Dansa di Dapur

6 1 0
                                    

Tell me your secrets

Give me a friend

Let all the good times flood in

Acara masak-memasak dimulai dengan debat playlist siapa yang akan dipakai sebagai background.

"Lagu kamu mah jedub jedub doang, mana bisa dipake dansa!"

"Ya kamu juga lagunya kaya nyembah berhala semua!"

Jadi masak kami tertunda setengah jam sementara kami membuat playlist baru yang manis romantis. Yang sepertinya sia-sia saja karena kami cuma saling menertawakan satu sama lain sepanjang memasak makan malam ala restoran kami karena dia tidak tahu cara mengupas kentang dan aku tidak mau pakai penyedap.

"Mestinya kalau di film-film sekarang kita udah dansa nih."

"Ya kalo kita dansa steaknya gosong gimana? Gak makan malem entar."

"Kan tinggal pesen."

"Udah susah-susah belanja, siapin macem-macem, terus pesen take away? Aku sih ogah."

Dia tertawa sambil terus menumbuk kentang. Kemudian lagu Where We Landnya Ed Sheeran muncul dan kami berpandangan.

"Siapa nih yang masukkin lagu ini?" dia tertawa dan mengambil sendok yang digunakannya untuk menumbuk kentang, lalu memegangnya seperti mic dan mulai bernyanyi, "Treat me beneath this clear night sky and I will lie with you."

"Ntar steaknya gosong loh."

Tapi dia mematikan kompor dan menarik tanganku sambil masih bernyanyi. Lalu kami mulai berdansa canggung sambil tertawa karena this whole scene is just so cheesy and stupid. Lalu dia mulai memegang tanganku dan meletakkan tangannya di pinggangku dan aku jadi sadar seberapa rapatnya kami sekarang. Selama ini kami jarang melakukan kontak fisik, hanya terkadang saling menyender. Tapi walau dia sering merangkul cewek-cewek kenalannya, dia hanya menarik lengan bajuku untuk mendapatkan perhatianku kalau aku tidak dengar panggilannya.

"Ini pertama kalinya ya?"

Tawanya berhenti di tengah jalan saat aku melisankan apa yang ada di dalam kepalaku. Untuk sedetik aku kira suasananya akan rusak karena canggung, tapi dia tersenyum balik dan mengangguk. "Terus seneng nggak?"

"Hmm, gak tahu. Tapi aneh sih yang pasti."

Dia mengarahkanku untuk berputar dan aku menurut. Ketika kami kembali berhadapan, sorot matanya tidak tertebak.

"Padahal aku kelihatannya selalu nyaman kontak fisik dengan cewek lain ya. Kadang mereka bisa cium pipiku tiba-tiba and I can just shrug it off like it's nothing. Because it is nothing. No matter how close we physically are, it was nothing."

Hening sementara playlist kami bergerak ke lagu selanjutnya.

"And are we something?"

Kukira akan ada jeda yang tidak nyaman setelah pertanyaanku keluar, tapi dia langsung menjawab lancar. "We must be something to be able to hang out this deep and long."

Aku mengangguk setuju. Dia selalu sembunyi dalam kehidupan yang ramai dan sesak orang-orang agar lupa kalau tidak ada yang menunggunya untuk makan malam di rumah. Dia akan tertawa paling keras, mengiyakan setiap janji hang out yang diluncurkan padanya, mengambil setiap minuman yang ditawarkan padanya. Aku tahu itu, jadi kalau dia butuh aku akan datang. Ke rumahnya sambil membawa makanan. Mengantarnya ke McDonald's for some comfort food. Membuka kamar kosku lebar-lebar untuk tempatnya bermalam. Dan selama bersamaku, akan ada dia yang asli. Dia yang sebenarnya suka susu hangat. Dia yang suka kue-kue manis. Dia yang sebenarnya gampang batuk kalau terlalu banyak merokok.

Dia yang sebenarnya tidak berubah dari anak SMA yang menghampiriku di ujung ruangan pada acara perkenalan homestay yang canggung.

Ada segaris senyum tipis yang sedih di wajahnya ketika playlist kami bergerak ke lagu terakhir. Setengah detik, tidak lebih, sebelum rautnya kembali ceria. Dia kembali meraih sendok/ micnya untuk bernyanyi sementara aku misuh-misuh kenapa lagu ini masuk ke playlist yang harusnya lembut dan anggun itu.

"You know me soo weeeelll-"

"Ngapain sih kamu masukkin lagu ini?!"

Where We LandWhere stories live. Discover now