Part 7

2.6K 45 26
                                    

ISTRIKU TUA
#IT

PART 7 👉

Sejak kejadian itu, Fani menjadi lebih perhatian lagi padaku. Berarti tamparanku waktu itu sangat berkhasiat sekali. Jadi, wanita itu tidak bisa selalu dilembuti terus, sesekali memang perlu diberi kekerasan untuk mendokrin kepatuhannya pada kita. Itu menurutku, Fahmi Hairil Bin Usman. Putra dari petani miskin, yang sebelum berkenalan dengan Fani sangatlah menderita karena untuk beli indomie saja, harus ngutang di warung. Fani memang segalanya buatku, dia bisa menjadi sosok Ibu yang sangat memanjakanku, juga sosok istri yang sangat patuh dan penyayang, serta seorang Ibu Peri yang selalu bisa mewujudkan semua keinginanku. Aku sangat sayang sekali padanya, dan tidak mau sampai kehilangan dia. Hidupku akan berantakan tanpanya, aku tak bisa membayangkan semua itu. Jadi, aku harus bisa membuatnya tak berpaling dariku. Dengan wanita lain, aku gak yakin bisa hidup senyaman ini. Bayangkan saja, hanya dengan mas kawin sepuluh ribu rupiah, aku bisa mendapatkan semuanya. Hidupku memang selalu beruntung.

Hari ini, seperti biasa aku duduk bersama Wiwit di depan meja penjaga tiket masuk bioskop. Seorang pria berpenampilan necis sambil menggandeng wanita cantik nyelonong saja melewati kami.

"Maaf, Pak. Mana tiketnya?" tanyaku agak ragu.

Pria itu menoleh dan berbalik kearahku.

"Ini tiketnya," dia meletakan dua tiket dihadapanku dengan tampang angkuh.

"Tasnya juga, Pak. Maaf," ujarku hati-hati meminta untuk memeriksa tasnya.

Dengan menarik napas dongkol, pria itu memberikan tasnya padaku.

"Isinya cuma uang saja tiga puluh juta, gak ada yang aneh-aneh," selorohnya sambil menyentak tas itu dari tanganku. "Kalau ada yang hilang, kamulah tersangkanya."

"Maaf, Pak. Saya hanya menjalankan prosedurnya saja," jawabku berusaha santai. Hatiku sakit juga mendapati penghinaan ini, awas saja. Kusumpahi cepat mati tuh orang. Omelku dalam hati.

"Sabar, Bang." Wiwit menepuk pundakku.

"Belagu amat sih tuh orang, mentang-mentang kaya dan banyak duitnya." Aku manyun.

"Inilah tantangan perkerjaan kita, Bang. Jangan dimasukan hati, dibawa santai saja!"

Aku melengos dengan tampang ditekuk. Suasana hatiku hari ini benar-benar kacau, aku jadi kangen Fani untuk melampiaskan sakit hatiku ini.

********

Jam pulang kerja pun tiba, dengan langkah gontai, aku menuju parkiran. Kupacu motor sekencang mungkin, bayangan pria sok kaya itu kembali melintas di kepalaku.

Beberapa saat kemudian, aku sudah sampai di depan rumah. Baru saja hendak membuka kunci rumah, pintu sudah terbuka. Fani menyambutku dengan senyum hangat dan langsung mencium punggung tanganku.

"Assalammualaikum," ucapku sambil melangkah masuk ke dalam rumah.

"Waalaikumsalam, Mas," jawab Fani sambil membukakan jaketku. "Mau mandi dulu atau langsung tidur, Mas? Atau mau makan?"

"Nggak semuanya, Mas mau teh hangat saja," ujarku sambil membaringkan tubuh di atas sofa ruang tamu.

Tanpa komando lagi, Fani langsung melepas sepatu dan kaos kakiku. Kemudian baru ia menuju dapur.

Taklama kemudian, Fani datang dengan segelas teh hangat. Tak perlu menunggu perintahku lagi, ia langsung mendekatkan gelas ke mulutku, meminumkan teh itu padaku.

"Mas mau berhenti kerja, Dek."  Aku menatap Fani.

"Memangnya ada apa, Mas?"

Aku langsung menceritakan kejadian tadi yang sudah membuat hatiku yang lembut ini menjadi tersinggung.

Istriku TuaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang