#11 cinta segitiga

339 54 20
                                    

Untuk kesekian kali Seungcheol menjambak rambut sendiri, menghembuskan nafas untuk mencari ketenangan dalam emosi. Anak mana yang tak emosi, ketika sang ibu menelpon dengan suara parau dan isak tangis. Mengadu tentang rasa sakitnya ditinggal suami. Seungcheol terlahir sebagai anak tunggal, dan dari kecil sudah terbiasa oleh pertengkaran kedua orangtuanya. Mereka tak pernah terlihat cocok dimata Seungcheol, oleh karena itu, dalam hubungan keduanya selalu disertai hal-hal sepele yang kemudian dibesar-besarkan. Lalu berakhir bertengkar. Jika memang tak cocok, kenapa menikah dan memilih tinggal bersama?. Itulah satu-satunya pertanyaan yang selalu ingin Seungcheol tanyakan pada wanita berstatus ibunya.


24 tahun bertahan, tak ada yang mengucap kata perpisahan. Saling menyiksa batin masing-masing. Membuat Seungcheol tumbuh dalam ketidak seimbangan keluarga. Tapi bukan terpuruk layaknya anak broken home, itu justru menguatkan Seungcheol dan memotivasi untuk tak melakukan hal yang sama kelak dimasa depan. Cinta dan kasih sayang, saling mengerti satu sama lain, menerima lebih dan kurang pasangan adalah kunci kebahagiaan.


Tepat hari ini, segala ikatan benang merah kedua orangtuanya putus. Berakhir dimeja hijau, Seungcheol menyesal tak menemani sang ibu. Meski begitu, doa selalu mengalir tak henti agar wanita itu diberi kekuatan untuk bertahan dalam pilunya. Dan sekarang, semuanya tumpah melalu panggilan suara internasional antara jepang dan korea. Meski sakit mendengar isakan demi isakan, Seungcheol tetap sabar menjadi tempat keluh kesahnya. Dan ketika sambungan itu terputus, Seungcheol berdiri menatap kosong pada cermin yang terletak dikamar tidurnya. Pantulan diri dengan rambut berantakan dan mata sembab. Benar-benar kacau. Seungcheol merasa sangat tak berguna membiarkan begitu saja wanita yang telah melahirkannya berjuang sendiri menghadapi kepahitan hidup disana.

"AAAARGHHH!!".

Serpihan kaca berhamburan akibat kepalan tangan yang Seungcheol layangkan pada cermin. Bau anyir itu tercium dari ruas-ruas jari yang berlumuran darah. Seungcheol terduduk bersandar pada sisi ranjang tanpa peduli rasa sakit ditangannya.


"Seungcheol berdarah". Sebuah suara berucap pelan, dan tak lama setelahnya. Seungcheol merasakan tarikan pada tangan, ketika menoleh, dilihatnya seorang gadis mencoba membersihkan luka dengan penuh kehati-hatian. Seungcheol tersenyum, ia baru ingat. Ada Nayeon dirumahnya, tadi Seungcheol meninggalkan Nayeon untuk menerima telpon. Mereka baru saja kembali dari rumah sakit.


"Seungcheol kenapa terluka?". Tanya gadis itu, Seungcheol kembali tersenyum. Ia lebih memilih untuk diam sambil memperhatikan Nayeon yang membalut lukanya. Seungcheol senang, ternyata meski seluruh ingatan Nayeon hilang, naluri alamiahnya tetap ada. Nayeon pintar dalam hal medis, gadis itu juga tercatat sebagai salah satu siswi diperguruan tinggi ilmu kedokteran. Hal itulah yang membuatnya sampai mengalami kecelakaan hingga Joshua menemukannya. Semua tentang laut, berkaitan dengan laut.


"Aku memang selalu terluka Nayeon".


"Heung? Kenapa begitu? Seungcheol jangan ceroboh".


Seungcheol terkekeh, dari dulu memang ia selalu terluka. Entah karena berkelahi atau terjatuh, dan Nayeon akan selalu datang untuk mengobati. Tak ada yang berubah bukan?.

"Nayeon, boleh aku memelukmu?".


Atensi keduanya bertemu, tepat setelah Nayeon berhasil membalut luka Seungcheol dengan rapih menggunakan kain kasa. Senyum yang selalu terpatri dalam benak Seungcheol itu muncul, tanpa menunggu jawaban. Direngkuh tubuh Nayeon penuh damba. Menghirup dalam-dalam aroma si gadis yang selalu menjadi tempat ternyamannya ketika ia rapuh seperti saat ini. Dikecupnya pundak sempit Nayeon sambil merapalkan kata rindu melalu nada rendah namun tak berat.


"Apa Seungcheol sedang sedih?".


"Hmm, sedikit".


"Iya, jangan banyak-banyak nanti susah sembuhnya".


Lovers Sonata [√]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang