Selamat tinggal

52 8 3
                                    

" Aawww... Sshhh"

" Mimi,mimi kenapa?"

Adya begitu khawatir karna wajah Tamira yang begitu pucat.

" Engga sayang, mimi ga kenapa-kenapa. Mimi hanya mengajarkanmu bagaimana akting saja." ujar Tamira dengan kekehan, meski wajahnya tidak bisa menyembunyikan apa yang sebenarnya terjadi.

" Memang tadi itu akting ya mi? Jadi mimi berpura-pura? Bukannya berpura-pura itu artinya berbohong? Sedangkan kata mimi kita gaboleh bohong?" berbagai pertanyaan keluar dari bibir mungil Adya. Tamira membalasnya dengan senyuman.

" Berakting belum tentu berarti berbohong. Kadang jika kita melakukan sebuah drama atau yang biasa Adya liat dulu bersama ayah, inget ga pertunjukan sandiwara?" Tamira berhenti sejenak untuk bertanya pada Adya dan dibalas anggukan. " Orang yang ada pada pertunjukan sandiwara itu sedang melakukan peran sebagai orang lain bukan diri mereka itu artinya mereka tidak sedang berbohong. Namun kalau Adya melakukan kesalahan dan Adya berakting seolah-olah Adya tidak tahu menau itu artinya Adya berbohong. Mengerti?" lanjutnya

" Ngerti, Mi. "

Tamira memalingkan wajahnya dari Adya lalu menatap langit yang mulai senja. Menikmati angin yang menyapu wajahnya. Memutar kembali kenangan indah bersama Rahman. Sendirian. Menikmati senja ditemani bayang-bayang masa lalu yang tak lagi bisa diulang, terasa menyakitkan sekalipun itu indah pada masanya.

" Ayahmu seorang seniman hebat. Dia bisa bermain musik, bernyanyi, mendalang, menciptakan puisi-puisi indah, dan bidang seni lainnya. Hanya saja dia tidak bisa menari" ucap Tamira diakhiri kekehan . " Mimi belajar banyak dari ayah. Mimi belajar membuat puisi, bermain musik, termasuk belajar biola. Ayahmu suka sekali dengan biola dan sexophone. Dia juga bisa bermain piano. Kau tahu? Piano yang ada di sudut rumah itu dulu sering dimainkan ayahmu. Dulu ayahmu begitu romantis menyanyikan lagu sambil bermain piano untuk mimi. Dan sepertinya keahlian-keahlian ayahmu akan menurun kepadamu."

" Ayah selalu mencium keningmu saat kamu tidur,Adya. Meski kamu tidak tahu, namun itu selalu dia lakukan, begitupun kepada mimi." Tamira menjedanya.

" Adya, dulu ayah pernah berpesan sebelum dia meninggal, suratnya ada di laci kamar mimi. Ayah sangat menyayangi kita, Adya. Kau harus ingat ini, Tuhan sangat adil. Tuhan tidak akan pernah memberikan ujian melebihi kemampuan hamba-Nya. Adya anak cantik, pasti kalau besar banyak yang suka, jaga diri baik-baik yah. Adya juga harus ingat, kalau akan ada pelangi setelah hujan, ada kemudahan disegala kesempitan, artinya akan selalu ada kebahagiaan yang akan datang pada Adya setelah ujian yang Tuhan kasih untuk Adya. Adya ingat saja ini baik-baik, mungkin nanti akan bermanfaat dan Adya pasti nanti pasti akan mengerti." Adya hanya terdiam mencoba mengingat dan memahami kata-kata Tamira.

"Adya"

" Iya, Mi?"

"Adya coba mainkan biola untuk mimi, Adya hayati setiap gesekannya, Adya nikmati seolah Adya sedang menari di senar-senar itu. Mainkan melodi klasik yang kamu bisa." pinta Tamira.

Adya hanya mengangguk dan mulai menggesek biolanya. Terciptalah alunan yang begitu syahdu. Begitu menentramkan jiwa. Tamira menikmati melodi-melodi indah yang keluar dari gesekan biola Adya, ia menikmatinya bersamaan dengan langit yang menampakkan warna yang begitu indah. Perpaduan warna senja yang tiada duanya.

' Satu ' Tamira menghitung dalam hati entah untuk apa.

Adya lebih menikmati alunan biolanya. Dia tersenyum. Hingga saking menikmatinya ia sampai memejamkan mata.

' Dua ' lagi-lagi Tamira menghitung.

Tamira tiba-tiba bangkit dan maju beberapa langkah untuk berdiri ditepi pantai. Membiarkan kakinya terkena air. Ia merentangkan tangannya, memejamkan mata, dan tersenyum.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 14, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

DoodsvioolTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang