3

984 20 0
                                    

“Aaa-paa maksudmu?” nampaknya Ia tak memperdulikan perkataanku. Ia masih saja sibuk dengan nasi goreng mbok Asih.

“Apa maksudmu, jawab aku, Mas? Mas Miko!” tak terasa air mataku terjatuh menetes berhamburan di atas meja makan

“Apakah kau percaya?” dengan susah payah berbicara karena mulut penuh nasi. Aku mengangguk perlahan.

“Pufffttt!! Hahahaha!! Lihat wajah bodohmu itu! Uhuk! Uhuk!” Makanan itu muncrat ke meja makan. Iyuhh!! Ia langsung menenggak cairan bening yang berada di sampingnya.

“Ja—jaddi kamu cuma bercanda, kan, Mas?”

“Ahhhh! Dasar gadis ingusan. Uhuk! Aku masih normal! 1000% normal.” Ia memukul dadanya berulang kali.

“Huftt.. aku pikir…”

“Pikir apa?”

“Tidak, Mas. Tidak! Lanjutkan makanmu lalu segeralah berangkat nanti kamu terlambat.”

“Tak usah mengaturku. Aku tahu apa yang harus kulakukan!” ketusnya lalu beranjak dari kursi dan meninggalkanku. Galak sekali batinku dalam hati.

“Berikan aku kesabaran ya Allah!”

Semenjak obrolan nyeleneh pagi ini, tak dipungkiri pikiranku terus tertuju pada jawaban mas Miko. Apakah dia benar-benar penyuka sejenis? Apakah itu sebabnya Ia menolak satu kamar denganku? Pikiranku melayang, semakin jauh, semakin jauh.

Suara mobil mas Miko menyadarkanku dari lamunan nakal ini. Aku pun turun dari ranjang dan bergegas turun ke bawah menyambutnya. Deg! Jantungku berdebar saat Ia memasuki rumah bersama wanita. Siapa dia?

“Mas?” aku mengambil tangan mas Miko setelah tepat berada di hadapannya namun dengan cepat Ia tangkis.

“Astagfirullah! Mas.” teriakku.

“Sayang, dia siapa?”

“Huum, dia pembantuku.”

“What? Pembantu?” gumamku.

“Lancang sekali dia menyentuh tanganmu, sayang? Pembantu jaman sekarang emang gitu ya? Dikasih hati, ehh dia ngelunjak.” wanita itu melotot ke arahku. Ahh pasangan yang serasi!

“Aku.. Aku.. is..” mas Miko mendorongku hingga aku kembali nyungsep ke lantai, menderita sekali nasibku ya Allah.

“Aduh! Mas!” tanpa ekspresi dan rasa bersalah, mereka berlalu meninggalkanku di depan pintu. Terjengkal bagai kura-kura. Jahat sekali!

“Nanti malam kamu tidur disini ya, sayang?”

“Bolehkah sayang?” jawab wanita itu dengan manja. Jelas, aku mendidih. Bagaimana bisa dia bersenang-senang dengan wanita lain, sedangkan aku istri sahnya membusuk di kamar tamu? Tidak semudah itu!

“Gak! Gak boleh! Mas Miko adalah suamiku, dan tidak sepantasnya kalian berdua satu kamar apalagi bukan muhrim!” teriakku sambil menahan buliran hangat itu meluncur. Mereka terperanga melihatku begitu berapi-api.

“Ohh! Jadi ini wanita yang merebutmu dari aku, sayang? Heh! Dengar! Miko itu pacarku!” dengan gahar Ia menjambak rambutku hingga beberapa helai tercabut dari akarnya. Aku meringis kesakitan tak bisa berontak! Benar-benar sundel tak tahu diri!

“Sudahlah sayang. Biarkan saja dia. Sudah ya?” Ia memegang lembut pundak wanita sundel itu sembari mendaratkan kecupan hangat di pipinya. Air mataku seakan paham, dan kini mengalir tanpa ku komando.

“Akan kupanggil pak RT agar menggerebek kalian karena mesum di rumah! Biar kamu masuk penjara, Mas!” mereka hanya tertawa mendengarkan pernyataanku. Apa aku salah ya?

“Panggil! Panggil sekalian papahmu yang bodoh itu!”

“MAS!” mataku memerah. Tega sekali dia berkata sejahat itu pada papah. Aku masih bisa terima mereka menginjak-injak harga diriku, tapi jangan papah!

“Aku masih bisa diam kalian perlakukan buruk, tapi jangan hina papahku. Atau…”

“Atau apa?”

“Tunggu tanggal mainnya!” ku usap air mataku, berjalan meninggalkan mereka yang kini asyik bercumbu mesra, mengacuhkanku. Meski sakit, aku harus kuat. Aku bukan wanita bodoh!

“Kamu mau berperang melawanku, Mas. Baik! Kuladeni!”

Istri Selingan Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang