawasi hasil jerih payahnya selama sepuluh tahun belakangan.

Umur perusahaannya memang belum tua, dapat dibilang masih balita. Namun, membuatnya hingga sebesar ini diperlukan kerja keras dan kegigihan serta tekad yang besar. Banyak alasan yang membuatnya harus terus berkerja dan bekerja. Itulah sebab dirinya masih melajang diumur yang terbilang matang untuk menikah. Ia berpikir bahwa hal itu belum diperlukan untuk saat ini. Serta, apakah ada seseorang yang benar-benar bisa diberi kepercayaan? Seseorang yang dapat membuat bukan hanya dirinya jatuh hati, namun juga adiknya.

Ingatlah, Taehyung menyayangi adiknya walau setan kecil itu selalu berulah. Taehyung sudah berprinsip jika ia menikah juga melalui restu dari adiknya.

Decitan pintu yang terbuka itu tidak membuatnya mengalihkan atensi dari puluhan kertas di genggamannya. Bunyi ketukan pantofel pada lantai menggema beradu dengan gesekan kertas di tangan Taehyung.

"Serius sekali tuan Kim" celetuk pemuda bersurai blonde. Hanya dibalas dengusan kasar dan delikan sekilas oleh pemuda Kim. Tangannya terampil menulis entah apa pada kertas kertas di dekatnya.

"Hei, jangan pasang wajah begitu Taehyung. Kau benar-benar terlihat menyeramkan" Jimin berakting pura pura takut ketika Taehyung menatapnya tajam. Taehyung menghela napas dan menyandarkan tubuh tingginya itu pada sandaran kursi kerja. Memijat pelipisnya saat sakit kepala menguasainya.

Jimin yang bersidekap di depan Taehyung menggeleng pelan. Mata sipitnya melirik arloji sekilas dan kembali menatap sahabat karibnya itu. "Ini sudah jam istirahat, mau makan siang bersama?" tawarnya.

"Kau duluan saja, pekerjaanku masih banyak"

"Kau benar-benar workaholic Kim, gila pekerjaan. Pantas saja belum menikah. " gerutu Jimin. Taehyung segera memukul Jimin dengan kertas di genggamannya. Membuat pemuda bermarga Park itu mengaduh.

"Katakan itu pada dirimu sendiri, sialan."

"Yakk! Aish brengsek, ini sakit bodoh!" Jimin mengusap kepalanya yang berdenyut. Jika hanya sebuah kertas sih tidak akan sakit, tapi ini berpuluhan. Hampir menyerupai sebuah buku cerpen anak anak. Dan pukulan Taehyung tidak pernah main main bung.

"Lagipula, sepertinya ada yang sedang kau pikirkan. Hal berat kah? Atau apa? Cerita saja padaku. Selama ini kau anggap aku apa Taehyung" omel Jimin dengan wajah memelas.

"Berhenti mendramatisir, kau menjijikkan."

Jimin mendecih. "Baiklah, baiklah. Jadi tidak, makan siang bersama? Putus saja dengan pacarmu itu, apa enaknya berkencan dengan kertas" Jimin menunjuk kertas kertas di meja Taehyung seraya berjalan mundur ketika melihat pemuda Kim itu kembali mengangkat kumpulan kertas di genggamannya.

"Sudahku duga kau akan memilihnya. Tapi aku serius Taehyung, kau masih berhutang satu penjelasan padaku. Jika kau sudah selesai, aku di cafe depan" lanjut pemuda blonde itu dan berbalik menuju pintu keluar ruangan.

Hybrid?! «[TaeKook]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang