Pagi ini sang fajar membias ke arah sudut jendela.
Sangat terang seakan mengingatkan pemudi itu soal kekasihnya yang akan meneleponnya malam nanti.Perasaan yang tak tertahan karena tak jumpa beberapa tahun, dan kerinduan yang sudah tertumpah tercecer karena jarak dan waktu akan dicicil untuk diberikan padanya malam ini.
Tak sabar ingin mendengar suara kekasihnya, sang pemuda pergi menunggu malam yang akan terasa sangat lama oleh penantian.Malam tiba, pemuda itu menunggu di depan telepon rumah miliknya dengan raut wajah tidak sabar yang siap mengenyam rindu dan bahagia yang akan datang.
*kriing* *kriing*
Telepon miliknya berdering.
Tanpa jeda sedetikpun, dengan tangkas ia meraih gagangnya.
"Ha...halo?" Ia tergagap-gagap, dan tangannya gementar.
Namun hanya terdengar suara tangis dari balik telepon, membuat sang pemuda tersenyum seraya berkata.
"Oh...rinduku ternyata telah sampai ya?"
"Maafkan aku." Sang kekasih berucap sambil sesenggukan di seberang sana.
"Untuk apa? Tak ada yang perlu dimaafkan. Jika aku di sana, pasti sudah ku kecup keningmu." Sang pemuda mencoba menghentikan tangis kekasihnya.
Mereka pun berbincang sangat panjang, perbedaan waktu yang jauh dan mengharuskan sang pemuda untuk bergadang.
Namun ia tetap tak keberatan, seberapapun lamanya.
"Oiya, sudah ada jadwal pulang?" Pemuda mencoba memastikan.
"Minggu depan akan ku peluk dan cium kamu, tak peduli siapa yang melihat! Pokoknya aku rindu!" Kekasihnya berucap sambil sedikit berteriak.
"Syukurlah." Sang pemuda membalas sambil tersenyum sangat lebar.
Ia pun menunggu hari itu tiba.Dan, akupun terjaga dari mimpiku.
Mimpi perihal pemuda dan pemudi yang memadu kasih sangat dalam.
Terpisah namun sanggup pulang kembali ke pangkuan sang terkasih.
"Seharusnya, itu aku." Kataku lirih.
KAMU SEDANG MEMBACA
WAHAM.
Short StoryKetika jarak memisahkan kami. Dan waktu menunjukkan kehebatannya.