Prolog

10 5 4
                                    

Nadhifa Pandhita, lebih akrab dipanggil Dhifa. Ia adalah seorang gadis dengan seribu keanehannya yang membuat banyak orang diluaran sana penasaran dengannya.

Hobinya membaca dan menulis. Menuangkan segala imajinasi yang ada di dalam otaknya. Daripada belanja, menonton bioskop, atau menonton konser musik seperti remaja lainnya.

Satu hal yang paling Nadhifa suka di dunia ini, yaitu, petrichor.

Bagi Nadhifa petrichor adalah sumber ketenangan. Bau tanah yang terkena air hujan dapat membantunya perlahan-lahan menghilangkan trauma yang dialaminya sejak dua tahun yang lalu.

Namun ada satu hal yang paling Nadhifa benci di dunia itu, yaitu, perihal mencintai dan dicintai. Nadhifa tidak pernah percaya dengan yang namanya cinta. Menurutnya, cinta itu omong kosong.

"Dhifa, mau ke kantin gak?" tawar Alisha---sahabat satu-satunya yang ia miliki.

Nadhifa mengembuskan napasnya kasar. "Sha, lo kan tahu kalau gue gak pernah mau diajak ke kantin. Terus kenapa lo masih ngajak gue?" tanya Nadhifa sedikit kesal.

"Dhif, mama lo yang nyuruh gue buat ajak lo ke kantin. Katanya hari ini lo gak bawa bekal makan," jawab Alisha selalu sabar.

"Gue titip aja, Sha. Boleh kan?"
"Tentu, Dhif. Lo mau pesan apa?"
"Roti coklat sama air mineral."

Alisha mengangguk paham, ia pun melangkahkan kakinya menuju kantin. Bagi Alisha berteman dengan Nadhifa adalah sebuah keberuntungan. Padahal banyak sekali orang yang sudah menghasutnya agar tidak berteman dengan Nadhifa.

Namun Alisha tak pernah peduli, bagi Alisha, berteman itu tidak usah pilih-pilih. Lagian berteman dengan Nadhifa tidak seburuk yang banyak orang kira.

"Hai, Dhita!"

Nadhifa terdiam, matanya terpejam mendengar sapaan seorang laki-laki yang sudah tidak asing lagi baginya. Berkali-kali Nadhifa sudah peringati pada lelaki tersebut, jangan pernah menganggunya, namun sepertinya peringatan tersebut tidak berpengaruh sama sekali.

"Gue udah bilang, jangan pernah panggil gue Dhita. Dan jangan pernah ganggu gue," ujar Nadhifa dengan penuh kesabaran.

Laki-laki tersebut tersenyum penuh arti. "Nama lo Nadhifa Pandhita kan? Jadi gak salah dong kalau gue panggil lo Dhita," balasnya tersenyum puas.

Nadhifa tidak menanggapi lagi laki-laki tidak waras itu, ia memilih untuk melanjutkan membaca novel yang baru ia beli kemarin. Namun sayang, ketenangan Nadhifa terganggu karena suara game yang berasal dari ponsel laki-laki tersebut.

"Gue minta baik-baik sama lo, tolong pergi sekarang juga." Kata Nadhifa sembari menatap tajam ke arah laki-laki itu.

"Ini tempat umum, terserah gue dong mau diem dimana juga. Emang ini sekolah punya nenek moyang lo?" balas laki-laki tersebut yang terdengar sangat menyebalkan.

"Mau lo itu apa sih, Adnan?!" tanya Nadhifa membentak.

Beberapa pandangan tertuju padanya dan laki-laki yang bernama Adnan itu. Persetan dengan semua orang, yang jelas saat ini Nadhifa sedang murka. Ia paling tidak suka ketenangannya diganggu oleh siapapun.

"Mau gue? Lo balas perasaan gue, Dhita."

• • •
Aaaa aku jatuh cinta sama pemeranku sendiri. Sumpah aku suka banget sama karakter Nadhifa. Apalagi My Adnan😭

Jangan lupa vote sama komen!

-aia 💙

petrichorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang