puisi kesepuluh
biasa yang sederhana.
halo.
hari ke hari beranjak petang.
gurun di dadaku gersang.malam kelima belas.
dua puluh empat jam putaran poros di tiap harinya.
orang-orang silih melongok
membawa berita lelucon dari kota seberang.
mungkin berpikir mampu membuatku tertawa selepas derita yang diterima.tidak mau.
karena nona tidak ada.iya-iya. sudah cemoohnya.
ini salah pribadi yang terlalu ragu untuk membuka diri.capek sekali, nona.
mei tidak ada.
tidak hadir di sini untuk kuajak bertatap mata dan gantinya kutawarkan cerita yang diikat pada bungkus permen.waktu kutanya melalui wartel di ujung desa, mei menjawab,
"tipuanmu tidak berarti. aku datang pun kamu tetap akan merasa kesepian."pekat ini,
datang temanku memberi tahu.
katanya, kamu ingin sekali bertemu.
katanya, kamu rindu.kugenggam tangan temanku itu, dan dia langsung merasa tak enak rasa.
"bilang ke gamma, aku mau dia menjauh."
perihal kita, nona, aku tidak bisa menjabarkan.
jahat, memang. tapi bisa sajakah kamu lupakan?seharusnya tak ada yang diharapkan dari bulan-bulan yang tak punya cahayanya.
biarkan mati saja.
bintang-bintang masih banyak tersisa.oleh,
hwhj di bandung. (malam-malam di kamar rumah sakit, sedang membuka jendela sambil menulis ini. maaf sedikit, kukira ini cukup untuk ucapkan selamat tinggal dan permisi)hm kalo kalian udh baca mereka dengan ceritanya mmf bgt y ak merasa jahat krn knp y ceritaku sad-sad begini pls jgn hujat ak 😔😔😔😔😔😔
btw mau gue kebut ga ini cerita? tapi gue takut kalian ga terima sama endingnya haha
btw lagi yo denger lagu di mulmed enak bet cocok sama part ini
KAMU SEDANG MEMBACA
Kalimat Tak Butuh Rumah
FanfictionSuatu saat, kita akan bercerita untuk seseorang. Suatu saat, kita akan berani menyusun kata-kata untuk menghidupi seseorang. Meski raga kita mati, puisi-puisi tidak akan pernah kehabisan nyawa bagi mereka yang membacanya. // status: finished featur...