❝ I don't want a friend
I want my life in two
Waiting to get there
Waiting for you
I'm done fighting all night ❞Tadi pagi di rumahku, jauh sebelum aku berada di tempat asing ini—mentari berkilau menembus kaca jendela dari sisi kamarku yang lusuh dan sorot cahayanya jatuh ke atas tempat tidur. Entah bagaimana, ratusan partikel debu yang mengambang naik di antara pola cahaya justru menciptakan perasaan-perasaan yang menyenangkan.
Lalu tadi pagi, melalui grup chat para pecundang, aku mendapat kabar bahwa senior Young yang suka mengguyuriku dengan air endapan sampah itu pergi bermalam di balik jeruji besi akibat ulah bar-barnya. Baguslah pikirku, senin ini tubuhku bakal harum sepanjang hari.
Tadi pagi juga, tetanggaku yang biasa bersikap acuh tak acuh datang mengetuk pintu dan memberikan dua bungkus lauk dan kimchi untuk makan malam. Dia bilang suaminya mendapat promosi naik jabatan jadi mereka berpesta semalam suntuk dan ada banyak makanan yang tersisa. Aku beruntung lagi pikirku, meski tidak puya keluarga, ada tetangga yang menaruh peduli padaku.
Masih di pagi yang sama, ketika aku berangkat pergi ke sekolah dan melewati mini market tempat biasa aku bekerja paruh waktu, managernya yang bertubuh gempal dan senang menggerutu mendadak menghampiri dan tiba-tiba beberapa lembar won sudah mendarat di telapak tanganku. Kupikir, mungkin jumlah penjualan beberapa minggu ini berada di luar dugaan dan saat itu juga bayangan mengenai kerja kerasku melintas di benak manager.
Jadi sepanjang pagi itu, berulang kali aku sibuk berpikir betapa beruntungnya aku—tanpa tahu jauh di angkasa, para dewa sedang memainkan sebuah lelucon dan kebetulan hari ini aku jadi korbannya. Apa itu disebut Prank? Penipuan berkedok humor?
Aku tidak pernah berhenti bertanya-tanya bagaimana mungkin ketika siang beralih ke senja, aku berada di kondisi yang jauh berbeda. Kemana perginya keberuntungan yang sebelumnya membuntutiku?
Tubuhku tergolek di lantai keramik dengan pipi menempel di permukaannya yang dingin. Samar-samar aku mencium aroma pembersih lantai menguar dari sana juga uap kopi yang baru saja diseduh—begitu dekat seakan cangkirnya berada di depan hidungku.
"Beritahu aku namamu."
Aku tidak dapat memikirkan jawaban apapun jika diajak bercengkrama oleh pria asing dengan kedua mataku yang ditutup, tangan terikat kencang ke belakang pinggang, juga dengan dirundung rasa nyeri luar biasa pada tungkai kakiku yang bengkak.
"Kau tidak perlu takut, aku tidak akan menyakitimu."
Aku bungkam, masih sesegukan. Sejak aku bangun dari pingsanku beberapa menit lalu, yang kulakukan hanya menangis dan memohon. Lagipula ketakutanku tidak akan lenyap jika diminta pergi oleh orang yang menyebabkannya.
"Berhentilah menangis, tenangkan dirimu. Malam ini kau bakal berhadapan dengan dia—orang yang melayangkan pemukul kasti ke kaki rampingmu."
Ada badai dalam perutku setiap kali pria itu bersuara dengan tenang dan lembut. Seakan hitam pekat yang menyelubungi pandanganku menjalar turun ke tengkukku yang kelu juga basah oleh keringat. Aku ingin muntah.
"Tolong..." pintaku untuk yang kesekian kalinya sembari mengerjap-ngerjapkan mata, berusaha menggeser penutup mataku yang sudah basah, "Apa kau pacar senior Young? Apa senior ada di sini? Kumohon, akan kulakukan apa pun untuk kalian."
Ia tidak memberi tanggapan apapun dan yang sampai ke telingaku hanyalah bunyi deru pendingin udara.
"Kau benar-benar menyedihkan..."
Sesaat setelah mendengarkan ucapannya, aku berhenti merengek. Daripada mencemooh, jelas barusan ia terdengar... prihatin.
Jika sebegitu menyedihkannya aku, mengapa kalian melakukan ini? Mengapa kalian melakukannya di saat kupikir hari ini akan jadi satu hari yang menyenangkan? Kenapa mematahkan harapanku?
"Lalu kenapa... kenapa melakukan ini padaku?"
"Aku juga tidak habis pikir kenapa dia memilih gadis ringkih sepertimu. Tapi jangan khawatir, aku bersamamu." komentarnya, dan itu sama sekali tidak membantu.
Sesaat kemudian, aku merasakan sentuhan pada tungkaiku yang bengkak. Aku tersentak dan beringsut sekuat tenaga tanpa memperkirakan kemana tubuhku akan bergerak sampai tanpa sadar aku justru membenturkan kepala ke dinding.
"Tidak bisa kah kau patuh sebentar saja pada ucapanku? Tenanglah."
Ia kembali menyentuh tungkaiku dan aku masih meringis meski ia sudah melakukannya dengan amat lembut. Sesudahnya aku mencium bau zat kimia yang namanya tak dapat kuingat. Apa itu antiseptik? Atau salep pereda nyeri? Aku tidak peduli pada apa yang ia balurkan, aku hanya ingin berlari dari sini, berlari dengan satu kaki ataupun merangkak menyeret badanku di lantai. Aku harus pergi.
"Aku kasih beberapa tips..." Tubuhku bergetar bersamaan dengan usapan tangannya pada pergelangan kakiku yang lain, "...dia suka bermain dan kau akan benci pada peraturannya. Kau pasti kalah dan jika itu terjadi, maka memohonlah seperti kau memohon pada Tuhanmu, bersimpuhlah ke tanah untuk nyawamu."
Tubuhku membeku dan aku tidak tahu harus melakukan apa. Aku mendengar keheningan dan sesekali dengkingan mesin yang asing, berbagai aroma menyerbu masuk ke pernapasanku, sentuhan di permukaan kulitku pun juga terasa tajam menusuk. Berbagai stimulan masuk bergiliran tetapi mataku tidak dapat menangkap satu pun warna selain hitam pekat. Aku merasa seperti bom waktu yang ditenggelamkan di dasar laut yang dingin—sengaja dibiarkan meledak di tengah gelap.
Aku sadar inderaku yang lainnya jadi jauh lebih sensitif selagi mataku ditutup. Kini aku merasakan jarak di antara aku dan satu-satunya pria asing dalam ruangan ini perlahan menipis. Tubuhnya punya aroma lembut yang mirip seperti cemara dan pinus—pula aroma kopi dari hembusan napasnya yang hangat menyapu wajahku saat ia bergumam, "Semoga malam ini, Tuhan mengasihanimu."
.
.
.
to be continuedA/N : ah halo! Aku menistakan Namjoon kali ini, mohon kebijaksanaan untuk pembaca ya. ratingnya mungkin.. R atau NC17? disebabkan adanya beberapa ucapan kasar dan adegan kekerasan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Slow Dancing in The Dark | Kim Namjoon
Fanfiction"... tapi jikalau kau terus-terusan ingin mati saja, itu kenangan pahit." 🔺A short story / FICLET 🔺You X Kim Namjoon BTS 🔺Tracklist : Slow Dancing in The Dark - Joji Written in June 17th | Cover by peach-nuc