20 -Last-

3.6K 181 41
                                    

Okee. Tarik nafas....

Buang...

Bacanya pelan pelan, biar gak cepet abis:'

Happy reading!















×

Kacau. Sebuah benteng setebal dua meterpun pernah runtuh. Sebuah batu besarpun bisa hilang terkikis waktu. Karena pada hakekatnya tidak ada yang benar-benar kekal di dunia ini. Tapi apakah benar ini sebuah akhir?

Semua orang juga pasti berjerit. Suatu juang yang membuang tenaga dan pikiran selama bertahun-tahun akan kandas begitu saja. Benteng kekal, batu besar, baja kokoh, semua akan hancur karna kelengahan. Terkikis oleh waktu. Perlahan-lahan, tapi menyakitkan. Menyaksikan proses runtuhnya sebuah usaha yang telah disusun rapi rapi.

Haruskah melepaskannya? Haruskah membiarkannya runtuh? Karna seonggok raga sudah tak mampu berbuat apapun. Fisiknya sakit. Hatinya terluka. Apalagi yang bisa dilakukan? Mengandalkan pasukan bayaran yang satu persatu telah gugur?

Tidak. Cukup sudah. Jika Ia bisa berteriak, maka kakinya akan berlari menuju pusat kerusuhan dan kehancuran, lantas berteriak lantang mengucap kata 'Berhenti'. Sudah cukup melelahkan. Sudah begitu menyakitkan. Bukan hanya untuk dirinya, tetapi juga para rekan dan pasukannya.

Chanyeol hampir mengukir kata menyerah. Tak ada lagi yang bisa Ia lakukan untuk mempertahankan perusahaan miliknya. Tidak. Bahkan dirinya ragu bisa mempertahankan diri, keluarga, dan teman-temannya.

Chanyeol sakit. Bukan hanya fisik. Tapi jiwa dan hatinya. Sebuah lubang hitam perlahan menariknya. Seperti menawarkan sebuah akhir yang pahit. Seperti menawarkan alam kematian yang lebih baik. Ia lengah. Satu langkah lagi Ia benar-benar jatuh pada lubang hitam itu.

Nafas Hana berderu cepat. Kakinya mulai gemetar tak sanggup menahan berat tubuh Chanyeol. Sementara itu Hana melihat Krystal, Tiffany, dan Sehun sang ahli bom yang menunggu dirinya dan Chanyeol.

"Papa, bertahan sebentar lagi"

Air mata membasahi wajah Hana. Tubuhnya gemetar hebat saat tiba di balik mobil hitam tempat orang-orang berlindung.

Hana membungkuk. Perlahan melepaskan tangan Chanyeol dari bahunya. Krystal dan Tiffany tak tinggal diam. Mereka membantu. Memberikan sedikit kenyamanan duduk pada Chanyeol yang sudah diujung kesadaran.

"Chanyeol, tahan sebentar lagi," Ucap Tiffany sembari mengelus lembut wajah pucat Chanyeol. Ia menoleh pada Hana yang lebih panik darinya, "Kamu nggak papa? Ada yang luka?"

Hana menggeleng cepat. Meski air matanya masih mengalir deras, tapi Ia lebih mengkhawatirkan Chanyeol ketimbang dirinya.

"I'm oke. But, daddy.."

"I'm fine, honey," Jawab Chanyeol ringkih.

Hana meraih tangan Chanyeol, menggenggam erat dan mengecupnya, "Please, stay with me, Dad"

"Kakak!"

Suara gemetar Karolyn mengalihkan perhatian semua orang di balik mobil hitam ini. Pandangan mereka tertuju pada dua orang laki-laki yang tengah beradu kekuatan.

Karolyn terkejut. Telapak tangannya reflek membungkam mulut yang sedikit terbuka. Guanlin di sana, dengan darah yang mengucur dari lengan kirinya akibat mengelak dari serangan Siwon dengan pisau.

Pertarungan menegangkan terjadi beberapa saat. Siwon yang sudah hilang akal masih berusaha menyerang Guanlin. Sementara remaja laki-laki itu tak berlari menghindar, melainkan berusaha menyadarkan Papanya.

Daddy × Pcy[End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang