little thing

13 1 0
                                    

Kamu tahu? Terkadang saat kita fokus melakukan hal-hal besar, kita butuh seseorang untuk membantu memperhatikan hal-hal yang kecil. Walau sejak kecil, aku selalu diajarkan untuk setia kepada perkara kecil supaya dapat dipercayakan perkara yang lebih besar. Tapi maksudku adalah kita hanya manusia yang seirng kali saat fokus pada satu hal kemudian kehilangan fokus pada hal lainnya.

Sewaktu aku masih berpacaran dengan Bona dan kami sering makan siang bersama di kantin kampus. Meja paling ujung adalah tempat favorit kami berdua, karena tidak pengap sebab terletak paling dekat dengan teras dan juga jauh dari pintu, sehingga tidak banyak orang yang lalu lalang di sekitar kami.

Nyaman karena rasanya semua hanya milik berdua.

Aku fokus memperhatikan Bona yang sedang makan. Bibirnya yang sibuk menguyah, pipinya yang menggembung karena terisi makanan, pelipisnya yang sedikit basah karena keringat dan juga rambutnya yang bergoyang tertiup angin.

Ah, kalian pasti tahu rasanya memperhatikan pacar sendiri. Pasti seperti tidak ingin berhenti kan?

Mungkin berlebihan, tapi aku memang selalu menaruh perhatian kepadanya Bona, sampai aku bisa membedakan apakah Bona pagi ini mencukur rambut halus di wajahnya atau tidak.

"Makan, jangan ngeliatin aku terus," tegurnya sambil mencomot makananku.

"Ck, gaboleh?"

"Ya boleh-boleh aja, tapi jangan protes kalo makanan kamu abis aku ambilin," Bona tertawa pelan kemudian melanjutkan makan.

Detik-detik selanjutnya, aku dan Bona sibuk berbagi cerita. Bona menceritakan kalau hari ini dosennya mengamuk di kelas, sementara aku menceritakan kalau pasta gigi yang sudah aku oleskan di atas sikat gigi malah terjatuh di lantai kamar mandi saat aku hendak menutup pasta giginya.

Setelah selesai makan, aku mencuci tanganku. Saat aku kembali duduk, aku sibuk mengoleskan lip tint di bibirku. Hehe, itu sudah jadi kebiasaan supaya warna bibirku tidak hilang.

"Lipstikan terus.. kayak mbak-mbak spg make up aja."

"Protes mulu, pacarnya mau cantik aja salah."

"Kan kamu gak usah pake gituan aja udah cantik."

"Maaf, gombal anda gagal."

"Gagal aja pipi kamu merah," aku langsung mencubit tangan Bona. Kadang suka gemas rasanya, karena Bona selalu tidak mau kalah saat meledekku.

"Sakit.." tegur Bona sambil memegang tanganku yang mencubitnya.

Kemudian Bona mengalihkan pembicaraan dengan mengambil tisu yang ada di meja. Kemudian melepaskan jam tanganku dan mengelap tanganku, juga membersihkan rantai jam tangan bagian dalam yang basah terkena air saat aku mencuci tangan tadi.

"Hehe, makasih." Aku hanya mampu tersenyum.

Ah, jangan tanya kondisi hatiku.

Aku sudah menjerit dalam hati sejak Bona memegang tanganku.

NESTAPATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang