Tell me your secrets
Give me a friend
Let all the good times flood in
Kami mulai akrab setelah homestay bareng di Seattle waktu kelas 1 SMA. Kami berdua sekelas waktu SMP, jadi walaupun sebelumnya ga pernah ngomong sama sekali kami jadi nempel kayak perangko di acara itu karena belum kenal yang lain. Dan keakraban itu tetap terjalin sampai sekarang walau kami berdua pergi kuliah ke tempat yang berbeda; aku mengambil teknologi industri dan ngekos di dekat kampusku, sementara jurusannya lebih 'santai', ilmu komunikasi. Tapi setiap kali aku pulang, termasuk di minggu tenang sebelum ujian, dia selalu mengajakku keluar. Dan setiap kali dia dan bandnya manggung, aku selalu ditawari tiket gratis.
Kemarin ketika kami reunian dengan teman-teman SMA, semuanya berkomentar "Masih tahan aja kalian berdua! Sana jadian!" yang disambut siulan iseng. Kami cuma tertawa; hubungan kami stagnan selama lima tahun ini walau kami berbagi semuanya dalam malam-malam yang terasa tidak berujung, waktu kami saling mengomel tentang masalah masing-masing. Tentang mantan yang terlalu cemburuan dan posesif tukang ancam yang membatasi ruang gerakku. Tentang orangtuanya yang bercerai dan lantas menjadi orang asing bagi yang lain. Hal-hal yang membuat kami membangun tembok yang sebegitu tingginya sampai-sampai tidak ada orang yang kami biarkan untuk memanjatnya.
Aku sering bertanya kepadanya apakah semua cowok seegois mantanku. Dia sering bertanya apakah semua perempuan sependendam ibunya. Tentu saja kami akan saling menjawab bahwa tidak semua orang seperti mantanku dan orangtuanya, lalu kami menertawai satu sama lain karena bisa-bisanya menggeneralisasikan semua orang seperti sumber keapatisan kami terhadap romans. Lalu aku akan mengejeknya yang selalu flirting dengan cewek-cewek yang berbeda setiap malam dan dia akan menertawakanku yang menolak seniorku yang merupakan idola seluruh kampus. Begitu terus siklusnya setiap hari.
Tapi kami sama-sama tahu bahwa di balik kekeraskepalaan kami, kami ingin punya hubungan yang manis bagai film dan lagu-lagu cinta. Bahwa dalam karaoke gila di dalam mobil kami ada keinginan untuk menjadi orang normal yang tidak menyimpan pahit dalam romansa. Bahwa dalam candaan "kita jadian beneran aja kali ya kayak kata anak-anak" ada sedikit harapan dan banyak pertanyaan apakah kami bisa menemukan rasa nyaman yang sama dengan orang lain.
Bahwa bagi kami, waktu-waktu yang dihabiskan bersama sangat menyenangkan adalah bukanlah rahasia.
YOU ARE READING
Where We Land
Romance5 tahun hubungan platonik dan ratusan "ciyeee pacaran aja sana" dan ke manakah kita akan mendarat?