[1] Pluviophile

44 3 2
                                    

"Pagi bunda..." Sebuah lengan melingkar di leher Maryam disusul dagu yang bertengger di puncak kepalanya. Beberapa detik kemudian lengan itu beralih memutari tubuhnya hingga kini empunya telah bersimpuh dihadapannya.

Vitasya menatap bundanya sayang dengan senyuman mengembang di wajahnya. Maryam menurunkan kaca matanya lantas tersenyum sembari menangkup wajah putrinya yang kini beranjak dewasa.

"Tasya udah sarapan?" Maryam mengusap kepala anaknya yang kini terbaring di pahanya, ia merasakan gerakan kepala Tasya yang mengangguk sambil membenarkan kepangan gadis itu yang sedikit berantakan

"Ga usah di benerin bunda, gitu aja, kepala Tasya sakit kalau terlalu erat" Tasya melonggarkan kembali ikat rambutnya, membuat rambutnya yang tadi rapi kembali berantakan. Maryam hanya tersenyum.

"Kalau gitu kenapa Tasya belum berangkat?" Tasya menggeleng kemudian mengeluarkan dengkuran kecil membuat Maryam tersenyum dan menyentil telinga gadis itu membuat Vitasya mengangkat kepalanya dengan wajah cemberut mengusap telinganya.

"Kok disentil sih bunda" Tasya merajuk "Tasya nakal sih, udah sana berangkat nanti telat ngampusnya lagi" Maryam kembali mengangkat hakpen ditangannya dan melanjutkan rajutan nya yang tertunda. Namun Vitasya kembali meraih tangan Maryam membuat wanita yang dia panggil bunda itu mendongak. Kemudian dia mencium tangan itu sebelum berlari keluar rumah. Sembari berteriak.

"Bunda Tasya pamittt..."

Maryam menatap punggung gadis itu sambil menggeleng gelengkan kepalanya.

.

Vitasya mengecek arloji tosca pada pergelangan tangannya, membuat dahinya yang mengerut akibat cahaya semakin berkerut heran karena angkutan umum yang biasa membawanya ke kampus tidak juga datang.

"Bang David kok gak nongol nongol. Apa lagi gak narik ya?" Vitasya merogoh tas selempang hitamnya, mencari keberadaan ponsel yang berdering membuat getaran pada tasnya semakin terasa. Ibu jarinya bergerak menekan tombol flip pada handphone nya yang menunjukkan nomor bunda

"Halo Sya..."

"Iya.. Kenapa bunda?"

"Sya, bunda lupa ingetin kamu, nanti Tasya cepat pulang kan?. Tasya udah janji mau temenin bunda ke panti semalam"

"Astaga.. Hampir lupa, siap bunda. Nanti Tasya langsung pulang kok, makasih udah ingetin Tasya"

"Iya. Sama sama, kalau gitu udah ya, bunda mau siap siapin makanan dulu sama bi Ica. Kamu hati hati dijalan"

"Iya bunda"

Panggilan telfon terputus bertepatan dengan bang David yang akhirnya tiba, Tasya segera naik di depan karena kursi dibelakang terlihat sesak

"Bang tumben telat, Tasya kira lagi gak narik" ujar Tasya setelah menutup pintu angkot "maaf Sya, tadi Andi gamau ditinggal, dia nangis meluk meluk kaki abang, padahal udah banyak penumpang yang nunggu" ujar Bang David. Tasya terkekeh, Andi adalah anak bungsu bang David yang baru memasuki SD, bang David sendiri adalah sopir angkot langganan Vitasya sejak SMP.

Sejak kecelakan maut yang mengambil nyawa Ayah dan Dwisasya adiknya saat mereka pergi berlibur kerumah Omah di Jawa Timur. Membuat keduanya harus meninggalkan Vitasya dan bundanya Maryam berdua dan juga bi Ica, asisten rumah tangga mereka sejak Vitasya kecil. Tasya dan Sasya selalu bermain bersama bi Ica di pekarangan rumah. Setelah kecelakaan itu, Tasya harus berangkat ke sekolah diantar bang David.

24(TwentyFour)HourSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang