16 Januari 2014
Bau antiseptik segera tercium oleh Jongin begitu ia membuka matanya. Saat pertama ia tak dapat melihat dengan jelas, perlahan ia melihat dinding putih dengan jelas. Dia mendengar suara ‘beep’ dari mesin di sisinya. Ia meringis ketika tiba-tiba merasa sakit di kepalanya.
"Jongin?" Seorang gadis berbisik pelan.
Ketika penglihatannya menjadi lebih jelas, ia bisa melihat Yura berdiri di dekatnya.
"Oh my god, Kau bangun," air mata mengalir dipipi Yura. Dia mendekat dan memegang tangan Jongin.
"Kau hampir mati. Aku pikir Kau tak akan pernah bangun." Dia menggeleng dan memegang tangan Jongin lebih erat. tubuh Jongin menegang dan ia menarik tangannya dari pegangan Yura.
Yura meringis dan merasa nyeri di matanya. "Oppa, Kau membuat dirimu sendiri overdosis."
Jongin memejamkan mata dan mencoba untuk membuat dunia memudar. Namun dunia masih berdiri. Dia merasa lelah.
Ketika ia membuka matanya lagi, warna mata biru menatap ke arahnya. Mata yang penuh dengan harapan dan kesedihan. Mata yang tampak mirip dengan Kyungsoo.
"Yura ...." Suara Jongin terdengar serak.
"Ya, oppa?" Air mata masih mengalir dari sudut matanya. Yura tak repot-repot untuk menyeka air matanya. Dia tampak begitu rapuh dan lemah.
Jongin meringis melihat pemandangan didepannya, ia merasakan sakit yang menusuk hatinya.
"Aku menyukai kakakmu, Yura." Dia menatap langit-langit rumah sakit, berusaha menghindari tatapan Yura.
"Aku mencintainya, juga." Yura berkata lembut.
"Tapi aku sangat mencintai Kyungsoo. Aku mencintainya lebih dari sekedar teman." Suaranya bergetar.
"Aku tahu. Aku tahu. Aku mengetahuinya kemarin, oppa."
"Kau tahu?" mata Jongin melebar dan ia menatap Yura. Mata mereka bertemu,Yura mengangguk.
"Pada awalnya, Aku merasa sakit, tapi kemudian aku merasa senang. Aku senang untuk Kakakku. Dia meninggal dalam keadaan dicintai dan aku tahu ia mencintaimu juga, oppa. Tidak ada yang pernah mencintainya seperti yang oppa lakukan." Yura menggigit bibirnya.
"Jangan melakukan hal ini lagi. Jangan. Aku sudah kehilangan Kakakku, aku tak akan mampu bila kehilanganmu juga oppa. Aku tahu kau tak akan pernah mencintaiku seperti kau mencintai Kyungsoo oppa, tapi hanya berada di sini. Hanya berada di sini dan tetap hidup, itu sudah cukup.”
Jongin menggeleng "Tapi aku menyakitimu. Aku melamarmu agar aku bisa tinggal di dekat Kyungsoo, aku memanfaatkanmu, Yura. Aku tak layak menerima kebaikanmu."
"Tidak, oppa. Aku mengerti apa yang kau lakukan hanya untuk tinggal dengan kakakku. Aku memahaminya dengan benar. Aku tahu kau sangat mencintainya, dan itulah apa yang kita lakukan ketika kita mencintai seseorang, kita mencoba menemukan cara untuk tetap bersama.”
"Bahkan jika itu adalah cara yang salah? Aku memilih cara yang salah dan sekarang Kyungsoo membunuh dirinya sendiri karena aku," tubuh Jongin menggigil, ia merasa air matanya akan jatuh dari matanya. Tapi dia menahan mereka.
"Dia tidak bunuh diri. Aku tahu kakakku dan aku tahu dia tidak akan mencoba membunuh dirinya sendiri. Kau percaya padanya, bukan?" Yura memegang tangan Jongin lagi, dan kali ini ia tidak menarik diri.
