2

15 3 0
                                    

Alarm yang sangat mengganggu telinga membangunkanku. Hal pertama yang kulakukan setelah membuka mata adalah mengecek ponselku. Sudah jam 9 pagi. Tidak ada panggilan atau pesan dari Aidan. Baiklah, aku mengerti dia kecewa serta marah. Aku akan memberikan waktu kepadanya.

Aku yang punya jam masuk kerja pada petang hari segera memasuki kamar mandi. Berendam akan memebantu pikiran ku rilek, batinku.

"Selamat pagi, Gen. Bagaimana kencanmu semalam dengan Aidan?" tanya Blake setibanya aku di dapur untuk membuat sereal.

"Baik. Dia melamarku semalam." jawabku tanpa melihat ke arahnya sambil menuangkan susu kotak ke dalam mangkuk berisi sereal Cheerios, favoritku.

"Benarkah? Itu berita bagus. Jadi kapan kalian akan pindah untuk tinggal bersama?" tanya kakak lelaki satu-satuku lagi mengingat bahwa Aidan pernah berjanji jika kami akan menikah, kami akan pindah ke apartment terlebih dahulu.

"Aku menolak lamarannya."

"Apaa??!!!"

Aku memegang mangkuk serealku seraya berjalan ke meja makan, "Aku belum siap untuk hal itu. Kau tau kan bahwa impianku untuk menjadi style editor belum terwujud? Lagipula aku belum memulai kuliahku. Menerima lamarannya di waktu sekarang adalah keputusan yang terburu-buru." jelasku.

"Aku mengerti. Tapi kau tetap bisa mengejar mimpimu setelah menikah dengannya. Soal kuliah, salahmu kenapa kau memilih untuk gap year."

"B, kumohon. Biarkan aku memilih jalanku sendiri. Kau tidak perlu khawatir tentang hal apapun."

"Baiklah, Gen. Aku tidak akan membahas hal ini lagi. Kau mempunyai hak penuh atas segala keputusan yang kau ambil." kata Blake sambil mengambil kunci motornya di atas kabinet.

"Kau mau kemana pagi-pagi begini?" tanyaku tanpa membalas ucapannya barusan.

"Aku akan pergi men-servis motor ku. Kau tidak apa ,kan?"

"Aku oke. Setelah ini, aku juga akan pergi ke bakery. Aku masuk siang hari ini."

"Mungkin aku akan selesai sebelum kau selesai kerja. Perlu ku jemput?"

"Tidak perlu, aku akan naik bis. Jaga dirimu."

Blake meresponku dengan mengangkat sebelah alisnya. Selepas dia pergi meninggalkan rumah, aku naik ke atas untuk mengganti pakaian.

Saat aku hendak memasuki bis ke arah tempat kerjaku, ada pesan masuk. Aidan. Nama itu yang tertera di layar ponselku. Dengan cepat aku membacanya.

Aku ingin kita bertemu. Ada yang ingin kubicarakan. Heart's. Pukul 12 siang ini.

Ya Tuhan. Dia mengajakku bertemu. Aku menghembus napas lega. Ini artinya dia tidak membenciku. Mungkin belum. Tapi aku harap dia tidak akan.

Untungnya Heart's tidak begitu jauh dari tempat kerjaku. Selepas turun dari bis, aku segera berjalan ke kafe yang sudah ditentukan Aidan untuk kami bertemu. Jam yang melingkar di tangan kiriku menunjukkan pukul 12 lewat 15 menit. Aku mempercepat langkahku takut Aidan akan menunggu terlalu lama. Tiba-tiba jantungku berdegup kencang. Aku seketika khawatir dengan apa yang akan dibicarakan Aidan. Semoga saja bukan hal yang buruk.

Membuka pintu kafe, aku mencari dimana Aidan duduk. Aku berjalan ke arahnya sambil melambai dengan maksud agar dia memperhatikanku.

"Maaf aku terlambat. Tadi, bis nya sangat lama. Apalagi tadi jalanan sangat macet. Ditambah yang duduk di sam---"

"Gen, aku tidak ingin berbasa-basi sekarang."

"Baiklah, maaf. Jadi, kenapa kau mengajakku ke sini?"

"Aku ingin kita putus."

Apa??!!! Aku tidak percaya apa yang dia katakan barusan. Dia ingin kami putus.Tapi kenapa? Apa aku sebegitu mengecewekannya? Atau dia sudah tidak mencintaiku lagi dan malah membenciku sekarang? Banyak kemungkinan terburuk kenapa dia mengatakan 4 kata menyakitkan barusan di kepalaku sekarang.

"Tapi, kenapa?"

"Aku butuh waktu sendiri untuk memikirkan semua ini. Jujur, apa yang kau lakukan semalam itu, aku tidak menyangka kau akan melakukannya kepadaku."

"Maafkanku, Ai. Aku sungguh menyesal aku sudah mengecewekanmu tapi aku juga tidak bisa menerimamu. Aku masih punya mimpi yang perlu aku wujudkan. Kau tau betapa pentingnya itu bagiku."

"Apa aku tidak termasuk diantara salah satu mimpimu? Apa selama ini hanya aku yang mempunyai keinginan untuk bersama?"

"Ai, bukan seperti itu maksudku. Tentu saja kau juga termasuk salah satu mimpiku. Aku mencintaimu, Ai dan kau tau itu."

"Sekedar pernyataan cinta tidak cukup untuk menjawab apakah kau punya keinginan untuk bersama denganku. Aku sudah memberimu kesempatan semalam untuk menjawab pertanyaanku itu tapi kau malah melarikan diri seperti pengecut. Aku rasa sekarang aku tau jawabanmu, yaitu tidak."

"Aidan, tolong jangan pojokkan aku seperti ini. Aku akui aku salah sudah lari begitu saja semalam. Ya, aku memang pengecut. Tapi aku benar-benar tidak bisa menerimamu sekarang. Aku belum siap akan hal ini. Kumohon mengertilah akan posisiku."

"Terserahmu, Gen. Selama ini aku sudah berusaha menjadi yang terbaik untukmu tapi kurasa itu belum cukup bagimu. Aku tidak mengerti alasan kau mengejar mimpimu menjadi penghalang untuk kita bersama. Jika saja kau menganggap aku sama pentingnya dengan mimpi-mimpimu.. tapi sudahlah."

"Aidan...."

"Baiklah, Gen. Aku harus pergi sekarang." katanya setelah menyelipkan selembar uang dollar di bawah gelasnya lalu pergi meninggalkanku.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 07, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

GENEVIEVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang