Bola mata berwarna kecokelatan itu terbuka dengan cepat, merasakan sesuatu yang mengalir dingin di wajah nya, terutama pada bagian kelopak mata.
"BANGUN DY!" teriak sang abang
Rafi Putra Arvian, cowok ganteng berkumis tipis dan berwajah manis ini adalah kaka Maudy. Umurnya dengan maudy tidak berbeda jauh, hanya berjarak 4 tahun, sekarang ia sedang mengambil kuliah jurusan bahasa di salah satu UIN Bogor.
"Engggh" erangnya sambil meregangkan ototnya
"Bangun, nanti lo telat. Waktu lo tinggal 20 menit lagi,"
"Hah? apa?"
Gadis itu terpelonjat dari kasurnya, menyiratkan ekspresi kaget.
"Kenapa lo baru bangunin sekarang?!" gerutunya kesal sedikit berteriak
"Arvi!!! lo ngeselin banget jadi orang!" pekiknya kesal
Arvi sudah biasa dipanggil Maudy tanpa embel-embel abang atau kakak. Arvi tak tahu kenapa, katanya Maudy lebih enak panggil nama.
Seketika pintu kamar Maudy terbuka dengan pelan, memperlihatkan seorang pria paruh baya berkemeja biru tua di padukan dengan almamater berwarna putih polos. Pria yang ber-badge ~Ali Husein Pratama~ adalah ayah dari tiga orang anak terutama Maudy dan Arvi
"Masih pagi sudah berisik" ujar Husein, lembut
"Kalian tidak malu apa? Di dengar tetangga?" tanyanya
"Ayah? masa, tadi Arvi siram-siram aku pake air dingin? " adunya
"Gue cuma mau bangunin lo dek, lo nya kebo" protes Arvi menjelaskan
"Baru saja di bilang. Sudah-sudah cepat ke bawah, ini sudah hampir siang" ucap husein yang lalu pergi dari kamar Maudy
Arvi pun membuntuti husein dari belakang, karena tak ingin kena semprot lagi dari ayah nya. Sedangkan Maudy? Ia langsung bersiap-siap karena hari ini adalah hari MOS pertama nya. Akibat semalaman ia menonton film tercinta nya (Drama korea) ia jadi lupa jika pagi ini, ia harus bangun pagi.
¤¤¤
Setelah bersiap-siap dan sarapan pagi Maudy segera berangkat dengan terburu-buru menuju sekolah baru, karena ia tau sekarang ia sudah hampir telat. Tanpa ba-bi-bu, maudy berlari untuk menaiki angkutan umum. Karena ayah nya tidak mau mengantarnya. Bukan tidak mau tetapi agar mengajarkan Maudy apa arti disiplin yang sesungguhnya.
"Lo bisa telat Dy, cepat naik."
Arvi, cowok berstatus abang Maudy itu membuntuti Maudy hingga ujung gang perumahan. Merasa kasihan jika adiknya harus menaiki angkot dihari pertamanya.
"Lo ikutin gue? nanti kalo ketahuan gue bisa dimarahin ayah Vi," tolak Maudy dramatis
"Lo mau telat? buru naik dek, abang antar,"
Benar juga, waktunya hanya tersisa 10 menit. Kalau naik angkot pasti akan lebih lama. Gadis itu segera menaiki motor besar milik abangnya.
"Arvi, kalo gue telat gimana?" teriak Maudy agak kencang agar lebih terdengar oleh Arvi
"Ya, lo dihukum dek."
"Gue gamau dihukum, ga enak." katanya sambil membayangkan hukuman apa yang akan diberikan untuknya