Jongin mengangguk, mereka berdua menangis bersama sampai tidak ada lagi air mata yang mengalir.
♦♦♦
Di malam hari, dokter memeriksa tubuh Jongin dan menulis sesuatu di clipboard-nya. Yura tengah mengurus administrasi sehingga Jongin bisa keluar dari rumah sakit.
"Apakah kau yakin kau sudah merasa baik-baik saja?" Dokter melengkungkan salah satu alisnya.
"Ya, aku baik-baik saja. Aku hanya ingin segera keluar dari sini."
"Baik. Tapi kamu masih perlu datang kesini untuk menjalani terapi Senin depan nanti, kau mengerti?"
"Yes sir." Jongin memberi hormat ala tentara. Dokter tersenyum sebelum meninggalkan ruangan.
Yura selesai dengan file administrasi dan kembali ke kamar Jongin.
"Jadi apa kau siap untuk mulai menghirup udara segar lagi oppa?" Yura tersenyum padanya.
"Ya. Tapi bisa kita mampir ke toko bunga?"
"Untuk apa?"
"Aku rasa aku harus pergi ke suatu tempat terlebih dahulu."
♦♦♦
Butuh waktu 45 menit dari rumah sakit ke daerah Dongjak-dong, dan 20 menit lebih untuk mencari sebuket bunga gardenia putih.
"Gardenia melambangkan kesucian dan kebaikan. Mereka menandakan cinta tersembunyi, mereka menyampaikan rasa sukacita, mereka memberitahu sang penerima 'Kau indah'."
Jongin tersenyum saat teringat apa yang dikatakan Kyungsoo tentang bunga favoritnya. mobil Yura berhenti di tempat parkir Seoul Memorial Cemetery.
"Bisakah kau tinggal di mobil? Aku butuh waktu sendirian dengan Kyungsoo"
"Baik." Yura tersenyum dan menepuk bahu Jongin. Dia mengambil napas dalam-dalam sebelum keluar dari mobil dan berjalan di trotoar.
Ketika udara dingin bulan Januari menyapa dirinya, ia menggigil, tapi ia terus berjalan. Dia berhenti di sebelah pohon cedar ketika melihat seseorang tengah berdiri di depan batu nisan di mana tubuh Kyungsoo dikremasi dan dikuburkan. Mungkin seorang pria karena ia mengenakan tuksedo hitam.
Jongin tidak bisa melihat siapa itu karena orang itu menghadap ke arah yang berbeda. Tapi dari cara bahunya yang bergetar, Jongin tahu bahwa ia menangis.
Jongin menunggu beberapa saat sebelum mendekati pria itu. Dia berdeham sebelum berkata:
"Maaf -?" Matanya melebar ketika ia menyadari siapa orang tersebut. "Mr. Do?"
Ayah Kyungsoo.
Jongin bertanya-tanya mengapa pria yang tampak seperti batu di pemakaman sekarang menangis di depan batu nisan anaknya.
Mr Do mengangguk sopan. Dia tidak bertanya mengapa Jongin disini atau apa pun. Mereka berdua berdiri kaku dan canggung disana menghadap batu nisan Kyungsoo dengan keheningan melanda mereka.
Jongin meletakkan bunga gardenia di batu nisan Kyungsoo.
Kyungsoonya.
Sebagian dari dirinya ingin menggali kuburan tersebut.
Sebagian dari dirinya percaya bahwa Kyungsoo masih hidup.
Sebagian dari dirinya ingin menjerit rasanya sakit saat Kyungsoonya pergi.
Tapi sebagian dari dirinya yang lain tahu dia harus melepaskannya.
Dia menghela napas sebelum berbalik, siap untuk pergi, tapi terhenti ketika Mr Do berbicara "Apakah bunga gardenia-…bunga favoritnya?"
Jongin berbalik dan mengangguk.
