Seoul, 01 Januari 2022Nyanyian indah penuh kebahagiaan itu menggelora seluruh isi rumah besar miliknya. Ralat. Milik kedua orangtuanya. Senyuman cerah tak bisa berhenti untuk tidak di tunjukkan. Awal tahun yang begitu dingin dengan tebaran salju di setiap sudut kota.
"Take my hands now, you are the cause of my euphoria..."
Remaja laki-laki bertubuh proposional itu menyanyikan chorus dari sebuah lagu favoritnya. Ya. Sangat-sangat favorit. Karena lagu tersebut adalah lagu buatannya sendiri untuk orang yang paling di sayanginya. Siapa lagi kalau bukan Jungshin dan Yoohwa. Kedua orangtuanya.
Jungkook tengkurap di atas kasur empuk miliknya dengan sebuah earphone yang menyumbat telinganya. Jari-jarinya begitu lihai memainkan sebuah gim online dari iPad yang berada dalam genggamannya.
"Rasakan ini! Kalian semua akan aku kalahkan!"
Bergumam pada diri sendiri adalah hal yang paling menyenangkan ketika sedang bermain gim online bersama sahabatmu.
Jeon Jungkook. Si Anak Emas.
Tepat sekali. Yoohwa dan Jungshin mestinya sangat-sangat bersyukur, karena mereka di anugerahi seorang anak emas yang mampu dan sanggup melakukan apapun meski hal itu tak pernah di cobanya sebelumnya.
"Lihat ini, aku pasti menghajar kalian sampai mati!"
Brak
iPad di genggaman Jungkook dibanting begitu saja ke lantai oleh seseorang yang baru saja memasuki kamarnya. Jungkook melepas earphone di telinganya. Mata remaja laki-laki pintar itu membelalak. Menatap nanar iPad nya yang hanya menampilkan layar hitam saja.
"Kok di banting sih Pah, iPad milik aku?" Jungkook bertanya dengan polosnya kepada Jungshin.
"Semua nilai-nilai mu di semester awal menurun, Jungkook. Seharusnya kau lebih giat belajar, bukan membuang waktumu sia-sia untuk bermain gim!"
Bibirnya mengerucut. "Tapi, tetap saja Pah, meski nilai-nilai ku menurun, tidak ada yang mampu menyaingi ku di sekolah. Aku masih tetap yang pertama."
iPad itu kini berada di tangan Jungshin. Pria dewasa itu membantingnya berkali-kali ke lantai sampai iPad itu sudah tak berbentuk lagi. Jungkook yang menyaksikan itu, hanya bisa melongo melihat iPad kesayangannya hancur di tangan Papahnya sendiri.
"Ini baru peringatan pertama Papah. Jangan sampai, Papah menarik semua fasilitas yang Papah berikan kepadamu Jungkook. Kamu harus ingat itu. Papah tidak pernah main-main dengan perkataan Papah. Belajar yang rajin. Dengan begitu, kau pantas menjadi seorang anak dari Jeon Jungshin."
"Baiklah. Aku minta maaf."
Karena kemurahan hati sang Papahnya kepadanya, Jungkook menuruti perintah Jungshin untuk belajar. Tampaknya, di umurnya yang semakin dewasa, Jungkook tetaplah seorang bayi polos yang tak tahu apa-apa selain belajar, mendengarkan musik dan bermain gim di iPad nya.
Memberikan semua fasilitas mewah kepadanya, tentu saja bukan hal yang biasa terjadi di setiap kehidupan seorang anak. Jungkook mesti bersyukur mempunyai kedua orangtua hebat seperti mereka.
Dengan belajar, Jungkook bisa membuat keduanya bangga terhadapnya. Dengan begitu, ia bisa membalas jasa orangtuanya yang pastinya tidak akan mampu ia bayar semuanya.
Karena Jungkook sudah kembali ke meja belajarnya dan mulai belajar, Jungshin keluar dari kamar anak semata wayangnya itu. Membiarkan anaknya fokus dengan kegiatan belajarnya.
"Huft. Apakah dua lemari tidak cukup untuk mereka? Nampaknya, aku harus belajar lebih keras lagi tahun ini, agar aku bisa mempertahankan nilai-nilai ku. Huhuhu, piala-piala, apa kau tak bisa, sedikit saja, kasihan kepadaku?"
KAMU SEDANG MEMBACA
A-Life - Jeon Jungkook
Short StoryJika Tuhan yang mengatur sebuah kehidupan, bagaimana dengan Jungkook yang hidup dalam sebuah perjanjian?