↪tujuh

102 18 5
                                    

tiga hari ini, baik anindya maupun rajendra bener-bener gak ada interaksi sama sekali.

masing-masing dari mereka milih untuk nyibukin diri biar gak mikirin satu sama lain.

"anin, ada yang nyariin tuh," teriak mama

"suruh pulang aja."

"heh! temuin dulu."

anindya turun dari kasur dan ngebuka pintu, ada mamanya lagi berdiri make apron. kayaknya lagi masak.

"orang sebelah, ya?"

"orang ganteng mah iya."

anindya keluar kamar, ngintip dari pager tangga depan kamarnya.

"anjir, adipati!"

"mama cabein nih ya mulut—"

"ma, bilangin ke dia ya, anindya baru selesai mandi, gitu."

"emang kamu udah mandi?"

"pokoknya bilang aja begitu."

anindya langsung masuk kamar. nyuci muka, sikat gigi, nyisir rambut, pokoknya rapih-rapih deh biar keliatan cakep.

turun dari lantai atas, dia disambut dengan senyuman megah milik adipati yeondi arjuna.

serasa indah banget dunia.

"hai, nin."

"hai, di."

mereka saling ngelempar senyum dengan mata yang saling menatap dengan lamat.

"apa kabar?"

"mustinya gue yang nanya, lo apa kabar?"

adipati ketawa kecil, "gak mungkin kenapa-kenapa kan kalo udah diobatin sama pujaannya?"

gapapa. kamu bucin tetep ganteng kok.

"jadi, ada perlu apa?"

"apa ya? pokoknya sih sama mama."

"mama siapa?"

"mama kita— eh, kamu."

"hah? kok aku? eh kok jadi aku?"

"mama mana?"

"kok manggilnya mama?"

"kayaknya emang bakal jadi mama mertua gue deh, nin." diselingi dengan tawa

anindya ikut ketawa. soalnya hatinya ikut ketawa. bahagia banget sialan.

"MAAAA..."

"gak boleh teriak nin kalo manggil yang lebih tua, mending samperin."

anindya nyengir, terus nyamperin mama di dapur.

"ma, dia mau ngomong tuh."

"mau ngelamar kamu kali, ya?"

"iya, kali— EH MAMA APAAN SIH?!"

mama ketawa, terus ngelepas apronnya dan jalan nemuin adipati yang udah berdiri dari duduknya sambil senyum ke mama.

duh, mana senyumnya kayak ngajak berumahtangga yang samawa gitu....

"maaf ya, tante lagi sibuk di dapur."

"justru saya yang minta maaf karena udah ngerepotin, tante."

ya allah......

"gapapa, ini ada apa ya?"

"saya mau ngajak anindya jalan, boleh?"

"mau jalan kemana? apa langsung ke pelaminan?"

"YA ALLAH MAMA!"

adipati ketawa ngeliat anindya salting sendiri, "kalo itu, nanti aja, tante. kami masih sekolah," anindya nahan nafasnya

"kalau saya udah lulus kuliah dan punya penghasilan sendiri yang cukup, saya datang kesini lagi deh buat minta izin untuk ngelamar putri tante. hehe."

kamu gak usah haha hehe dong, aku jadi makin hehe hehe nih. —anindya.

mama langsung nyenggol anindya yang duduk disampingnya.

"jadi, gimana tante? boleh?"

"boleh kok, mau kapan resepsinya?"

ninu ninu ninu...

adipati jadi salting sendiri, "bukan itu, tante. boleh gak saya bawa anindya jalan-jalan?" diakhiri senyuman manis

mama senyum-senyum ke arah anindya, lalu mengangguk. adipati senyum dan ngeraih kunci mobilnya yang tadi sempat dia taruh di atas meja ruang tamu.

setelah berpamitan, mereka melangkah keluar dari rumah dan menikmati perjalanan.

sedangkan mama kembali masak di dapur sambil inget masa muda.

ting nong!

mama buka pintu.

"ada anindya, nte?"

"baru aja pergi."

"sama pratiwi?"

"bukan, sama cowok. naik mobil. ganteng, mukanya galak-galak gitu."

"mobilnya warna apa, nte?"

"putih."

"sialan adipat—"

"jangan patah hati ya, ndra."

dwiwarna | san ateezTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang