17 • Tangisnya

3.1K 470 60
                                    

(Y/n) terlelap di kasurnya setelah menggigil di luar. Kageyama memeras sebuah handuk yang sudah direndam di air hangat dalam baskom. Setelah itu dia meletakkannya di dahi (Y/n).

Lelaki itu keluar kamar (Y/n) untuk merapikan baskom yang ia bawa. Namun di ujung koridor lantai dua, sepasang mata menatapnya tajam.

Kageyama tersentak di tempat, dia menunduk menatap baskom dalam pegangannya. Perlahan tubuhnya merendah, membungkuk 90 derajat pada ayah (Y/n) (sambil membawa baskom).

"Setelah merapikan ini saya akan pulang. Maaf membuat putri Anda pulang larut." Suaranya terdengar dalam dan ketakutan.

Lelaki paruh baya yang menatapnya tadi hanya diam tanpa membalas bungkukan pemuda di depannya. Tak lama dia beranjak pergi, meninggalkan Kageyama dengan pikirannya yang kacau balau.

Kageyama merapikan tasnya sesegera mungkin dan mencari ayah (Y/n) untuk pamit. Namun dia justru menemukannya tengah bersandar di dinding sebelah pintu utama.

"Maaf mengganggu Anda selarut ini, (L/n)-san. Semoga (y/n) sudah membaik besok pagi. Saya permisi—"

"Anak itu jadi rajin membuat bento, dua sekaligus. Aku penasaran dengan siapa dia memakannya."

Kageyama menoleh kaget. "Su—sumimasen! A—aku tidak bermaksud mejadikannya sumber makananku."

Ayah (Y/n) melirik sinis. "Yah, sudah kuduga. Dia juga sering membawa plastik berisi susu kotak coklat."

"A—aku tidak berniat memeras uangnya!" Wajah Kageyama memerah malu.

Decitan tawa sarkas terdengar. "Apa yang membuat putri cantikku melakukan itu, hm?"

Pemuda itu hanya punya opsi menunduk saat ini. Tangannya yang kekar bergetar gugup. "Di—dia melakukan servis voli dan mengenai tengkukku, selain itu dia juga memanggil nama depanku dengan lancang. A—aku juga tidak masalah, tapi itu adalah pertemuan pertama kami setelah bertahun-tahun."

Ayah (y/n) masih setia mendengar cerita Kageyama.

"Ke—kemudian dengan egoisnya aku meminta ganti rugi susu yang harus diberi setiap hari selama lima hari berturut-turut. Dia terlihat sebal, tapi... Aku menyukai ekspresinya."

Kageyama semakin asik bercerita, sampai dia kembali tersadar pada kenyataan. "Aku tahu Anda membenci ku (L/n)-san," ucapan Kageyama membuat ayah (Y/n) menoleh bingung. "Itu karena kelalaianku, kesalahanku. Berkali-kali aku merepotkan (Y/n) hanya untuk ambisi dan keegoisanku. Aku benar-benar menyesal."

Ruangan menjadi sunyi, mata Kageyama semakin sayu. "Tapi melihat orang berjuang demi diriku, meski sebatas membayar utang, aku sangat senang. Dan aku bersyukur kalau yang berjuang adalah (Y/n). Dia selalu melakukan yang terbaik, seburuk apapun aku membalasnya."

Ayah (Y/n) masih bergeming, namun manik matanya sudha mnegecil, terkejut dengan pernyataan Kageyama yang mendadak.

"Kau menyukai putriku?" tanyanya mendadak.

Tenggorokan Kageyama tercekat, napas seperti tertahan di pangkal hidung. Tapi tangannya tak henti bergetar smentara wajahnya makin memerah.

"Ya."

"Padahal baru sebulan kau bertemu dengannya?"

"Justru karena sebulan itu," sahut Kageyama tiba-tiba, "akan lebih banyak hal yang aku ketahui tentangnya, tentang gadis yang selalu ada saat aku membutuhkannya. (y/n) adalah gadis pertama yang melakukan itu untukku."

Hening yang cukup lama, detikan jam menguasai seisi ruangan.

"Terlepas dari semuanya, aku benar-benar minta maaf sudah merepotkan Anda dan (Y/n). Tolong maafkan saya, dan tolong jangan membenci saya, (L/n)-san," pinta Kageyama yang kembali membungkuk.

Devil's Smirk | Kageyama Tobio ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang