EPILOG

76 6 2
                                    

Epilog

"Nih udah."

Aku mengerjap. Keseruan nostalgia, sampai tidak kusadari luka di kakiku sudah dibalut dengan sempurna. Aku mengukir senyum, berterima kasih secara tidak langsung telah membuatku menjadi seperti ini. Membuatku tanpa sadar untuk terus maju dan mendapatkan apa yang ingin kuraih.

"Kenapa datang ke sini lagi?" tanyaku begitu dia selesai berberes kotak P3K. Lelaki itu memandangku sejenak, dia kembali dengan kotaknya.

"Hm, entahlah. Terasa ada yang kurang." Katanya.

Apa yang kurang? Perasaanmu kah?

Aku mengangguk. Sejak hari dipantai itu, hampir setengah tahun aku tidak menemui laki-laki ini dan banyak sekali yang berubah. Entah pertanda apa, kesedihan kembali mengikutinya. Dua bulan kemudian Papanya meninggal dengan terbunuh. Dan semenjak itu, Braga berubah.

Dia menjadi sangat antuasias dalam sekolah, dia memperlajari semuanya tentang hukum. Dia mengusut sendiri kematian papanya, meski yang aku tahu, Braga sangat membencinya. Dia benar-benar berubah menjadi Braga yang tidak aku kenal, sekaligus Braga yang lebih baik.

And here I am. Ketika aku bilang ingin mengejarnya, aku sampai di sini berkatnya. Tapi sayang, otakku tidak sejenius lelaki itu yang lulus sarjana hukum lebih dahulu dan memilih pulang ke Indonesia tanpa menungguku.

Miris, bertahun-tahun aku membangun harapan, pada akhirnya aku hancur sendirian. Sebab itu, ketika kemarin malam dia menghubungiku dan berada di bandara, aku begitu antusias menjemputnya. Dia tidak sendirian. Ada Irfan bersamanya. Hanya saja hari ini, aku ingin mengundangnya khusus sendiri. Lima tahun bukan waktu yang singkat, dan kupikir akan lebih baik aku mengakhirinya di sini.

Aku hendak membuka mulut, tapi Braga sudah lebih dulu bersuara.

"Kenapa kita nggak pacaran aja, Mar?"

Napasku terhenti. Aku yakin telingaku tidak tuli.

*****

BRAGA (REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang