Part 1: Cita - Cita

44 7 6
                                    


Terdengar teriakan seorang wanita, disusul oleh isak tangis gadis remaja di sebuah rumah mewah bercat putih. Setelah seseorang yang sangat berarti memutuskan untuk pergi meninggalkan mereka, setelah keegoisan menelan kebahagiaan mereka. Semuanya berubah drastis. Kini, tidak ada lagi canda dan tawa yang biasanya menghiasi hari - hari menjadi penuh warna. Kini, yang tersisa hanyalah kesedihan dan penyesalan. Yang mereka harapkan saat ini adalah agar kebahagiaan itu datang kembali.

"Aku akan berusaha mencari Ayah demi Ibu!!" Ucap Nabila di tengah tengah tangis nya.

"AKU TAK PEDULI TENTANG PERJUANGAN MU!! AKU HANYA INGIN ANDRA PULANG....!!"

Andra. itu adalah nama ayah Nabila. Dia orang yang tega meninggalkan Nabila dan Ibu.

"Aku akan pergi sekarang, Ibu.. tapi aku mohon Ibu harus baik baik saja di sini."

"Pergi dan biarkan aku sendiri!!!" Ibu sangat depresi semenjak kehilangan Ayah. Dia merasa bersalah. Sebelumnya terjadi pertengkaran hebat antara Ibu dan Ayah.

Nabila tidak tahu pasti apa permasalahannya. Yang jelas masalahnya membuat Ayah berusaha menjauhi Ibu dan Nabila. Hati Nabila saat ini sangatlah hancur. Ia menginginkan kasih sayang dan perhatian dari kedua orangtuanya. Namun, takdir telah memilih Nabila sebagai orang yang harus terlibat dalam masalah orang dewasa ini.

Walaupun hatinya sedang terluka, dia masih memiliki sahabat yang selalu mengerti mengenai kondisi keluarganya. Venus. Nabila selalu berpikir bahwa Venus bercita - cita menjadi seorang astronot yang akan melakukan penelitian tentang planet Venus. Ternyata ia salah. Venus tidak bercita cita menjadi seorang astronot tetapi impiannya adalah untuk menjadi seorang tentara.

'temui aku di taman.'

Itu pesan dari Venus. Dengan gerakan cepat, Nabila pergi menemui sahabatnya itu.
     
                           ~°°^°°~

"1 abad kemudian.. Sial! Nabila belum datang juga." Umpat Venus. Sesekali matanya tertuju pada jam tangan hitamnya. Setengah jam berlalu, Nabila belum datang menemuinya. Akhirnya Venus memutuskan untuk membatalkan pertemuannya.

"Aku pulang saja."

Nabila muncul dari balik pohon,
"Aku sengaja menguji kesabaranmu, Ven."

Venus memutar bola matanya karena kesal.

"Tidak ada habisnya kau mengerjai ku, lihat saja aku akan membalas semuanya."

Nabila menjulurkan lidahnya, membuat Venus memukul pelan bahu Nabila.

Mereka duduk di kursi panjang di sebuah taman.

"Apa pembahasan kita hari ini?" Nabila memulai perbincangan.
Venus menghela napas dalam - dalam,
"mengenai cita - cita." ucapnya.

"Ya?" Nabila mengernyit, "Ada apa dengan cita - cita?"

Venus meneguk air mineral sebelum ia berkata,
"Kau tahu seberapa pentingnya mempunyai cita - cita?"

Nabila mengangguk,
" Sangat penting. Lalu?"

Venus bertepuk tangan.
"Bagus..!! Kau tahu bahwa Indonesia membutuhkan kita sebagai pembangun negeri?"

Nabila tertawa,
"Jangan bersikap terlalu Nasionalis, Ven. masih banyak orang cerdas di luar sana. Kau tenang saja."

Venus menatap Nabila dengan tatapan tajam.
"Kau terlalu tidak peduli soal bangsa. Bagaimanapun, kita adalah penerus bangsa.. kita harus menjadi orang yang berguna bagi bangsa."

"Kau ini seperti guru PKN. Pembicaraan mu sangat membosankan, Ven. Cepat katakan yang ingin kau katakan. Jangan membuang waktu."

For My CountryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang