0.4

4 1 0
                                    

"Pulang ke rumah, main game, tidur. Oke sip." Carrent terus menggumam di sepanjang perjalanan menuju rumahnya.

"Ren, mabar kuy! Latih skill." Edward yang duduk di sebelahnya sedang memainkan sebuah game yang tidak asing lagi bagi Carrent.

"Tumben mau nge-game. Kenapa?" Carrent menoleh sebentar ke arah temannya itu sambil tersenyum aneh.

"Hari ini bunda, ayah, dan adek gue pergi ke luar kota."

"Adek lo yang masih kelas 9 itu?"

"Iya. Yang rewel itu. Makanya gue gak ada waktu buat main game. Digangguin sama dia."

"Kasian. Terus lo gak diajak gitu?"

"Diajak. Tapi gue gak mau. Palingan di sana tugas gue jagain adek gue, bukan liburan." Pandangannya tidak teralihkan dari game yang sedang dimainkannya.

"Haha, untung gue gak punya adek."

"Eh, yakin gak punya?" Tiba-tiba Edward menatapnya.

"Maksudnya?" Alis Carrent bertaut. Ia tidak tahu maksud Edward menanyakan hal itu. Faktanya, ia memang tidak memiliki adik.

"Eh, sorry. Ngawur."

"Hm."

'Hampir lupa.' Edward membatin.

"Eh, Ed. Btw, adek lo ada yang punya gak?" Carrent bertanya seraya membelokkan setir guna memasuki kompleks perumahan di mana terdapat rumahnya dan Edward.

"Ada."

"Siapa?"

"Gue."

Carrent menatap Edward sedatar-datarnya, "Nyesel gue nanya."

"Kenapa? Lo suka?"

"Gak juga. Tapi dia cantik."

"Cantik iya. Ngeselin iya."

Carrent hanya menatap malas sambil terus memperhatikan jalanan.

"Eh, Ren, ntar malam lo nginep rumah gue, ya?" Edward berucap memecah keheningan.

"Ih, ogah! Lu, kan, cowok. Mana mau gue tidur bareng elu?"

"Yaelah. Plis lah. Gue takut tidur sendiri." Edward memelas. Ditatapnya sahabatnya itu penuh harap.

"Nggak."

"Ntar lo di kamar gue, gue di kamar tamu. Gimana?"

"Gak."

"Atau kita main game bareng di ruang tamu sampe pagi baru lo boleh pulang plus tidur di rumah lo. Besok, kan, libur." Ide aneh itu muncul tiba-tiba, karena Edward tidak tahu cara yang lain untuk membujuk Carrent, pikirnya cara itu akan berhasil.

Carrent nampak menimang-nimang tawaran Edward.

"Boleh lah. Emang besok libur, ya?"

"Lo gak denger penyampaian Pak Revan? Besok kita diliburkan karena besok tuh acara perpisahan kelas 12."

"Oh. Tadi kan gue bolos upacara, lo yang anterin. Ya gue gak denger." Carrent tersenyum sinis melihat sahabat baiknya yang memang terkenal pelupa.

"Hehe. Lupa. Jadi, lo mau kan?"

"Nanti."

"Oke. Jam 7 datang rumah gue."

"Kalo ingat."

"Lo gak ingat, gue jemput. Titik."

"Haha, oke oke."

Carrent tersenyum. Edward adalah teman terbaiknya. Tidak mungkin dia biarkan temannya itu sendirian dan ketakutan di malam hari hanya karena keegoisannya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 14, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

TextrovertTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang