fight / II

4 0 0
                                    

Setelah kejadian itu, Bona masih tidak menghubungiku. Dia menghilang dari hidupku dan aku juga tidak berusaha mencarinya. Aku menyelesaikan skripsiku tanpanya dan secara tidak official, aku sudah lulus hari ini. Bahkan dia juga tidak ada disini untuk menemaniku melewati momen bersejarah ini. Jangan ditanya, sudah pasti aku kecewa.

Saat aku sampai di apartemen, Bona sedang duduk di depan pintu. Jujur, aku kaget tapi aku masih mencoba mengendalikan diriku. Di tangannya ada sebuket bunga lily. Dia langsung berdiri saat melihat aku datang.

"Hey", sapanya.

Aku tidak menjawab sapaannya. Aku kaget saat menatap wajahnya dari dekat. Wajahnya pucat.

Ku buka pintu apartemen dan membiarkan dia masuk sebelum aku menutupnya.

"Ini buat kamu". Tangannya menyodorkan buket bunga lily yang sedaritadi digenggamnya. Dari suaranya yang serak, aku tahu kalau dia tidak sehat.

Ku abaikan buket bunga itu. Aku melangkah maju dan melingkarkan tanganku di pinggangnya. Untuk beberapa saat, aku tidak melepaskan pelukan itu.

"Kamu sakit", bisikku.

"Cuma kecapean aja. Aku udah bedrest kemarin", jawabnya.

Aku melepaskan pelukanku. Kemudian mengambil buket bunga yang masih dipegangnya, menatap matanya dan tersenyum tipis.

"Maaf aku gabisa dateng di ujian skripsi kamu tadi pagi".

Aku mengenggam tangannya. "Gak papa, aku gak tahu kalau kamu lagi sakit."

Mendadak suasana menjadi hening. Aku tenggelam dalam tatapannya yang ku rindukan selama ini.

"Maaf", kata itu keluar dari bibir pucatnya.

"Maaf", kali ini dia menarikku dalam pelukannya.

"Maaf aku gak bisa dateng tadi pagi. Maaf yang waktu itu", dia menghentikan kalimatnya sebentar, "aku yang salah waktu itu. Aku yang egois gak ngabarin kamu. Maaf waktu itu aku udah marah-marah." Bona menarik nafasnya lalu terbatuk pelan sebelum melanjutkan omongannya.

"Kemarin waktu aku bedrest, aku pikirin lagi semua yang terjadi sama kita dan aku sadar aku yang salah. Maaf, aku yang salah. Maaf.."

Aku menatap mata Bona dan tidak melihat ada yang aneh di sana selain sebuah penyesalan.

"..Harusnya aku sadar buat meluangkan waktu aku buat ngabarin kamu. Aku harusnya tahu kalau kasih kabar ke kamu itu penting. Maaf, udah bikin kamu khawatir. "

No one have ever been too busy. Everything is just about priority.

Dalam pelukannya, air mataku menetes. Aku mengeratkan pelukanku dan menahan air mataku.

Tentu aku memaafkannya saat itu, karena dari waktu kami bertengkar sampai saat itu, aku hanya membutuhkan satu kata itu untuk keluar dari mulutnya.

Maaf, sebuah kata kecil yang sering diabaikan karena harga diri terlalu tinggi. Namun sekalipun hubungan kami sudah memasukin waktu tahunan, kata sederhana itu masih menjadi bagian penting.

Saat dia melakukan kesalahan, saat aku melakukan kesalahan, kata sederhana itu harus diucapkan, bukan hanya sebagai ungkapan rasa bersalah tapi juga sebagai janji untuk tidak mengulanginya di kemudian hari.

Dan, sebuah janji harus ditepati.

NESTAPATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang