Kali ini aku akan menceritakan Bona dengan cara yang lain.
Aku sedang teringat awal-awal masa pendekatanku dengan Bona. Awalnya kami hanya sebatas teman. Memang banyak hal indah yang dimulai dari sekedar teman.
Aku adalah anak fakultas sastra sementara Bona adalah anak fakultas kedokteran. Pasti kalian heran kan bagaimana kita bisa berkenalan? Waktu itu, aku yang baru menikmati masa-masa awal kuliah masih sering pergi jalan dengan temanku yang masuk di fakultas kedokteran. Tidak jarang aku duduk minum kopi di kantin fakultas kedokteran dan Bona bilang pertama kali dia menyadari keberadaanku di muka bumi sejak aku sering minum kopi di sana.
Bagi kalian yang belum tahu, Bona adalah kakak tingkatku waktu itu. Satu waktu, saat aku sedang duduk minum kopi di kantin fakultas kedokteran, Bona tidak sengaja duduk di meja sebelah mejaku. Kami sama-sama belum mengenal satu sama lain waktu itu, namun Bona tidak asing bagiku karena dia sendiri juga sering duduk minum kopi di sana.
Kalian tahu kan, kartu pengenal mahasiswa yang biasa dikalungkan di leher? Nah waktu itu, Bona meletakan kartunya di atas meja dan mengarah ke hadapanku. Aku yang sedikit penasaran akhirnya melirik untuk membaca tulisan nama di kartu tersebut. Itu adalah kali pertama aku berkenalan, secara tidak langsung, dengan Bona.
Beberapa minggu kemudian, aku kembali duduk minum kopi disana, jujur entah mengapa kopi di sana terasa jauh lebih enak daripada di kantin fakultasku. Entah kebetulan atau tidak namun Bona duduk lagi di sebelah mejaku. Dan kali itu, Bona memulai sebuah percakapan denganku. Bona salah paham dan mengira aku adalah mahasiswa kedokteran, jadi aku hanya tertawa dan menjelaskan kalau aku bukan mahasiswa kedokteran dan kenapa aku sering duduk minum kopi di sana.
Sejak saat itu, aku jadi tidak canggung saat bertemu dengan Bona. Sampai akhirnya, entah bagaimana, Bona mendapatkan nomorku dan mulai sering mengirimi pesan singkat. Kalau dipikir-pikir, sebenarnya awal mula perkenalanku dengan Bona tidak terlalu spesial. Hanya karena itu dengan Bona, makanya aku tidak lupa.
∞
Perihal berpakaian, Bona selalu rapih. Selalu mengenakan kemeja saat berangkat kuliah, lalu merangkapnya dengan jaket atau hoodie saat pulang. Bona tidak pernah mengenakan pantofel saat kuliah, dia cenderung lebih suka mengenakan sepatu kets. Aku ingat, semasa kuliah ada sepatu yang menjadi favoritnya. Sepatu adidas berwarna abu-abu, entah tipe apa, yang hampir Bona kenakan setiap hari.
Awalnya aku selalu senang dengan pria yang rambut rapih. Namun seleraku berubah sejak aku mengenal Bona. Ada hari-hari tertentu dimana Bona memoles rambutnya dengan gel lalu menyisirnya dengan rapih ke samping. Namun juga ada kalanya Bona membiarkan rambut depannya berantakan menutupi dahinya. Percaya atau tidak, justru Bona terlihat jauh lebih menggemaskan saat rambutnya berantakan.
Saat jadwal kuliahnya penuh, Bona biasanya mengenakan kacamatanya sepanjang hari. Lalu setiap bertemu denganku, dia akan sibuk memijat hidungnya yang membekas merah dan mengeluh pegal. Lalu aku akan tertawa kecil dan merapihkan rambutnya atau membiarkannya beristirahat sejenak di pundakku.
Kacamata Bona tidak pernah menghalangiku untuk menyadari setiap detail kecil dari wajah Bona. Bona memiliki bulu mata yang lentik, yang akhirnya menjadi lucu karena sering kali Bona justru kelilipan oleh bulu matanya sendiri. Alisnya yang hitam tumbuh rapih walau tidak pernah dicukur.
Bona memiliki mata hitam dan bulat yang selalu menghilang setiap Bona tertawa. Namun saat musim ujian, matanya akan berubah menjadi hello panda, hehe, bercanda. Maksudnya matanya jadi berkantung parah.
Bona memiliki kebiasaan tersenyum kecil saat hatinya sedang senang, dan tahu tidak apa yang paling manis dari senyumannya? Lekukan mungil, kalian biasa sebut ini lesung pipi, yang hanya terlihat setiap kali dia tersenyum.
Sudah cukup, kan? Aku takut kalau terlalu banyak bercerita tentang seberapa sempurnya Bona, kalian juga akan jatuh cinta kepadanya.
Trust me, he is really sweet like an angel.
∞

KAMU SEDANG MEMBACA
NESTAPA
Cerita Pendekkala rindu datang menyesakkan dada, namun ragamu jauh dari genggamanku. 2019, angels-writing