Nadira membuka gerbang rumah yang tak terkunci. Mamanya mungkin belum pulang, Nadira menutup kembali gerbang dan mengambil kunci rumah yang ia sembunyikan di salah satu pot bunga. Nadira itu malas jika harus mengubek ubek tas. Jadi ia ambil langkah praktis.
Nadira membuka pintu dengan pelan. Gelap. Nadira sebenarnya sudah parno sendiri. Pasalnya ia takut gelap. Katakanlah ia penakut, ya memang benar Nadira itu penakut. Nadira menelan ludah, menengok mencari saklar lampu.
Nadira langsung masuk ke kamar. Berlari terburu buru, sampai di kamar Ia merebahkan tubuh ke atas kasur. Nadira masih mengingat dengan jelas saat Vian memberikan sebuah kartu undangan. Undangan pertunangan Vian dengan Kania. Mengingatnya saja sudah membuat hati ini cenat cenut.
Lah anjir, niat mau move on, malah dah makan ati duluan. Kan ga lucu.
Nadira membuka kresek belanja tadi. Mengeluarkan botol soda. Nadira teringat Alta, sebenarnya ia sedikit kasihan belum lagi ia sudah berbohong tentang namanya. Hedeuhh. Mungkin jika ia bertemu lagi dengan Alta ia akan meminta maaf dan mengganti uang. Tapi untuk sekarang ia akan berpesta kecil. Dengan racauan dan umpatan yang diperuntukan untuk Vian tepatnya.
###
Nadira mendengar suara wanita yang memanggil. Ia mencoba membuka mata perlahan-lahan. Kemudian pintu kamar dibuka. Terlihat sang Mama membuka pintu dengan seragam kerja. Diana-Mama Nadira- melangkah masuk ke kamar.
"Rara, Ayo bangun sayang. Mama berangkat pagi hari ini. Kamu di rumah sendiri engga papa kan?"
Diana menyibak korden kamar Nadira. Diana menoleh, menatap Nadira yang masih berbaring dengan mata sudah terbuka. Sebenarnya Diana ingin menghabiskan akhir pekan dengan anak perempuannya, tetapi mau bagaimana lagi? Pekerjaan kantor menunggu. Jika boleh jujur, ia sudah lelah dengan kesehariaannya. Namun ada Nadira yang menjadi tanggung jawab Diana membuat seorang ibu berkepala 4 itu harus bekerja lebih keras untuk mencukupi kebutuhan.
"Iya ga papa. Mama berangkat aja gih, nanti telat lho"
Kemudian Nadira beranjak pergi ke kamar mandi. Nadira menghela napas, berusaha tetap tenang meski kepalanya sedikit pusing.
"Kalau begitu Mama berangkat dulu. Jangan lupa sarapan ya"
Diana lalu menutup pintu kamar. Diana sudah menyiapkan sarapan di meja makan, berharap Nadira akan segera makan nanti. Setelah bersiap diri, Diana berangkat meninggalkan Nadira yang masih termenung di dalam kamar mandi. Memikirkan banyak hal yang sudah ia lewati.
Ia ingin bercerita masalahnya dengan Vian namun, hati Nadira yang belum siap. Belum siap untuk melihat Mama yang akan kembali bersedih. Bersedih untuk Nadira tentunya.
###
Nadira memakan sarapan dengan menonton TV. Sebuah berita menampilkan pemandangan pantai yang indah. Terbesit keinginan untuk pergi ke sana. Nadira hanya tersenyum kecut. Bagaimana mungkin ia pergi ke sana jika dirinya saja tak punya biaya atau modal apapun. Meminta kepada Mama pasti akan menambah beban pekerjaan, padahal Nadira tau Mama sudah bekerja keras. Tiba-tiba napsu makan Nadira hilang begitu saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Travelling U
Teen Fiction"Maaf Nad, kamu harusnya engga sama aku untuk saat ini" "...." "Nad, Aku mohon tolong ngertiin aku" "Gue dah nunggu sekian lamanya dan sekarang lo mau gue pergi?" "Bukan gitu Nad, Aku hanya gak bisa nolak permintaan orang tua aku. Kamu tau kan Ma...