Kebahagiaan bagi para siswa kelas 12 adalah jam kosong hampir seharian. Namun, juga penderitaan bagi mereka yang merasa pintar dan harus mendapatkan pembelajaran sebagaimana mestinya kelas 12 dapatkan. Terlebih mereka tinggal beberapa bulan saja untuk tetap bertahan di sekolah. Dan Alea, sudah pasti masuk ke kategori pertama. Dimana dia dapat dengan leluasa membuat kegaduhan di kelas bersama anak-anak cowok sebagaimana Jefri, Panjul, Bowo, Bayu, dan juga anak-anak yang lainnya."Le, ikut main nggak lo? Lumayan, taruhannya yang kalah traktir di kantin," teriak Jefri pada Alea yang masih duduk di bangkunya sembari menyalin catatan Kaila yang ia pinjam.
"Skip dulu gue. Lagi riweuh nih. Bu Dewi lagi pms sama gue," jawab Alea tak kalah kencangnya.
"Aelah, Le. Guru begitu lo ladenin. Paling juga catetan lo cuma diliat-liat doang kagak dinilai. Ntar juga diatasnya cuma ada tanda tangannya doang," kata Bowo sembari mengacak kartu yang ia genggam.
"Bacot lo Bowo TikTok. Gue masih sayang nilai kali," jawab Alea kembali melanjutkan catatannya yang sudah terlihat seperti kaligrafi daripada tulisan.
"Le, nanti kalo lo ngumpulin, sekalian fotocopy ini ya. Harusnya tugas buat hari ini karna jam kosong. Tapi pada nggak mau, jadinya takehome deh," kata Putri sembari menyerahkan kertas soal kepada Alea.
"Nggak mau take away aja, Put?" Gurau Alea yang dibalas tawa kecil oleh Putri.
Tinggal satu paragraf, dan Alea bisa segera merenggangkan tangannya yang terasa sangat pegal. Kalau bukan karna untuk menyelamatkan nilainya yang dibawah rata-rata kelas, Alea tidak akan mencatatnya sampai ia lulus. Alea adalah tipe murid yang malas mencatat. Itulah kenapa Alea tidak pernah membaca dan lebih memilih masuk telinga kanan, dan keluar telinga kiri.
Melihat tulisannya sudah selesai, Alea bangkit dan menutup kedua buku yang tergeletak diatas mejanya. Buku milik Kaila ia masukkan ke dalam laci, sedangkan bukunya ia tumpuk bersama kertas soal milik Putri. Sebelum keluar kelas, ia menoleh kearah anak-anak cowok yang serius bermain, dan berteriak, "yang kalah, gue ikut traktir ya! Kalo pelit, pas mati ngubur sendiri."
Alea melangkahkan kakinya menyusuri lorong dan berbelok ke lorong lainnya yang menuju ke koperasi. Meskipun disana juga menjual makanan ringan, tapi tidak banyak yang membeli disana karna harganya yang sedikit mahal. Alhasil, anak-anak hanya datang untuk memfotocopy atau sekedar membeli peralatan tulis.
Alea berbelok ke koperasi ketika hanya ada satu orang cowok yang berdiri disana. "Bang, fotocopy 40 lembar. Dikasih nota, tapi ngutang ya. Sama susu cokelat satu dong, bang. Ngutang juga," kata Alea memberikan kertas soalnya pada Bang Amir, penjaga koperasi yang sudah hapal dengan Alea yang selalu ngutang fotocopy-an atau apapun yang dia beli disana. Yang mana, pada akhirnya akan dibayar juga oleh bendahara kelasnya.
"Lo tuh ya, beli sembarangan ntar yang bayar si Putri juga. Tuh anak kelas lo, kalo tau uang kas nya buat bayar utang lo, udah dibakar hidup-hidup kali lo," omel Bang Amir mengambil kertas milik Alea, sebelum menyerahkan beberapa lembar fotocopyan pada cowok di sebelah Alea.
"Too much lo. Udah lah bang, yang penting gue juga ikut bayar," elak Alea menanti susu kotaknya datang.
"Bayar apaan lo? Bayar kas aja kalo inget," kata Bang Amir nggak mau kalah.
"Bawel lo kayak Bu Dewi. Gue kawinin lo berdua, anak lo udah kayak penyiar radio ntar. Mana susu kotak gue," protes Alea ketika melihat susu kotaknya tak kunjung datang. Bang Amir yang mondar mandir pun hanya melirik dan melayani cowok yang berdiri di sebelah Alea. "Elah, nggak adil banget lo bang. Giliran cowok cakep aja diduluin. Udah ah, lama lo. Bisa kena omel bu Dewi lagi gue," kata Alea yang akhirnya memutar tubuhnya dan melangkah pergi untuk mengumpulkan catatannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Untouched
Teen FictionAku tidak pernah setakut ini. Bahkan dengan segala sesuatu yang terjadi di sekitarku. Merasakan segala hiruk pikuk yang membuatku ingin menghilang. Membuatku ingin mengakhiri segalanya. Namun ada satu hal yang membuatku bertahan. Membuatku kembali m...