TWO

204 42 10
                                    

*

*

*

Happy Reading

Guanlin, lelaki itu menatap punggung pemuda yang tengah fokus melihat dosen itu sembari menulis sesuatu di atas kertas putih. Guanlin pun merasa jengah dan merasa bosan akibat pelajaran sejarah yang membuatnya mengantuk.

Ide jahil melintas di kepalanya untuk mengerjai jihoon. Ia mengambil secarik kertas, lalu menuliskan sesuatu dan meminta solasi kepada teman sebelahnya dan kemudian menempelkan tulisan yang telah ia buat di punggung jihoon.

Guanlin tersenyum miring dan menunggu bagaimana reaksi jihoon jika tau ada sesuatu di punggungnya. Saat ada seorang pemuda yang ingin memberitahu jihoon, guanlin yang melihatnya segera memberi ancaman melalui matanya yang melotot tajam.

Akhirnya, pemuda itu tidak memberitahukan jihoon dan kembali fokus pada pelajarannya. "Ji, sidang skripsi kapan dimulai? " tanya teman jihoon yang ada di sebelahnya. Jihoon yang merasa ditanya pun menjawab "Dua bulan lagi, "

"Astaga! Skripsi ku masih setengah dan harus selesai dua bulan lagi!!! 
Bagaimana ini Ji? " Jihoon yang mendengarnya terkekeh pelan. "Masih ada waktu untuk menyelesaikannya, " jihoon tersenyum manis

"Hmmm" pemuda yang bernama Yoon Seonho hanya mengendikkan bahunya.

"Ji, kau bisa membantuku membuat skripsi? Nanti kau akan ku bayar" jihoon mengernyitkan dahi.

Astaga! Apakah seonho ingin menyuruhnya membuat skripsi yang jelas jelas miliknya belum selesai?

"Maaf aku tidak bisa, ho. Skripsi ku juga ada kendalan dan masih banyak yang harus di revisi, " dengan wajah penuh penyesalan jihoon menolak

Pemuda seperti seonho tidak boleh dibiarkan. Ia tau seonho berasal dari keluarga berada dan hanya dengan uang ia bisa melakukan apapun. Tapi apakah pemuda itu tidak ingin berusaha agar dirinya tidak dipandang buruk oleh orang lain?

"Cih, padahal kau membutuhkan uang juga 'kan?  Seharusnya kau membantu atau membuatkan aku skripsi itu. Oh, kau bisa juga menjual skripsimu padaku. Aku akan membelinya berapapun harga yang kau tawarkan" seonho dengan senyum manisnya berusaha untuk meyakinkan jihoon.

"Maaf, ho. Aku tidak bisa. Skripsi ku masih belum sempurna dan waktu tinggal dua bulan lagi. Aku tidak akan ada waktu untuk mengerjakannya jika aku menjualnya padamu, " jihoon dengan nada sehalus mungkin menolak tawaran seonho.

"Huhh, ya sudahlah..." seonho merasa jengah dengan lawan bicaranya. Sedangkan jihoon berlagak santai dan tidak memikirkan lagi bagaimana perasaan seonho, karena dirinya sendiri sudah sulit. Dan jika membantu seonho, dirinya akan kembali sulit.

"Kau munafik! " seseorang berbisik di telinga jihoon dan tentunya jihoon sangat mengenal suara itu. Suara yang membuatnya harus menahan amarah agar tidak merobek mulut si pemilik.

Jihoon berusaha untuk tidak menghadap ke belakang dan tetap fokus pada dosen yang sedang mengajar di depan. "Jelas-jelas dia ingin memberimu uang tapi kau menolak. Dasar mu-na-fik! " guanlin tau bahwa jihoon sedang menahan amarahnya. Tapi ia adalah Guanlin, jika tidak membuat jihoon marah, mungkin itu bukanlah dia.

"Bisakah kau diam, Lai?! " desis jihoon dengan memundurkan tubuhnya dengan punggung yang menyentuh papan kursi. Ia tau guanlin begitu dekat dengannya hingga ia tidak perlu lagi berbalik arah.

"Kau memang munafik, park. " dan dengan santainya lagi guanlin menyentuh rambut jihoon lalu menariknya pelan. "Sialan kau! Bisakah kau diam! " desis jihoon dengan nafas yang sudah memburu.

der Feind [PANWINK]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang