Part_1(Berdasarkan kisah nyata. Mohon maaf, jika terjadi kesamaan, itu semua merupakan unsur ketidakkesengajaan)
“Apa?”
“Tolong, jangan jadikan aku pelunas hutang-hutang papah! Aku punya masa depan, Pah! Aku masih pengen kuliah, pengen kerja!”
“Papah gak berhak ngatur hidupku!”Plakkkk!!
“Jaga bicaramu, Nona muda!” sesaat kupandang wajahnya yang tersulut emosi, matanya melotot, lalu segera berpaling. Air mataku hampir saja tumpah, dengan cepat kupegang bongkahan daging yang kini berubah kemerahan itu sambil sesekali mengatur nafas.
“Papah jahat!”
“Kamu harus menikah dengannya, Olin!”_____
“Saya terima nikah dan kawinnya Khairolina Hafisah binti Gunawan Arifin dengan mas kawin tersebut dibayar lunas!” seorang laki-laki duduk bersanding denganku. Laki-laki yang kini sah menjadi suamiku, ya suamiku! Seorang yang baru kukenal seminggu jelang pernikahan, itupun hanya lewat foto. Dan namanya Damara Anggara Jatmiko, atau akrab dipanggil Miko.
“Sahhhh!!”
Aku mencium tangan Miko setelah Ia menyodorkan punggung tangannya. Kutatap wajahnya lekat-lekat, sebenarnya Ia lumayan tampan. Kulitnya putih, hidungnya mancung, mulutnya mungil, tatapannya tajam, tubuhnya tegap sedikit berotot, jujur fisiknya begitu menggoda. Dan aku benar-benar terpesona.
______
Bruuuuukkkk!!!
Tubuhku terjengkang ke belakang hingga jatuh ke lantai. Untung saja kepalaku tidak terbentur ubin. Kupegangi erat gaun pengantinku yang berwarna putih itu.
“Astagfirullah. Ada apa denganmu, Mas?”
“Kamu tidur di kamar tamu!”
“Tapi… Tapi aku istrimu, kan?”
“Jangan mimpi! Aku tak sudi sekamar denganmu! Sana pergi!” Ia membanting pintu kamar dengan keras. Perasaanku campur aduk, dada ini bergemuruh kuat, namun tak dapat berbuat banyak. Bajuku berhamburan, berserakan ke mana-mana.Setelah akad pernikahan, aku langsung Ia boyong ke rumahnya yang letaknya lumayan jauh. Rumahnya besar sekali, begitupun dengan halamannya yang hijau terpampang luas. Tak hanya itu, sepersekian detik menginjakkan kaki di dalam rumah, perabotan mahal memanjakkan penglihatanku. Mulut ini tak hent-hentinya mengucapkan takjub.
“Sini, Non. Saya bantu.” tiba-tiba seorang dengan baju lusuh datang membantuku.
“Tidak usah, Mbak.”
“Maafkan den Miko ya, Non? Dia baik kok aslinya, maklum sedang sedikit stress, kini Ia jadi yatim piatu. Ini pasti berat baginya, apalagi usianya masih muda, yang sabar ya, Non?” akupun mengangguk perlahan.
“Yatim piatu?”
“Iya, semalam tuan besar meninggal, Non. Kalau nyonyah besar sudah lama meninggal.” Ia lalu mengantarku ke kamar tamu yang berada jauh dari kamar suamiku itu.“Namaku Olin, kalau Mbak?”
“Aduh, jangan panggil mbak, Non. Nama saya Asih, panggil saja Mbok Asih.”
“Terimakasih ya Mbok Asih.”
“Sama-sama, Non. Kalau ada apa-apa panggil Mbok Asih ya?”
“Iya, Mbok.”Tak terasa butir-butir air bening itu meluncur bebas dari wajahku. Merusak riasanku yang sedari pagi terpoles ayu. Mengapa papah tega menikahkanku dengan orang semacam dia. Dia jahat, Pah!
Semua perasaan itu tumpah ruah. Aku semakin terhanyut kepedihan, kala tiba-tiba bayangan wajah mamah terlintas di benakku. Senyumnya yang teduh seakan mampu merontokkan sikap tegarku. Aku butuh dia! Hanya dia yang mampu memahamiku! Hanya mamah!
Dadaku makin sesak, aku pun bersimpuh lemas tak kuasa menahan rindu kepada orang yang kini berada di rumah Allah itu.
“Mah! Olin butuh mamah. Kenapa mamah tinggalin Olin! Olin sendiri, Mah!”
![](https://img.wattpad.com/cover/190365621-288-k67ae1e.jpg)