#Empty

188 11 6
                                    

~Kita, Aku dan Kau



Aku melangkahkan kakiku ke luar gedung studio, studio yang disewakan. Aku menarik nafas dalam dalam dan senyum mengembang di bibirku saat aku keluar dari ambang pintu.
"Taehyunaaaaaa...."
Pagi menjelang siang yang cerah, tapi tidak pernah lebih cerah dari senyum wanitaku di tempatnya berdiri sekarang. Bibirku menarik senyum lebih lebar, dia melambaikan tangan kearahku dan tersenyum terlampau manis, aku tetap menyukainya.
Aku berjalan menuju tempatnya berdiri, aku bahkan bisa melihat kilat keceriaan di matanya dari jarak sejauh ini, aku terlalu menyukainya bukan? Sekedar informasi untuk kalian, hari ini aku berulang tahun. Sepuluh Mei, aku genap berusia dua puluh tujuh tahun. Jadi silakan ucapkan selamat ulang tahun padaku. Aku mempercepat langkahku dan berdiri tegak dihadapannya. Dia mendonagak tersenyum padaku. Tuhan, aku benar-benar menyukainya.
"Sa..."
Aku menempelkan bibirku pada bibirnya, tak peduli dengan niatnya untuk menyapa atau mungkin malah berbicara. Aku yakin dia terkejut, dia mencoba melepaskan bibirnya tapi tidak mungkin, aku tidak akan membirkannya. Dengan nakal aku menggigit bibir bawahnya sekalipun tau dia tidak akan melunak sama sekali. Dia menepuk-nepuk pipiku hingga merasa putus asa sendiri kemudian malah menagkup pipiku dan menjauhkannya secara paksa. Baiklah, aku tidak akan membuat bibirnya ikut tertarik dan kemudian sakit, aku mengalah. Dia memukul bibirku dengan telapak tanganya begitu aku melepaskannya, dia benar-benar tidak terima.
"kenapa kau menghentikanku? Aku sedang menerima kado ulangtahunku"
"kado ulang tahun apanya? Mana ada kado seperti itu??? Kau justru tengah mencuri tadi... dasar menyebalkan..."
Chuuu....
Aku mencium pipinya sekilas, sekali lagi masih ada yang akan dia ucapkan tapi terhenti karna perbuatanku,. Matanya melebar dan tangannya langsung menampar pipiku pelan.
"kau ini!!!"
"untuk apa aku mencuri sesuatu dari seseorang yang adalah milikku??"
Kataku sambil menggandeng tangannya berjalan bersisian, tidak meliriknya sedikitpun. Menatap lurus ke depan dengan senyum samar dibibirku, aku yakin dia tidak bisa melihatnya. Aku tau dia sangat kesal tapi dia tidak menolaknya.
Dia menghembuskan nafas pelan "kau tidak mau merangkulku?"
"Boleh?"
Dia mengangguk, aku mengulurkan lengan dan merangkul bahunya. Aku bisa melihat dia tersenyum karna ini, senyumnya kemudian juga menular padaku.
"Selamat ulang tahun sayang..."
Dia berhenti berejalan dan membuatku ikut berhenti. Tanpa kusadari dia sudah berjinjit dan mencium pipiku sekilas. Entah untuk alasan apa aku merasa malu sekaligus senang, aku menoleh ke arahnya
"terimakasih..."
Tuhan, aku tidak pernah merasa malu seperti ini di depannya. Aku merasakan panas dipipiku
"sama-sama.... semoga kau selalu bahagia kapanpun itu"
"selalu, aku akan selalu begitu. Karena aku memilikimu..."
Dia tertegun sejenak, matanya menatap tepat kedalam mataku. Aku menyentuh pipinya tanpa mengatakan apa-apa.
"ah, hadiah ulang tahunmu" katanya setelah mengerjapkan matanya beberapa kali. Dia mengambil sesuatu dari tasnya. Kotak kecil.
Aku menerimanya sambil mengucapkan terimakasih kemudian memasukkannya ke dalam tas. Aku kembali menggandeng tangannya dan bersiul pelan sambil merangkul bahunya. Kembali berjalan bersama.
Bagaimana kami berdua awalnya?
Waktu itu, beberapa tahun lalu saat kami,. Ah, mungkin lebih tepatnya aku, masih belajar di perguruan tinggi. Waktu itu saat kami tidak sengaja bertabrakan. Tidak tahu siapa yang sebenarnya bersalah di sini, tapi kami bertabrakan dan buku di tangan kami jatuh. Semanis drama bukan? Sayangnya suasana kali itu tidak semanis drama yang kalian bayangkan saat ini. buku kami bertebaran di tengah hiruk pikuk mahasiswa di lorong gedung saat pergantian jam. Kejadian itu sama sekali tidak manis, tidak ada yang mau mengalah untuk berhenti atau setidaknya melakukan apapun untuk membantu kami yang tengah berusaha memungut buku-buku itu. Mereka hanya melompatinya dan beberapa justru menendangnya tanpa peduli tanganku yang mencoba meraihnya. Sialan!