"Aku tak pernah tahu bunga favoritnya, makanan favoritnya, film favoritnya atau apa yang ia inginkan untuk hidupnya," kata Mr Do dengan nada pahit. Matanya menggelap.
"Aku hanya ingin memberikan yang terbaik untuknya sehingga ia bisa tumbuh menjadi seorang pria yang sukses. Aku bekerja keras untuk membangun perusahaan, aku ingin dia mewarisinya sehingga ia tidak harus menderita dengan kemiskinan seperti apa yang aku alami ketika aku masih anak-anak. Tapi sekarang, aku sudah kehilangan dia” lanjutnya sambil menahan air mata.
topeng dingin ayah Kyungsoo lenyap, ia tampak seperti ayah biasa yang kehilangan anaknya. Rentan, dan penuh kasih. Jongin berdiri di sana, dan tak tahu bagaimana menanggapinya.
"Semua pilihan yang aku buat untuk dia adalah untuk kebaikannya sendiri," Mr. Do menggeleng.
Jongin ingin berteriak bahwa pilihan yang baik untuk ayah Kyungsoo bukan berarti baik untuk Kyungsoo. Dia ingin menyalahkan ayah Kyungsoo, karena tindakannya, Kyungsoo menjalani hidup dengan kesepian.
Tapi sebagian dari dirinya tahu jika dia ingin merelakannya, maka ia perlu belajar untuk memaafkan. Terutama memaafkan dirinya sendiri juga.
Jadi, Jongin mengatakan, "Kadang-kadang, kita membuat pilihan yang salah."
"Aku mencintai anakku, tapi sudah terlambat sekarang." balas Ayah Kyungsoo lebih untuk dirinya sendiri daripada untuk Jongin.
"Tidak pernah ada kata terlambat untuk berubah"
"Tapi---"
"Yura masih hidup dan dia adalah putri Anda. Dan Kyungsoo tidak ingin adiknya hidup sengsara," Jongin tidak tahu dari mana dia punya keberanian untuk mengatakan itu, tapi ia tetap mengatakannya, sementara ayah Kyungsoo tampak terkejut dengan kata-katanya.
"Mr. Do, bagaimana tentang sarapan besok? Anda dengan saya dan Yura di restoran favorit Kyungsoo. Mereka melayani pancake paling enak di Seoul. Anda bilang anda ingin tahu tentang Kyungsoo lebih baik, bukan? Demi Kyungsoo."
"Aku ada rapat besok. Mungkin lain kali."
"Baiklah," kata Jongin, berusaha menyembunyikan kekecewaannya. Mungkin akan membutuhkan banyak waktu bagi orang untuk berubah menjadi lebih baik. Ini akan memakan banyak waktu bagi orang untuk tetap berkabung sebelum akhirnya melepaskannya.
Jongin berbalik, dan kali ini ayah Kyungsoo tidak mengatakan apa-apa. Dia melewati pohon cedar, matahari mengintip dari balik awan.
Dia tidak bisa membayangkan hidupnya tanpa Kyungsoo. Tapi hidup adalah hidup dan mati adalah mati. Hidup bergerak maju untuk dirinya, sedangkan untuk Kyungsoo, kehidupannya telah berhenti.
Kyungsoo akan selalu berumur 20.
Kyungsoo akan selalu hidup dalam hatinya.
Cintanya akan selalu membara selamanya dan tak pernah memudar.
Ketika udara dingin bulan Januari menyentuhnya, hal itu tidak membuat Jongin menggigil lagi.
Entah bagaimana ia merasa hidup.
Author’s Note:
Untuk semua orang yang mencoba untuk menemukan jati dirinya didunia yang besar ini.
Untuk semua orang yang tersenyum setiap hari tetapi masih menangis dalam kesendirian saat menjelang tidur.
Untuk semua orang yang bersembunyi di balik topeng palsu karena itu lebih mudah daripada menjadi diri sendiri.
Hal itu lebih mudah untukmu menjadi seperti apa yang orang lain harapkan.
Orang-orang akan melihatmu.
