Chapter VI

1.9K 54 2
                                    

(Edited)

Perjalanan panjang Zoe akhirnya membuahkan hasil. Setelah melewati beberapa distrik, ia akhirnya sampai di distrik enam puluh tujuh yang merupakan distrik terakhir di Commagene. Distik enam puluh tujuh berada dikawasan perbatasan antara wilayah Romawi dengan wilayah yang rentan terhadap ancaman, yang ditandai dengan dibangunnya Tembok Hardian yang mengelilingi distrik.
Ia kemudian melangkahkan kakinya menuju distrik yang sudah berada didepan matanya itu. Cuaca terik dan ramparan lahan hijau yang membentang membuat Zoe merapatkan kembali masker buff yang ia kenakan untuk menghalau rasa panas yang menyengat wajahnya.
Di distrik enam puluh tujuh hanya berdiri beberapa pondok penduduk yang cukup kokoh. Sisanya hanyalah pondok lusuh yang sudah tidak berpenghuni.
Sepanjang jalan setapak menuju distrik, hanya ditumbuhi beberapa pepohonan kering. Cuaca yang cukup terik membuat tak banyak pohon yang menghasilkan daun.
Memasuki distrik, Zoe disambut oleh beberapa penduduk yang terlihat sedang menggembala kuda di lahan yang cukup luas. Disisi utara distrik, terlihat hamparan hutan belantara yang cukup rimbun.
Hutan tersebut menjadi sumber penghidupan satu-satunya milik mereka selain pasokan pangan dari kastil.
Zoe berjalan mendekati sebuah pondok usang yang berada tak jauh dari hutan. Krett... suara gerbang kayu yang lapuk terdengar saat Zoe mendorongnya. Pondok dengan satu pintu itu cukup bersih meskipun wujudnya usang.
Didepan pondok kecil itu terdapat jajaran tanaman hias yang hampir memenuhi halaman. Sebagian lagi berisi tumpukan drim besar yang berisi air.
Zoe mengikatkan Mou pada pondasi kecil yang berada di sebelah gerbang. Klunting.. suara dentingan besi terdengar saat Zoe membuka pintu pondok itu. "Flavius kau didalam?!" seru Zoe ketika mendapati pondok milik Flavius sunyi.
Zoe melangkahkan kakinya memasuki pondok itu. Ruangan dalam pondok terlihat sederhana, hanya ada beberapa kursi rotan disusun berhadapan disebuah meja kecil.
Dindingnya telihat begitu kusam, seolah tidak pernah tersentuh sekian lama. Namun hal yang menarik perhatian Zoe adalah lukisan sebuah ular yang berada di sudut ruangan. Ular tersebut berwarna merah darah, kesukaan Flavius.
Karena tak kunjung mendapat sautan, Zoe memutuskan untuk masuk kedalam salah satu ruangan paling ujung. Sebuah gambar ular persis seperti lukisan yang baru saja Zoe lihat terpampang di pintu itu.
Didalam sana, Flavius terlihat duduk dengan tenang menghadap jendela. Matanya terpejam seolah sedang melakukan seusatu. Rambutnya yang menjuntai panjang membuat sebagian wajahnya tak nampak dari samping.
Alangkah terkejutnya Zoe saat didepan Flavius sebuah ular jenis Saw Scaled tengah berdiri dengan tegak seolah siap mematuk Flavius. Menyadari ada orang yang melihat kegiatannya membuat Flavius berbalik.
"Kau sudah lama datang Zoe?" tanya Flavius bangkit dari duduknya.
"I-itu..." ucapan Zoe terputus saat Flavius menunjukan seekor ular yang kini sudah melingkar erat dilengannya.
"Ini Taura, dia peliharaanku," jawab Flavius sambil mengelus Taura. "Tidak perlu merasa cemas Zoe, Taura tak akan menyakitimu," lanjut Flavius seolah mengerti kecemasan Zoe.
Zoe menghembuskan napasnya lega. "Aku ingin meminta bantuanmu," pinta Zoe saat mereka sudah duduk dihalaman belakang pondok.
Bagian halaman belakang pondok tidak terlalu luas, tapi cukup untuk membangun sebuah gudang tua yang berada di sudut halaman.
"Aku sudah menduga kau akan memintanya Zoe," jawab Flavius tertawa.
"Eh? Bagaimana kau bisa tahu?" tanya Zoe sedikit terkejut.
"Siapa yang tidak mendengar berita tentang kasus pelarian seorang gadis saat sedang berhadapan dengan si Ksatria? Ayolah Zoe, aku bahkan yakin seluruh distrik sudah mendengar kasus ini."
  Zoe makin terkejut dengan perkataan Flavius. "Separah itukah masalah yang aku buat?" tanya Zoe sambil mengelus tengkuknya.
  Flavius berdiri dan melangkah kedepan sambil membelakangi Zoe. "Kau tahu Zoe, kita sama bencinya dengan Ksatria dan kau beruntung karena setelah kasusmu itu Ksatria langsung melakukan penyisiran besar-besaran untuk mencari penduduk tanpa chip yang tersisa. Dengan kata lain, kasusmu seolah dengan mudah terhempas."
Zoe menatap punggung Flavius dengan tatapan bertanya. "Aku hanya tidak habis pikir dengan sikap semena mena Ksatria arogan itu."
Flavius mengembuskan napasnya panjang. "Setelah kematian Mikhael, Gratus, dan Nero, aku yakin Ksatria akan dengan mudah menemukan penduduk tanpa chip yang lainnya.
Zoe membelalakan matanya tidak percaya. "A-Apa?? Maksudmu lelaki dari distrik dua puluh tujuh dan lima puluh satu itu tewas?!"
Tentu saja Zoe sangat terkejut dengan berita ini. Mengingat Gratus dan Nero bukanlah penduduk biasa, Gratus sang pandai besi tentu saja. Sedangkan Nero? Dia bahkan seorang pemanah yang sempat ditarik oleh Legiun militer untuk menjadi pemanah jitu.
"Kau harusnya tidak sekaget itu Zoe, mengingat peristiwa yang menimpa Mikhael. Kau sudah harus sadar jika setelah itu akan ada penyisiran habis-habisan penduduk tanpa chip."
"Berapa banyak yang tersisa?" tanya Zoe dengan pandangan berkaca-kaca.
Flavius memegang bahu Zoe erat. "Bukan sekarang saatnya Zoe. Bersihkan dirimu dan pindahkan Mou kebelakang, aku yakin penduduk payah itu terus-terusan mengamati Mou didepan."
  Zoe mengangguk lalu menuju ke sebuah ruangan yang sudah disiapkan oleh Flavius. Zoe membiarkan gemercik air mengguyur seluruh tubuhnya, perjalanan hari ini rasanya terlalu melelahkan untuknya. Ia memejamkan matanya sesaat, memikirkan hal hal yang membuatnya hancur akhir-akhir ini.
Kepergian Mikhael bukanlah hal kecil yang dengan mudah Zoe lupakan, ditambah kabar kematian Gratus dan Nero membuat tekatnya untuk membalaskan dendam makin kuat. Ksatria itu akan mendapatkan balasan yang sepadan lord, batin Zoe sebelum beranjak dari kamar mandi, dan memejamkan matanya hingga esok hari.

Zoe's EnemyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang