Treat me beneath this clear night sky
And I will lie with you
I start to feel those butterflies
When I'm next to you
Malam itu mungkin kami memang sedang mabuk.
Aku mabuk gula, hasil dari dua potong kue yang dia bawa untuk sogokan supaya dia bisa menginap di tempatku karena lagi-lagi dia terkunci di luar kosannya. Dia mabuk asap rokok dan dentuman musik untuk melupakan dirinya sendiri.
Mungkin dia malah terlalu mabuk dengan lagu-lagu cinta picisan yang menjadi latar malamnya sampai bisa mengeluarkan pertanyaan gila itu.
"Lo gamau coba kencan seperti yang ada di lagu-lagu itu?"
"Hah?"
Dia memutar badannya, dan ketika mata kami bertemu tatapannya serius dan seratus persen sadar.
"Seperti di lagu-lagu gitu; romantis, bergelora."
"Ih apaan sih lo? Mabuk banget ya malem ini?"
Dia tertawa, tapi sorot matanya masih seserius itu.
"A bit more drunk than usual, I think, tapi gue beneran nanya nih. Lo ga pernah mikir apa, lagu-lagu cinta kayak Youthnya Troye Sivan itu rasanya gimana?"
Aku memutar mata. "Lo yakin lo gak mabuk malem ini?"
Dia tertawa lagi, sebelum tawanya memelan, lalu berhenti. Untuk sesaat hanya hening yang mengisi sementara aku memandang gambarku, mencoba memutuskan apakah aku terlalu banyak menambah air untuk mengaburkan cat di atas kertas yang sudah keriting. Kurang warna merah, pikirku dalam hati, tapi kalau tambah warna merah lagi nanti jadi jadi terlalu hangat dan romantis-
"Sebenernya sering banget sih."
Dia mendongak dari handphonenya, perhatiannya langsung tertuju padaku lagi.
"Habis kesannya jatuh cinta itu indah kan? Padahal kenyataannya sampah juga," aku memutar-mutar kuas di tanganku. "You know how things went down for us."
Dia menimbang-nimbang sesaat. "I still want to try a love story like those in songs and films, for once. Atau paling enggak kencan-kencan manisnya."
Aku mengedikkan bahu, mengira obrolan kosong ini sudah selesai. Tapi dia masih menatapku; lama, dalam, intens.
"What do you say if we try it?"
Kenapa anak ini tidak masuk akal sekali sih malam ini? "Kita lima tahun pergi berdua ke mana-mana sering aja gada apa-apa. Mana bisa kayak lagu-lagu begitu?"
"Justru karena hubungan kita begini makanya gue nanya."
Aku menopangkan dagu ke tangan, mencoba mencerna apa yang seharusnya sudah tercerna.
"It is exactly because we have nothing between us makanya kalau mau nyoba kencan-kencan spontan ala-ala begitu seharusnya ga ada efek apa-apa ke kita kan? We are both basically have this stone walled heart that's been proven to stand tall amidst the love hurricane!"
Tangannya yang besar bergerak-gerak bersemangat, dan aku tertawa lagi. Anak ini kadang bisa naif sekali sih! Tapi mungkin memang aku malam itu semabuk dia sampai tidak mau berpikir panjang seperti yang biasa kulakukan, dan semua kenaifannya terasa masuk akal. Aku nyengir dan mengangguk setuju, yakin seribu persen bahwa rencana konyol ini hanyalah omomg kosong yang tidak akan berakhir menjadi sesuatu.
Because both I and him have our own issues.
YOU ARE READING
Where We Land
Romance5 tahun hubungan platonik dan ratusan "ciyeee pacaran aja sana" dan ke manakah kita akan mendarat?