"Pintar"
"Cantik"
"Kutu buku"
"Pelacur"
"Jelek"
"Gendut"
"Penderita anoreksia"
Dan kadang-kadang lebih mudah bagimu untuk bertindak seperti bagaimana orang lain melihatmu daripada menjadi seperti dirimu sendiri.
Hal ini lebih mudah untukmu tersenyum palsu daripada memberitahu dunia bahwa dirimu tengah tersakiti.
Tetapi semakin kamu menyembunyikannya,
Semakin kamu tidak bisa mengekspresikan diri
Semakin kamu meninggal didalam perasaanmu
Dan suatu hari kamu akan terbangun dengan perasaan kehilangan.
Kamu akan terbangun dan tidak akan tahu apa yang kamu lakukan.
Di sini, ketika dirimu mengubur kebencianmu terhadap seseorang. Kamu mengira kebencian itu akan pergi?
Tidak.
Hal ini seperti bom waktu.
Suatu hari nanti itu akan meledak dan bahkan membuat perasaanmu lebih parah.
Sama seperti ayah Kyungsoo.
Dia mencintai anaknya tapi dia menyembunyikan cintanya dibalik topeng palsunya. Sifat palsunya.
Dia adalah seorang pemimpin perusahaan. Dia harus bertindak keras sepanjang waktu. Dia harus menyembunyikan emosinya. Atau ia akan tersingkir dari jabatannya.
Dalam asumsinya, orang tidak akan menghargai dirimu sebagai seorang pemimpin jika dirimu lemah.
Dan mungkin untuk ayah Kyungsoo, kehormatannya adalah sesuatu yang harus dia pegang teguh.
Kembali ke chapter satu, ia tidak menunjukkan emosi apapun saat Kyungsoo meninggal, tapi itu tak berarti ia tidak mencintai Kyungsoo.
Tidak ada orang tua yang tidak mencintai darah daging mereka sendiri.
Kadang-kadang mereka hanya membuat pilihan yang salah.
Tapi siapa yang harus disalahkan?
Setelah semua, orang tua masih manusia.
Terikat untuk membuat kesalahan.
Jadi jika kamu masih bernafas saat membaca ini,
Jadilah dirimu sendiri yang sesungguhnya.
Menangislah ketika Kamu sedih.
Tersenyumlah ketika Kamu senang.
Jangan biarkan orang mendikte dirimu.
Jangan biarkan orang mendefinisikan siapa dirimu.
Tidak peduli apa, orang-orang akan selalu menjudgemu dan menilaimu.
Jika Kamu gemuk, mereka akan mengatakan "ugh, dia terlihat seperti babi"
Atau jika Kamu kurus, mereka akan mengatakan "ugh, apa dia menderita anoreksia?"
Orang-orang tidak akan pernah berhenti dengan omong kosong yang mereka katakan tentangmu.
Yang penting adalah apa yang Kamu pikirkan tentang dirimu.
Be real.
Be alive.
Berhenti membenci diri sendiri dan merasa minder.
"Kau menakutkan dan aneh dan cantik, seseorang, tidak tapi semua orang tahu bagaimana cara mencintai." - Warsan Shire
Dalam chapter terakhir, beberapa dari kalian bertanya ‘Jadi apakah Kyungsoo sengaja meracuni dirinya dengan karbon monoksida dan meninggal karena bunuh diri, atau itu semua hanya kecelakaan?’
Tentukanlah oleh dirimu sendiri .
Aku tahu kalian semua memiliki keyakinan, benar?
Dan yeah, chapt selanjutnya akan menjadi chapt terakhir.
KAMU SEDANG MEMBACA
Last January ☆ Translate Indonesia ☆ (Complete)
Fanfiction"Aku menyadarinya bahwa orang yang membuatku tersenyum bahagia lebih dari siapapun didunia ini tidak bisa dirimu lagi" "Tiup lilinnya" "Buatlah keinginan" dia menutup matanya "Aku berharap aku mati"