Seoul, 24 Januari 2022Salju masih turun meski tidak setiap saat. Dan cuaca masih dingin semana mestinya layaknya musim dingin. Bunga-bunga dan pohon-pohon di taman tertutupi salju. Salju-salju tersebut terlihat lebih indah saat gelap hari tiba. Lampu-lampu hias yang sengaja di pasang di papan nama toko, gedung maupun halaman depan rumah orang-orang, membawa sebuah nyawa untuk seseorang yang terlihat kelelahan menyandarkan tubuhnya di halte bus.
Kumparan asap muncul dari mulutnya yang mendingin. Berulang kali orang itu menarik napasnya memastikan bahwa badannya sehat. Merepotkan jika sudah berurusan dengan flu lagi. Cukup sekali ia merasakan flu.
Januari sebentar lagi akan digantikan oleh Februari. Apa yang membuat waktu berjalan sangat cepat tanpa di sadari olehnya? Padahal, hidupnya sangat flat sekali. Itu-itu saja. Tidak ada hal menyenangkan yang tercetak jelas di otaknya. Yang ada, hanya sepi, sunyi dan rasa kehilangan mematri dalam hatinya.
Papah ❤
Kau pikir, tidak ada Papah di dekatmu, Papah tidak bisa mengawasi mu? Cepat pulang ke rumah sekarang, Jungkook!
Guru les pribadi mu sudah menunggu dirumah!"Tch! Papah bisanya hanya menyuruh dan menekan ku untuk melakukan kemauannya! Apa Papah pikir, tubuhku ini sebuah mesin yang sanggup bertahan dua puluh empat jam! Untung saja aku menghormati dia sebagai orangtuaku, coba kalau tidak, aku pasti sudah membantahnya dari dulu."
Laki-laki tersebut menggerutu dengan dirinya sendiri. Memberikan umpatan kecil untuk Papahnya yang berakhir pasti dia selalu menuruti semua permintaannya. Jungkook terlalu menyayangi kedua orangtuanya. Sampai ia tak ada niatan membolos dari deretan les tambahan yang menguras habis tenaganya.
Sekarang sudah pukul sepuluh malam. Jarang bus akan datang di hari yang hampir larut itu. Memesan taksi pun, Jungkook tidak punya uang lebih untuk membayarnya, mengingat Jungshin tidak memberikan uang jajan bulanan kepadanya sebagai hukuman dari Jungkook karena telah membawa sepeda motor ke sekolah tempo hari.
Pulang ke rumah dengan kereta bawah tanah juga bukan ide yang bagus. Tidak ada tempat pemberhentian yang dekat dengan lingkungan rumahnya. Lingkungan rumahnya terlalu jauh dari pemukiman warga biasa. Ya. Lingkungan rumahnya bukan sembarang orang yang tinggal di sana. Hanya orang-orang dari keluarga golongan tertentu saja yang dapat tinggal di lingkungan mewah seperti itu.
"Terpaksa, aku harus berjalan kaki sampai pertigaan kota agar bisa memesan taksi dengan biaya yang lebih murah."
Seragam sekolah masih terpasang di tubuh proporsionalnya. Raut wajah yang menyiratkan rasa lelah begitu kentara terlihat oleh mata. Pundaknya yang butuh istirahat karena terlalu lama memikul tasnya yang berisi banyaknya buku pelajaran dan buku materi tambahan.
"Ayo! Jangan mengeluh! Kau harusnya bersyukur, dapat les di tempat yang di inginkan semua para murid dan guru pribadi yang mengajarimu di rumah! Kau bisa, Jungkook! Semangat!"
Menyemangati dirinya adalah hal wajib dan tak boleh terlewatkan oleh Jungkook. Dengan begitu, motivasi untuk dirinya agar tidak melulu mengeluh karena kelelahan dan rasa capek yang tidak bisa di tolerir olehnya, kembali membangkitkan aura semangat belajarnya.
Jalanan Seoul sedikit lebih ramai dari malam-malam sebelumnya. Biasanya, jam segini, jalan raya yang selalu padat, akan lengang tanpa ada kendaraan yang lewat kecuali beberapa bus dan taksi.
Sampai di pertigaan kota, Jungkook mengambil ponsel di saku jas seragam sekolahnya. Mencari kontak supir taksi yang sudah berlangganan dengannya.
"Ah, sial! Kenapa harus sekarang ponsel ku mati! Aku jadi tidak bisa pulang ke rumah kalau begini!"
KAMU SEDANG MEMBACA
A-Life - Jeon Jungkook
Short StoryJika Tuhan yang mengatur sebuah kehidupan, bagaimana dengan Jungkook yang hidup dalam sebuah perjanjian?