Setelah beberapa waktu akhirnya aku bisa mengumpulkan semua bukuku. Tapi tidak dengan nona Son itu, geraknya terhambat karena tangan kecilnya yg masih dipenuhi buku, juga kerena rok pendek yang dia kenakan. Melihatnya benar-benar akan membuat semua orang menggeleng kasihan. Aku mengambil buku ditangannya, dan berdiri menghalau orang yang akan lewat lagi. Buku itu berada di belakang kakiku.
"cepat ambil sisanya, aku akan menahan mereka dengan ini..."
Kataku saat dia masih bingung karena aku mengambil bukunya. Tenang saja, masih ada sedikit kesan romantis dari cerita ini, sekalipun benar-benar sangat sedikit. Adegan ini manis bukan?.
Gadis itu -saat itu aku belum tahu siapa namanya sekalipun tadi aku menyebutkan 'Nona Son' dalam penjelassanku. Dia sudah kembali sadar dan segera bergerak mengambil bukunya. Dia berdiri di belakangku dan aku membalikkan badan. Mengembalikan buku miliknya.dia tersenyum
"terimakasih..."
"sama-sama... aku juga minta maaf, ku rasa salah satu dari kita menabrak duluan tadi. Aku permisi..."
Entah apa yang terlihat dari wajahnya tapi aku tahu dia berbalik dan menatap kepergianku.
***
"Sayang, bagaimana caramu mengetahui namaku waktu itu?"
Kami sedang berjalan menuju penjual es krim di sudut jalan, dia memesan es krim kemudian menengok ke arahku.
"kau bahan sudah menanyakannya lima kali sebelum ini..."
"tapi aku menanyakannya dalam kurun waktu hampir delapan tahun.."
"Delapan tahun dengan tema pertanyaan yang sama. Bukan kah itu membuang-buang umurku?"
"tentu saja tidak, kau sedang menjalaskan hal penting kali ini..."
Dia menghela nafas panjang lalu mengambil dua es krim, memberikan satunya padaku. Dia suka es krim cone rasa vanilla.
"aku tidak pernah tau siapa namamu. Aku hayan tau kau cukup populer dikalangan mahaiawi, sampai suatu saat kau menyapaku dan mengatakan namamu padaku, kau yang memberi tahu. Jadi kau yang duluan menyukaiku... hahaha..."
Seperti yang sudah-sudah, kalimatnya tidak pernah berubah disertai nada kemenangan dan juga tawa manis miliknya.
Kami kembali berjalan dan dia menggandeng lenganku. Aku masih sering bertanya kenapa dia bisa bertahan denganku hingga selama ini, delapan tahun bukan waktu yang sebentar dan bukan juga waktu yang lama untuk dilewati berdua. Aku bukan laki-laki yang menyenangkan seperti apa yang dilihat orang-orang dariku selama ini. sifat dan prilakuku sebenarnya berbanding terbalik dengan penampilanku. Jujur, tidak banyak hal baik yang terdapat dalam diriku. Sedangkan Son Wendy, dia benar-benar berbading terbalik denganku. Dia benar-benar manis dari penampilannya maupun sikapnya, dia sangat perhatian, keibuan, dan berbagai hal yang akan kau sebut dengan kata 'manis'.
Tapi dia sama sekali bukan gadis yang lemah. Dia memang lembut, tapi dia juga sangat mandiri dan penuh keyakinan. Dia selalu terlihat cerdas, anggun sekaligus mandiri. Dia menyelesaikan banyak hal dengan caranya sendiri dan meminta bantuan orang lain adalah hal terakhir yang akan dia lakukan saat mengerjakan sesuatu. Aku bahkan pernah berfikir bahwa aku belum pernah merasakan menjadi seorang lelaki seperti pasangan kekasih di luar sana, seperti menjaga dan melindugi kekasihnya, atau membatu beberapa hal yang dilakukan si perempuan. Wendy nyaris melakukan semua hal dengan tangannya sendiri.

~"~

There Has Never Been a Day I Haven't Love You!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang