Pernah Ada, Pada Makan Malam Bersama Pertama

267 8 3
                                    

Beberapa jam berikutnya, gue jadi tahu kalau namanya adalah Awan. Panggilannya.

Jadi gini ceritanya. Waktu itu, saat Bunda memutuskan untuk mengajak gue pulang ke rumah, Bunda sempat berbicara pada seorang wanita yang dibantunya tadi supaya keluarga mereka bertamu ke rumah gue entar malam sekalian dinner bersama. Yaaaa, sebagai undangan menyambut tetangga baru lah. Membentuk ikatan yang baik. Gue hanya manut-manut aja melihat interaksi mereka.

Dan malam hari tiba. Gue nggak mikir sama sekali keluarga baru itu akan datang ke rumah. Gue juga nggak ingat Bunda mengundang mereka siang tadi. Sampai akhirnya, Bunda manggil gue yang berada di kamar supaya ikut gabung ke meja makan yang udah penuh dengan berbagai hidangan maknyos masakan Bunda. Mereka, yang menjadi tetangga baru di lingkungan tempat tinggal gue benar-benar memenuhi apa yang Bunda pinta. Datang ke rumah gue.

Jadilah malam itu, keluarga gue berbincang sambil menikmati makanan di meja makan bersama dengan keluarga baru dari rumah sebelah.

Wanita yang nampak lebih tua dari Bunda itu rupanya adalah Ibu dari laki-laki yang tadi siang. Udah gue duga, sih, sebenarnya. Dan seorang pria tua yang duduk di sampingnya adalah suaminya. Brewok di wajahnya sudah sedikit beruban. Itu yang gue ingat. Gue yang asik menyantap makanan, sliwer mendengarkan obrolan mereka. Gue tahu gue masih kecil pada saat itu. Bunda selalu ingatin gue supaya nggak boleh menguping pembicaraan orang tua. Tapi situasi saat itu kan berbeda. Bunda nggak bisa mengusir gue dari acara makan malam bersama. Dan gue pun nggak mau tiba-tiba menyelesaikan makanan lalu kabur dari situ karena nggak boleh mendengarkan apa yang orang tua obrolkan. Mau nggak mau gue tetap memilih duduk. Sesekali gue ngerasa remaja laki-laki itu ngelihatin ke arah gue. Entah alasan apa yang membuat dia beberapa kali menyunggingkan senyuman kecil sama gue. Dan sekarang gue bertanya-tanya, sebenarnya yang gatel pertama kali itu dia atau gue?

Selama beberapa menit ke depan gue biarin aja deh orang-orang yang berada di meja makan ngobrol satu sama lain. Gue merasa kayak nggak dianggap gitu sama si Ayah dan Bunda. Padahal jelas-jelas gue duduk di antara mereka berdua. Dan tampaknya, keluarga tetangga sebelah juga sama sekali nggak tertarik sama sosok tubuh kecil gue di situ. Oke, gue pada waktu itu masih kelas 1 SD memang, tapi apakah nggak pantas gitu gue ditanya-tanya? Ya entah nanya nama kek, umur kek, sekolah di mana kek, suka pelajaran apa, udah bisa kali-kali atau belum, bisa berenang atau nggak, ya apa kek gitu. Kenyataannya memang nggak ada yang nanya sama gue. Ayah sama Bunda juga kelihatan semarak ngobrol sama orang di hadapan mereka, sampai nggak minat memperkenalkan anaknya.

Eak ... tapi dulu gue nggak mikir begitu, kok. Hanya baru kepikir sekarang aja.

Lantas karena gue nggak ada yang ngajak ngobrol, tiba-tiba laki-laki yang gue abaikan itu kayak paham sama situasi. Entah lah ya. Mungkin dia merasa kasihan sama gue. Iya, kasihan. Jadi dia nanya satu hal sama gue.

"Nama kamu siapa?"

Gue yang tengah menyuap makanan dengan sendok yang ukurannya agak kebesaran dengan mulut gue, mendongak. Gue ingat dia masih mengunyah makanan di dalam mulutnya waktu itu, sembari memberikan senyuman sama gue. Di dalam rumah gue, kulitnya nampak cerah diterpa cahaya lampu.

Mulut gue kan penuh sama makanan tuh. Yaudah, gue telan dulu tuh makanan baru gue bicara.

"Bintang," kata gue, jelas nggak jelas. Tapi ternyata dia mengangguk setelah itu, lalu tersenyum. Itu artinya dia dengar kan?

"Oh ya?"

Gue ngangguk juga. Lepas tu kayak ada alat otomatis di mulut gue untuk nanya kembali sama dia. "Nama abang siapa?" Dengan suara gue yang masih anak-anak.

"Awan," katanya. Dan gue nggak percaya dengan apa yang dibilangnya. Otak gue dulu mana bisa nerima dengar nama orang yang kayak nama-nama benda gitu. Gue tahunya awan itu ya ada di langit. Warna putih kayak kapas bantal gue. Masa dia namanya aneh begitu?

Pernah AdaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang