1. Kenyataan yang pahit

30 7 5
                                    

***

"Udah, Rey. Yang tadi gak usah dipikirin. Mungkin dia cuma iseng," Mayra mencoba menenangkan Rey meskipun ia sendiri muak dengan cowok itu.

"Tapi dia keterlaluan, Ra. Kalau tadi kamu kenapa-napa gimana?"

Mayra tersenyum, "Aku gak papa, Rey. Lagian udah kamu obati lukanya,"

"Ya udah, kamu balik ke kelas dulu. Aku anter." Rey menggenggam tangan Mayra, namun Mayra tidak bergerak alias kaku.

"Kamu mau kemana?"

Rey menghela napas pelan, "Bolos,"

Mayra melepas genggaman Rey lalu meninggalkan Rey tanpa mengucap sepatah kata apapun.

Mayra memang pemalas namun dia tidak suka ada orang yang membolos. Buat apa orang tuanya membiayainya hanya untuk melihat anaknya membolos?

***

Mayra mengendap-endap di koridor, khawatir apabila ada guru yang melihatnya.

Dan keberuntungan tengah berpihak pada Mayra. Kelas XI IPA 2 sedang free class.

Untung gak ada guru.

"Habis dari mane lo, Ra?" Ines bertanya.

Mayra tersenyum lebar memperlihatkan giginya yang rapi itu, "Biasa," Mayra memerhatikan sekeliling kelas, "jamkos ya?"

"Iya, liat aja tuh Nada sama Achi lagi joget-joget kagak jelas,"

Nada melotot karena tidak terima, "Ini tuh namanya dance, Ines.  D a n c e." Nada mengeja kata dance dengan penuh penekanan.

"Dance? Tari? Lah kok tari kaya gitu sih?"

Achi melotot, "Jangan hina hobiku atau ku retakkan ginjal kau!"

Ines hanya tertawa.

Sampai mereka semua tidak sadar bahwa wali kelas mereka masuk bersama dengan seseorang.

"Selamat pagi anak-anak, hari ini kita kedatangan teman baru. Silahkan perkenalkan diri kamu,"

"Hai, nama gue Ravel. Ravel Immanuel Ke-

Ricuh. Keadaan kelas XI IPA 2 sangat ricuh. Baik siswa laki-laki maupun siswa perempuan. Tak jauh berbeda dengan Mayra, Mayra tentu terkejut melihat cowok itu.

Dia kan..

"Sudah-sudah semuanya tenang. Silahkan dilanjutkan Ravel,"

Ravel mengangguk, "Oh iya, Bu. Saya mau duduk di samping cewek itu," Ravel menunjuk Mayra.

Keadaan kelas lagi-lagi gaduh. Apalagi siswi perempuannya. Ravel sangat tampan. Rambut, mata, alis, hidung, dan bibirnya begitu sempurna. Dan untuk apa dia memilih duduk di samping Mayra?

Bu Rina berdehem, "Tapi Mayra sudah duduk dengan Ines, Ravel. Kamu pilih bangku lain saja, ya."

"Oh, jadi namanya Mayra. Gini aja deh, lo duduk di belakang. Gue duduk di situ. Oke?" Ravel menunjuk Ines.

Ines tampak tidak terima begitu pula Mayra. Ines melirik Bu Rina untuk meminta bantuan namun Bu Rina hanya mengangguk agar Ines mengikuti apa yang diperintahkan anak baru itu.

Di bangku belakang Ines duduk. Sedangkan Ravel duduk di samping Mayra.

"Baiklah, para guru hari ini sedang ada rapat. Jadi kalian jangan ramai. Dyne kamu atur kelas agar tidak ramai."

May-RaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang