1

568 77 6
                                    

Sabtu pagi yang cerah di Kota Seoul. Ibu kota dari Korea Selatan yang selalu memberikan sejuta keunikannya. Mulai dari fashion, makanan hingga gaya hidupnya. Mungkin ada sebagian orang di dunia ini yang ingin tinggal di Seoul. Ada yang hendak ingin bekerja, bertemu idola k-pop, atau karena sekadar suka dengan budayanya.

Tetapi semua alasan itu tidak berlaku bagi Kim Seokjin. Seorang single parent yang berjuang sendirian untuk membesarkan malaikat kecilnya selama bertahu-tahun. Dirinya memilih untuk tinggal di Seoul karena ingin melepaskan dan melupakan semua kenangan buruk di Busan. Tetapi apakah benar Seoul bisa menyembuhkan luka di hatinya? Apakah hujan dan badai tidak akan terjadi di Kota Seoul?

Seokjin tidak tahu.

"Eomma. Hari ini mau pergi kemana?" Tanya seorang anak laki-laki yang bernama Jeon Jioh kepada eommanya, Kim Seokjin.

Seokjin tidak menjawab pertanyaan sang anak. Ia sibuk mengemasi barang-barang yang akan ia bawa ke acara Seoul Fashion Week.

Jio kesal dan melanjutkan game di ipadnya. Hari ini pasti ia akan titipkan kepada bibi Suji lagi. Jio sudah tahu itu. Eommanya terkadang selalu sibuk di hari weekend sekalipun.

Seokjin yang sudah berpakaian rapi menghampiri Jio yang sedang bermain game di meja makan. "Hari ini eomma akan pulang agak larut malam. Karena acaranya sangat besar. Jangan terlalu sering bermain game. Dan jangan lupa tidur siang. Kau mengerti?" Kata Seokjin sambil mengelus rambut Jio.

Jio hanya mengangguk. Pandangannya tidak bisa lepas dari game favoritenya, Mario Kart.

Mereka segera turun ke lantai bawah menuju ke apartemen bibi Suji dengan box besar di tangan Seokjin.

Seokjin memencet bell dua kali. Setelah itu tak lama pintu terbuka menampakkan bibi Suji yang memakai apron kuning bercorak bunga-bunga kecil.

Senyum bibi Suji merekah di pagi hari  ini. "Sepertinya anak manis ini akan bersama dengan bibi seharian lagi. Iya, kan?"

Seokjin terkekeh. "Iya, bi. Maafkan kami yang harus merepotkan bibi selama 3 hari dalam minggu ini yang biasanya hanya sekali." Jujur saja Seokjin merasa tidak enak. Meskipun pada akhirnya Seokjin akan memberikan bingkisan makanan untuk bibi Suji saat pulang kerja sebagai tanda terima kasih.

Bibi Suji memegang pundak Seokjin dengan tatapan hangatnya. "Tidak apa, nak. Aku tahu kau sibuk bekerja banting tulang. Dan semua ini demi Jio, bukan?"

Seokjin terenyuh dengan ucapan bibi Suji. "Bibi aku mohon jangan membuatku menangis di pagi hari."

Bibi Suji tertawa sambil menepuk-nepuk bahu Seokjin. "Ya sudah. Sekarang kau pergi. Nanti terlambat. Jio beri semangat dulu pada eomma mu."

"Eomma semangat kerjanya, ya. Supaya bisa beliin Jio mainan yang banyak."

Seokjin hanya bisa tersenyum dengan perkataan anaknya. "Iya tapi Jio harus berjanji jangan nakal dan harus selalu menjadi anak yang baik. Oke?"

"Siap eomma!" Teriak Jio sambil hormat pada eommanya. Seokjin dan bibi Suji tertawa dengan tingkah lucu Jio.

Sebelum ada bibi Suji, Seokjin kadang menitipkan Jio pada Yoongi juga jika ia super sibuk hingga larut malam. Atau bahkan jika tidak ada yang bisa ia mintai bantuan, biasanya dengan terpaksa Jio ikut ke tempat acara tersebut. Sampai-sampai Jio tertidur di mana saja. Kasihan memang. Tetapi harus bagaimana lagi.

Orang tua Seokjin di Gwacheon sering memaksa Seokjin untuk pindah saja tinggal bersama mereka. Tetapi Seokjin masih dihantui rasa bersalah pada orang tuanya. Seharusnya di umurnya yang masih belia ini Seokjin jangan dulu memiliki anak. Harusnya ia menuntut ilmu agar membanggakan kedua orang tuanya. Bukannya malah merepotkan atau membuat malu.

Awalnya memang orang tua Seokjin sangat marah. Karena berita kehamilan diluar nikah serta perceraian Seokjin sudah sampai ke telinga keluarga besar serta tetangga Seokjin di Gwacheon. Tetapi lambat laun mereka memaafkan Seokjin juga. Karena mereka pikir kesalahan Seokjin juga kesalahan mereka yang mungkin kurang menjaga dan memperhatikan pergaulan putrinya.

Dari awal kepindahan Seokjin ke Seoul, Jio selalu ikut dengannya ke tempat kerja. Bayangkan saja dari Jio baru berumur satu tahun setengah ia harus sudah merasakan sibuknya suasana tempat kerja. Satu tahun pertama Seokjin bekerja di minimarket dan ikut tinggal di rumah temannya. Lalu tahun berikutnya setelah bertemu kembali dengan Yoongi ia mulai mendapatkan pekerjaan yang lebih layak dan bisa menyewa apartemen sederhana yang hingga saat ini ia tempati.

Setiap hari dari sepulang sekolah pukul 1 siang Jio tidak langsung pulang ke apartemen, melainkan ke boutique. Hingga pukul 6 sore barulah ia dan Seokjin pulang ke apartemen. Jika Yoongi sedang ada di boutique dan tidak sibuk dengan pekerjaan utamanya yaitu sebagai produser musik, ia pasti mengajak Jio pergi ke mall dan saat pulang selalu membawa mainan mahal.

Yoongi tak menyangka teman dekat saat SMA nya ini akan bernasib begitu menyedihkan. Tetapi Yoongi juga salute dengan ketekunan serta kesabaran Seokjin dalam menjalani hari-harinya. Seokjin tidak pernah sama sekali mengeluh soal permasalahan hidupnya kepada Yoongi. Meskipun Yoongi tau di balik senyuman dan pancaran mata Seokjin yang tulus itu menyiratkan kesedihan yang begitu mendalam.

Jika Yoongi tahu muka Jeon Jungkook, ia tak segan akan menghajarnya hingga mati. Bajingan itu tega-teganya menelantarkan Seokjin dan Jio.
.
.
Tidak terasa waktu sudah menunjukkan pukul 10 malam. Hari ini begitu sibuk dan melelahkan. Rasanya Seokjin ingin berendam air hangat malam ini.

Ketika Seokjin sudah berada di apartemen bibi Suji ternyata malaikat kecilnya sudah tertidur nyenyak. Ia menggendong Jio dengan hati-hati. Tak lupa berterima kasih kepada bibi Suji dengan memberikan bingkisan kue mahal.

Saat Seokjin hendak naik ke lift, dua orang ibu-ibu berbisik-bisik sambil melihat ke arah Seokjin dengan tatapan tidak suka.

"Lihatlah wanita itu. Akhir-akhir ini dia sering pulang larut malam dan menelantarkan anaknya pada orang lain. Tidak tahu diri." Kata ibu berambut ikal yang memakai jaket hitam.

Lalu ibu satu lagi yang berkacamata berkata, "Iya, mungkin dia malah bersenang-senang dengan pria-pria kaya untuk diperas uangnya. Menjijikan."

Nyatanya mereka memang sengaja agak mengencangkan suara mereka agar Seokjin mendengarnya dan pergi berlalu setelah puas bergunjing.

Seokjin hanya bisa mengehela napasnya panjang. Mengapa sosok seorang single parent apalagi wanita cantik seperti dirinya sering di cap buruk oleh orang lain. Padahal yang Seokjin lakukan hanya untuk menyambung hidup dan membahagiakan anak satu-satunya.

Jika memang Seokjin suka bermain dengan pria-pria kaya, mungkin saat ini Seokjin tidak akan tinggal di apartmen sederhana ini dan sudah memiliki mobil mewah.

Biar saja orang berkata apa. Biar saja orang-orang menyakitinya. Asalkan jangan sampai Jio yang merasakannya. Hidup dan mati Seokjin rela dipertaruhkan demi Jio.
.
.
Tbc. Voment please~💜🐯🐹🐰

midsummer shower [TaeJinKook] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang