Short story lomba cerpen
' Dia merahasiakan semuanya dari harta paling berharga yang saat ini ia miliki. Yang saat ini masih bisa ia rengkuh. Dan entah untuk esok,lusa, dan seterusnya, apakah masih bisa seperti ini? Kita lihat saja, bagaimana semesta menjalankan alur yang telah dibuatkan Tuhan. ' -R🌼
Mentari merahasiakan kepedihan salah satu penikmat sinarnya. Senyuman selalu menghiasi wajahnya, seakan tidak ada kegundahan dan rasa takut dalam hatinya. Hari ini seperti hari biasanya, diawali dengan mengucap hamdalah dan basmalah. Keluar dan menghirup sejuknya udara pagi. Menikmati setiap hembusnya, menikmati setiap kedipan mata indahnya, melupakan segala rasa sakit yang mendera, seakan-akan ini adalah kesempatan terakhirnya. Dia melangkah menuju halaman, lantas menyirami bunga-bunga yang mekar begitu indah, berwarna-warni, seperti hidupnya.
"Mimi! Aku mau makan" teriak seorang anak kecil sekitar 9 tahunan kepada ibunya. Gadis kecil dengan rambut yang tergerai dengan bando bunga dan dress bunga-bunga berwarna merah muda. Gadis kecil itu terlihat anggun dam manis. Sama seperti ibunya yang cantik. Ibunya yang mendengar teriakan anak kesayangannya itu langsung menoleh dan membalas teriakan putrinya dengan senyuman tulusnya.
" Kalau mau makan ambillah sendiri di meja. Kita hidup tidak boleh selalu bergantung kepada orang lain, sekalipun itu pada orang tua kita sendiri. " ucap Tamira, ibu dari gadis kecil nan manis itu.
" Aku hanya ingin mimi temani " pinta gadis kecil kesayangan Tamira.
" Baiklah, ayo kita makan sama-sama " ajak Tamira pada putrinya. Mereka berdua menuju ruang makan berada. Dimana hanya ada lauk seadanya. Mereka hanya hidup berdua. Hanya Tamira dan Adya. Gadis kecil itu ternyata bernama Adya. Mereka pun makan bersama. Kekosongan sangat jelas terasa. Sepi. Rindu. Ya, rindu pada suami dan ayah bagi mereka. Orang yang sangat mereka cintai. Sudah sejak 4 tahun yang lalu suami Tamira meninggal dunia. Dan sejak saat itu Tamira selalu bekerja keras demi bisa bertahan hidup dan menyekolahkan anaknya.
" Adya, mumpung hari libur mimi mau ajak kamu jalan-jalan mau ngga? " tanya Tamira dengan senyum tulus yang selalu ia lontarkan saat berbicara dengan siapapun.
" Jalan-jalan mi? " tanya Adya dengan mata berbinar, " Mau banget mi, kemana? " lanjutnya
" Ketempat-tempat dimana sebuah kisah berawal dan tempat dimana semuanya berakhir "
" Mmmm... Berawal dan berakhir? " Adya bertanya-tanya apa maksud dari kata-kata ibunya tadi
" Ayo kita siap-siap! " ajak Tamira dengan
mendorong kecil punggung putrinya agar masuk ke dalam kamar.Setelah mereka selesai bersiap-siap, mereka segera berangkat menuju sebuah museum di pusat kota. Dan akhirnya merekapun sampai di museum tersebut.
" Mi, ini museum apa? " tanya Adya
" Ini adalah museum dimana hasil karya nenek moyang kita disimpan dan di abadikan. " jawab Tamira.
" Ini adalah replika alat musik yang biasa dimainkan untuk mengiringi pagelaran wayang kulit, namanya gamelan." " Adya sering lihat pagelaran wayang kulit bukan bersama ayah?" tanya Tamira pada Adya yang dibalas anggukan olehnya.
" Aku mau belajar gamelan, mi. " ujar Adya
" Boleh banget, kamu sebagai generasi penerus harus mencintai budaya-budaya kita. Tetapi tetap jangan tinggalkan ibadah."
Adya pun mengangguk." Itu apa, mi? Kenapa serem gitu " tanya Adya sambil bersembunyi di belakang ibunya. Ibunya pun terkekeh kecil.
" Itu namanya topeng, biasa dipakai para penari tari topeng, tenang aja ga gigit ko" ucap Tamira diakhiri kekehan lagi.
" Yang merah itu untuk tari topeng kelana, Adya pernah diceritakan oleh ayah tentang Rahwana?" Adya mengangguk, " tari kelana menggambarkan Rahwana, mangkannya mukanya serem gitu" ucap Tamira sambil mengelus kepala putrinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Doodsviool
Short Story' Memberikan luang namun menambah rasa sakit. Melarikan diri bukan jalan yang terbaik. Namun menghadapi, nyatanya pahit. ' -R ' Aku katakan padamu liontin senjaku, bahwa aku mencintaimu, dalam hidup dan matiku. Aku akan selalu hidup dalam dirimu. se...