-Chapter IV-

2.5K 57 0
                                    

Happy Reading...

Theo menyesap anggur merahnya hingga tandas. Kemudian menatap pelataran kastil yang kerap dilalui oleh beberapa pengawal.
    
"Seluruh chip sudah diaktifkan Tuan..." Lapor Nic.
    
Theo berbalik. Kemudian menerima sebuah gulungan kertas yang diikat oleh sebuah tali. Dibukanya gulungan itu. Tiberus rupanya cukup paham bagaimana cara mempertahankan keberadaannya. Dengan tersisanya pengikutnya, berarti kesempatan Tiberus untuk bangkit masih ada.
    
"Beberapa dari mereka bahkan berkeliaran seperti penduduk lainnya Tuan..."

Tiberus mungkin cerdas dalam menyembunyikan pengikutnya, tapi cerdas baginya adalah hal bodoh bagi Theo.
    
"Aku sendiri yang akan menghabisi mereka. Saat ini aku yakin mereka sedang mempersiapkan diri. Setelah kematian di distrik enam itu, aku yakin mereka akan membuat siasat."
    
Nic mengangguk. Kemudian hendak bertanya namun ia ragu. Apakah ia perlu menanyakan hal yang terasa janggal ini?
    
"Katakanlah Nic."
    
Nic mendongak saat Theo bahkan dapat membaca ekspresinya. "Bagaimana dengan gadis yang kabur itu Tuan..?"
    
Mengingat apa yang dilakukan oleh gadis itu telah melanggar batas. Disaat para penduduk lain tak berani bergeming, gadis itu justru dengan bodohnya berlari meninggalkan si Ksatria.
    
Apalagi setelah insiden Mikhael. Apakah gadis itu siap menyusul lelaki bodoh itu?

"Urusanku."

Berbeda dengan siksaan yang biasanya diberikan bawahan Theo, mereka biasanya akan langsung membunuh orang yang melanggar batasan itu. Masalah besar bagi Zoe karena harus berurusan langsung dengan Theo.

Ketika Ia mengambil langsung hukuman bagi seseorang yang melanggar batas, berarti orang tersebut akan mendapatkan penyiksaan hingga orang tersebut memohon-mohon untuk dibunuh.

Setelah membersihkan dirinya, Theo duduk didepan perapian yang ada di sisi kanan ranjangnya. Kamar yang terbilang luas itu hanya di hiasi sebuah lukisan yang terpajang diatas perapiannya, membuat kamar itu sedikit berbeda dengan ruangan lain dikastil.

Sisi dinding lainnya-pun tidak dinodai dengan dekorasi berlebih, hanya ada sebuah cermin besar di sisi kiri, ruangan yang didominasi warna coklat itu juga menyatu dengan warna lemari besar yang terletak di sudut ruangan.

Tak ada pencahayaan mencolok dari dalam ruangan itu, sesekali hanya mengandalkan cahaya jingga dari perapian yang membuat nuansa kamar itu cukup temaram.
Gadis itu... Entah kenapa Ia justru teringat akan gadis itu. Sebesar apakah kekuatan gadis itu? Mengingat hal itu membuat harga diri Theo sedikit tersentil. Harga dirinya akan segera terbalaskan. Jantung gadis itu, akan segera dalam genggamannya.

•••

Theo melangkahkan kakinya menuju pelataran kastil. Hari ini, cuaca di kota Commagene cukup cerah, mengingat setiap akhir tahun di Commagene akan dilalui oleh musim gugur.

Ia menaikan masker buff-nya hingga menutup sebagian wajahnya sebatas hidung. Berjalan dengan tegap untuk melalukan hal yang ia tunggu sejak kemarin. Sejak gadis itu memancingnya.

"Kita pergi sekarang Tuan?" Tanya Nic saat melihat Theo keluar dari lorong panjang penghubung kastil utama dengan pelataran kastil.

Theo mengangguk. Nic lantas menggiring Frederik yang tadinya dijaga oleh Norme. Ia kemudian menunggangi kudanya dan memimpin beberapa pasukan dari Legiun militer. Jika biasanya ia enggan turun tangan untuk membereskan musuhnya, tapi kali ini berbeda.

Ia ingin merasakan sendiri bagaimana jiwa Tiberus menyeruak keluar dengan rasa sesak. Meskipun tiap kali Theo menghabisi nyawa pengikut Tiberus, otomatis ia akan merasakan efeknya.

"Kau boleh merasa menang kali ini, tapi jiwaku tidaklah abadi di alam bawah, separuh dariku akan masuk bersamamu, setelah kau menghabisiku."
    
Kalimat itu bagaikan bumerang besar bagi Theo, karena sejak musnahnya Tiberus, separuh jiwanya secara langsung merasuk kedalam tubuh Theo.
    
Sejak itulah si Ksatria membutuhkan Aspimarnya. Aspimar yang secara paksa dirampas jiwanya agar jiwa Tiberus tidak menguasai jiwa murni Theo.
    
Setelah menempuh perjalanan yang cukup panjang, mereka sampai di tepian sungai Tiber. Sungai yang menjadi pembatas antara distrik dua puluh enam dan distrik dua puluh tujuh, distrik yang telah lama mati.
    
Lokasinya yang berada di seberang sungai Tiber membuat tak banyak penduduk Commagene yang bermigrasi ke distrik ini. Meskipun sungai ini merupakan sumber garam pada masa kejayaan peradaban Beatum, hal tersebut hanya dimanfaatkan oleh sebagian penduduk saja. Sisanya lebih memilih menempati distrik besar yang lebih maju.
    
"Terus menyebrang." Perintah Theo kepada pasukannya.
    
Meskipun arus sungai Tiber cukup tenang, namun bukan berarti sungai ini mudah dilalui. Sisa-sisa kejadian kala itu membuat banyak benda-benda tajam teronggok didasar sungai, yang membuat mereka harus lebih berhati-hati.
    
Menyadari kehadiran Theo, aktivitas penduduk di sekitar distrik dua puluh tujuh secara mendadak terhenti. Beberapa langsung tertunduk hormat, dan satu diantaranya melangkah pergi menyerukan pada para penduduk lainnya.
    
"Ksatria datang...! Ksatria datang...!"
    
Seruan itu mungkin terdengar begitu mengejutkan bagi seluruh penduduk, namun tidak bagi seorang pria yang tengah sibuk menempa pedangnya itu.
    
Dengan sigap, ia mengambil pedang dari sebuah peti tua yang ada di sudut ruangannya, kemudian berlari menjauhi kerumunan penduduk.

Namun sebelum ia berlari terlalu jauh, seorang penunggang kuda terlebih dahulu mencegatnya dari sisi lain.

Sialan... Bagaimana dia bisa secepat itu...

Sebisa mungkin, lelaki itu meminimalisir raut wajah terkejutnya. "Tuan..." Ucapnya memberikan hormat.

"Kurasa kau terlalu terburu-buru."

Lelaki itu mencebik. "Tak ada gunanya lagi mengulur waktumu Ksatria..." Ujarnya diselipi nada mengejek dan meremehkan.

"Iblis itu rupanya mendidikmu dengan cukup baik." Balas Theo datar. "Sayangnya baik baginya adalah yang terburuk bagiku."

Ucapan Theo kontan membuat lelaki dihadapannya menggeram marah. "Aku tak sudi menghindarimu lagi keparat. Bahkan jika aku mati sekarang aku akan bertemu lord Tiberus." Ujar lelaki itu sebelum sedetik kemudian menarik pedangnya dan mengibaskannya ke arah Theo.

Thanks a lot for ur vomments...

Zoe's EnemyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang