[2] Everyday— Song Yuvin
• pdx101; imagine series •
2019Kamu mengarahkan lensa kamera kamu ke beberapa objek di City Park Budapest, memotret merpati yang tengah berkerumun di tengah-tengah keramaian di dekat patung air mancur.
Sesaat setelah menginjakan kaki di Ibukota Hungaria ini dan telah beristirahat selama sehari, kamu akhirnya langsung menuju tempat wisata di kota Budapest yang sebelumnya sudah kamu masukan ke dalam daftar perjalanan kamu dan kamu berjanji akan mengunjunginya. City Park menjadi yang pertama.
Hanya ada kamu dan kamera yang mengalung di leher kamu. Tidak ada Yuvin atau siapapun. Kamu berjarak sangat jauh dengan Yuvin. Yuvin tengah bertandang ke Bangkok, Thailand. Sementara kamu berada di daratan Eropa.
Meskipun hanya seorang diri, kamu tidak merasa kesepian dan nampak biasa saja tanpa adanya Yuvin di sisi kamu.
Seolah yang sudah biasa dengan semua perasaan hampa ini. Kamu merasa cukup bahagia sampai-sampai kamu lupa bagaimana caranya berhenti tersenyum.
Kamu berkeliling, mengunjungi beberapa toko pakaian dan perhiasan dengan brand sohor. Tak ketinggalan, kamu juga sempat mampir ke sebuah toko yang menjual kudapan manis berupa gelato—es krim khas negri Pizza tersebut.
Kamu keluar-masuk beberapa toko dan terlihat begitu bahagia membawa beberapa jinjingan di tangan kamu.
Kamu juga mengambil beberapa selfie. Lihatlah, kamu masih sebahagia ini tanpa Yuvin. Jangan-jangan, memang, perasaan jenuh ini menuntun kamu untuk mencari seseorang yang baru? Perasaan yang akan membawa kamu pulang ke rumah yang baru?
Kamu merasa cukup lelah setelah berkeliling. Akhirnya kamu memutuskan untuk rehat di sebuah kursi yang disediakan oleh pengelola di dekat danau.
Kamu mengecek ponsel kamu, melihat-lihat kembali selfie yang telah kamu ambil beberapa saat yang lalu.
Kemudian kamu tersenyum ketika melihat salah satu foto selfie kamu terdapar ceceran gelato di ujung bibir kamu dan kamu terkekeh melihatnya.
Tanpa sadar, kamu menekan opsi share dan berniat mengirimkannya kepada Yuvin. Namun, wajah kamu langsung berubah muram ketika tersadar bahwa kamu dan Yuvin sepakat untuk tidak saling memberi kabar selama perjalanan liburan kalian.
Yuvin bahkan meminta kamu untuk memblokir nomer ponselnya, tetapi, mana bisa kamu melakukan hal itu?
Kamu kemudian melupakannya. Lantas, mencari kontak lain untuk berbagi kebahagiaan, namun, yang kamu temukan hanyalah kontak adik Yuvin, Gukheon, Yujin, dan orang tua kamu.
Tiada seseorang yang bisa kamu ajak berbagi kebahagiaan selain Yuvin.
Kamu akhirnya mengurungkan niat kamu dengan wajah yang sedikit masam kali ini.
"Masa mau ngirim ginian ke Gukheon? Nanti gue disangka gimana-gimana. Kalo kirim ke Yujin nanti dia ngamuk karena gak gue ajak. Ngirim ke Yubin juga sama aja." Kamu menghela nafas. Biasanya, ketika kamu sedang merasa bahagia, orang pertama yang terlintas di pikiran kamu adalah Yuvin. Itulah mengapa, kamu selalu ingin memberitahunya atau sekedar berbagi kebahagiaan dengannya walau tak seberapa.
Di tengah-tengah situasi muram yang kamu hadapi, tiba-tiba muncul seorang anak kecil yang menawari kamu setangkai bunga. Seorang gadis kecil nan rupawan dengan rambut pirangnya dan tersenyum manis ke arah kamu.
"This is for you," ucapnya polos sambil memberikan setangkai lily putih ke hadapan kamu.
"Uwaah, thankyou!"
"Can we take a picture?" Tawar kamu, lalu gadis kecil itu mengangguk.
Kamu pun akhirnya kembali mengambil selfie dengan ponsel kamu.
"Thankyou!" Ucap kamu kepada anak kecil itu lalu dengan polosnya ia hanya tersenyum dan berlari kecil meninggalkan kamu.
"Kirim ke Yuv— astaga!"
Kamu langsung menggigit bibir bawah kamu kesal karena lagi-lagi, ketika kamu ingin mengirimkan hal-hal indah yang kamu lewati di sini kepada Yuvin, tiba-tiba kesepakatan yang telah kalian sepakati seolah menjadi benteng tertinggi dan membuat kamu kembali mengurungkan niat untuk menghubungi Yuvin.
Tiba-tiba saja, sebuah perasaan rindu membelenggu kamu.
Yuvin bercengkrama dengan beberapa penduduk lokal. Ketika orang lain akan mengunjungi tempat wisata besar, Yuvin justru berkunjung ke sebuah desa kecil di pinggiran kota Bangkok. Desa yang ramah bagi para pendatang dan wisawatan.
Tak lupa, sebuah kamera juga mengalung di lehernya, Yuvin banyak memotret objek-objek luar biasa yang akan ia tunjukan kepada orang-orang terdekatnya.
Ia disambut baik oleh warga lokal sama seperti yang lain.
Selain mengambil gambar melalui lensa kameranya, Yuvin juga mengambil beberapa gambar menggunakan ponsel.
Foto dirinya yang akan ia kirimkan kepada kekasihnya.Yuvin terlihat begitu bahagia, ia juga sempat berbincang dengan beberapa warga lokal menggunakan bahasa mereka. Yuvin juga ramah kepada anak-anak. Ia sempat bercanda dan mengeluarkan sebuah guyonan yang juga menggunakan bahasa mereka.
Lihatlah, betapa tawa Yuvin dan tawa anak-anak berbaur menjadi satu dan berubah menjadi sebuah kebahagiaan yang hakiki.
Yuvin kemudian diajak menepi kerumah salah satu warga. Ia disuguhkan banyak sekali makanan khas daerah itu dan cukup menggugah selera makannya.
Sebelum makan, Yuvin sempat memotret keadaan rumah yang masih kental akan ke-tradisonalan dan adat budaya Thailand menggunakan ponsel. Tanpa sadar, ia kemudian menekan opsi share dan berniat mengirimkannya kepada kekasihnya.
Namun, ia langsung teringat, "Eh iya, kan lagi ga kontekan." Yuvin menggaruk tengkuk kepalanya, kemudian melanjutkan, "Udah makan belum ya dia? Ngapain aja di Budapest? Gue kangen." Yuvin tercengir lalu memandangi layar ponselnya—di mana wallpapernya adalah foto sang kekasih.
—tbc
KAMU SEDANG MEMBACA
Imagine ✓ Produce X 101
Fanfiction❗chσσsє чσur fíghtєr❗ ©2019, hαrσσlím #175 in Fanfiction [170919]