"jadi Risya punya kakak, ma?"
Wanita paruh baya itu tersenyum sendu, lalu mengangguk. "iya, sebenarnya Risya punya kakak.
Gadis kecil itu berbinar, "bener? Kok nggak pernah nemuin Risya. Kakak marah ya sama Risya karena suka nakal?" tanyanya dengan wajah polos membuat sang mama menelan ludah susah payah agar bisa tetap tersenyum.
"iya, kakak kamu marah gara-gara kamu suka nakal."
Gadis berusia 6 tahun itu hanya memajukan bibirnya, sangat mengemaskan. "yaudah deh kalo gitu, Risya janji nggak bakal nakal lagi biar bisa ketemu kakak"
Tangannya mencengkeram besi pembatas balkon, menggelengkan kepalanya berulang kali seolah jika ia melakukannya memori itu akan menghilang.
Tapi, nyatanya seolah belum cukup membuatnya menderita sebuah kenangan hinggap tanpa bisa ia cegah. Risya hanya menutup mata, dengan posisi tangan yang sama, bahkan tangannya sudah memerah.
"kira-kira kakak Risya cewek atau cowok" pertanyaan dadakan yang dilontarkan putrinya itu mampu menghentikan aktivitas mama nya.
Rani, sang mama hanya menatap nanar putrinya. "maunya gimana" balasnya bertanya. Risya terdiam sebentar.
"pengen kakak cowok"
"kenapa?" tanya Rani lagi. Risya meletakkan jari telunjuknya di kepala, seakan tengah berfikir.
"kalo aku punya kakak cowok, pasti keren. Aku bisa pamer ke teman-teman ku, lagian kan kalo cowok bisa ngelindungi Risya saat Risya diganggu anak nakal" jawabnya panjang lebar disertai cengiran mengemaskan.
Tidak peduli tangannya terasa panas, Risya malah memperkuat cengkeraman nya. Lagi dan lagi waktu seolah melempar Risya beberapa tahun silam, membuatnya terduduk lemas sambil memejamkan matanya.
"meninggal? Apa maksud mama?!" Rani beserta suaminya Surya sontak terkejut melihat Risya tiba-tiba menyahut di ambang pintu dengan mata yang sudah basah.
Baik Rani ataupun Surya hanya mampu terdiam, sampai suara serak Risya kembali terdengar. "mama jawab. Apa maksudnya? Siapa yang meninggal?"
Rani menoleh ke arah Surya, seakan meminta persetujuan, Surya mengangguk. "mungkin Risya perlu mengetahui kebenarannya"
Rani menghela nafas, air matanya sudah tidak dapat ia tahan lagi. "kakak kamu sebenarnya sudah meninggal, bahkan jauh sebelum kamu lahir"
"Waktu itu saat papa mu di luar kota, kakak kamu berusia 3 bulan, waktu itu entah apa yang merasuki mama sampai mama meninggalkan kakak mu dengan babysister sendirian. Mama pergi ke toko dekat rumah, sebentar saja, bahkan tidak ada 15 menit. Tapi-"
Belum sempat Rani menyelesaikan ucapannya, isakan yang mati-matian ia tahan akhirnya keluar. tubuhnya bergetar, rasa bersalah 10 tahun yang lalu seolah menikam nya. Surya dengan sigap menangkap tubuh istrinya yang hampir terjatuh.
"Risya?"
Mata Risya terbuka, nafas nya benar-benar tidak bisa ia kendalikan. Ia seperti orang yang hilang kesadaran dirinya sendiri. Seperti orang tidur yang disiram air es. Sampai sebuah tangan menyentuh pundaknya, membuat Risya tersadar.
"kamu kenapa? Kok belum tidur?"
Risya menoleh, mendapati mama nya yang berada di sampingnya dengan segelas susu. Risya menggeleng.
"nggak pa-pa kok" jawabnya singkat lalu mendongak menatap langit yang cerah, sangat berbeda dengan suasana hatinya sekarang.
"Risya.." panggil Rani lembut, tapi Risya paham arti panggilan tersebut. "ma, please. Semuanya juga butuh waktu"
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear heart
Ficção AdolescenteIni kisah sederhana, tentang bagaimana kita jatuh, terluka, kemudian patah. Tentang perjuangan yang selalu berujung penolakan. Tentang kepercayaan yang dikhianati keadaan. Juga..... Tentang mereka. Arka dan Risya. ******...