'Ayolah plis, ini bukan setan kan?' Aku sedikit melirik sesekali memejamkan mata ku.
"Gaby? Kamu ngapain sayang?" Aku menoleh, kemudian menghela nafas ku panjang.
"Gapapa umi, aku hanya suka sama surah yang selalu dibawakan Aini. Oiya mi, ngomong ngomong nama surah ini apa ya mi?" Umi hanya menggeleng dan tersenyum manis, kemudian mengusap kepala ku.
"Ini namanya surah Ar-Rahman. Kamu tau..." Umi memanjangkan kalimat nya sembari berjalan menuju sofa, aku mengangkat sebelah alis ku menyusul umi untuk duduk berdampingan dengan umi.
"Tau apa mi?" Umi menengok sembari menopang dagu dengan kedua tangan nya.
"Ar-Rahman itu pengantin nya Al-Quran, makna surah yang terkandung di dalamnya itu lebih so sweet dari kata kata gombal. Kalau kamu nikah, bisa nih di pake mahar."
"Nikah? Maa.. Mahar?" Aku menundukkan sedikit kepalaku. 'Aku non muslim, mi.'
Aku diam sejenak, menunduk tanpa menoleh ke arah umi. Sebenarnya ini sindiran atau ajakan sih?
"Yaudah, umi ke dapur dulu ya, mau masak buat makan malam. Kamu mau makan di sini cantik?" Umi bertanya padaku, aku hanya menoleh dan menggeleng pelan.
"Enggak, mi. Terimakasih." Umi hanya mengangguk dan berlalu pergi.
"Mahar saat nikah? Lebih so sweet dari gombalan-gombalan? pengantin nya Al-Quran? Apa yang sebenarnya terjadi pada ku?" Aku hanya menggerutuki diri ku sendiri.
"Apa yang akan orang lakukan kalau aku masuk islam?"
Aku masih menunduk, membungkukan badan sembari menopang tubuh ku dengan tangan yang saling bergenggaman.
"Aku orang pertama kali yang menangis bahagia sejadi jadi nya. Kau tahu Gaby? Jikalau aku masuk Syurga saat ini, kamu dan keluarga ku lah yang akan pertama kali aku ajak ikut masuk bersama ku."
"Kau yakin aku? Sedang dosa ku tidak sedikit, Aini."
"Kamu sahabat ku, Gaby. Kau fikir sekarang, tidak mungkin kan aku akan meninggalkan sahabat ku sendiri sedang aku berbahagia di dalam Syurga." Aini tersenyum manis. Bibir ku bergetar. Kurasa aku akan menurunkan meteor air dari mata ku. Ku tatap Aini sendu, tapi Aini menatap ku pasti.
"Ainiiiiii..." Aku menangis sejadi jadi nya, memeluk Aini erat. "I'm here, Gaby."
Jujur, tidak pernah kudapati diriku sebahagia ini, hati ku se tentram ini. 19 tahun terakhir, mungkin aku bahagia, tapi sangat beda saat aku kenal dan bersama dengan Aini.
Pertemanan kita memang sudah hampir 3 tahun. Tapi hanya ketika di dekat nya aku bahagia. Ketika kita jauh, entah lah. Aku kembali suram.
"Tunggu aku, doakan aku." Aku melepaskan pelukan. Memegang kedua bahu Aini dan menatap nya.
"Kita bahagia sama sama dunia dan akhirat ya, Gaby." Masih dengan posisi sama, aku mengatup rapat kedua bibir ku yang bergetar, mengangguk pasti.
"Bantu aku ya Aini. Ajari aku." Aku melepaskan tangan ku dari pundak Aini, Aini hanya memiringkan sedikit kepala nya dan mengangkat kedua alis nya.
"Kita belajar sama sama ya. Biar ilmu aku bisa banyak juga." Aini tersenyum, kemudian aku kembali menunduk."Kenapa, Gaby?" Aku masih menunduk kecil. Aini mengerutkan keningnya.
"Aku takut Aini. Aku takut," Aini menepuk pundak ku. Tapi aku masih enggan untuk mengangkat kepalaku.
"Kalau kamu takut. Kita ga akan pernah maju Gaby. Oh ya, kamu tau?" Aini bertanya, aku hanya berdeham dan Aini tertawa kecil."Sendal emas fir'aun sangat lah mahal bukan?" Aku mengangguk masih mendengar cerita Aini. "Tapi sungguh, sendal nya sangat terdengar hingga ke dalam neraka. Kehadiran dirinya sudah sangat pasti di neraka Gaby."
"Lalu? Selanjutnya Bilal bin Rabbah bukan yang ingin kau sampai kan?" Aku mengangkat sebelah Alis ku. Aini membulat kan bibir nya.
"MasyaAllah Aini. Kamu tau apa yang ingin aku sampai kan setelah ini?" Aku mengangguk tersenyum jahat.
"Sendal nya yang tidak seberapa sangat di nanti oleh Syurga. Kehadiran nya sangat di tunggu tunggu oleh bidadari bidadari syurga di sana."
Aku menoleh, Aini tak henti menatap ku.
"Kenapa?" Tanya ku dan tak henti masih menatap Aini. "Aku tidak menyangka. Niat mu sungguh mulia Gaby. Aku harap Allah benar benar menurunkan hidayah pada mu." Aku hanya mengangguk dan tersenyum.
"Satu lagi." Ucap Aini. Aku kembali menoleh.
"Aku bahagia punya sahabat kaya kamu."
"Aku juga." Aku bediri menghampiri Aini, memeluk nya erat. Menenggelamkan kepala ku diantara hijab nya ini.
"Hm, Aini. Udah Sore nih. Aku mau pulang."
"Astagfirullah, Gaby! Kan tadi kamu nganterin aku pulang naik Angkot. Mobil kamu mana? Sekarang kamu pulang pakai apa?" Aini tak henti menanyakan pertanyaan menggunung nya pada ku. Aku hanya memiringkan senyuman ku.
"Udah modern kali. Aku bisa pesen grab." Aku berjalan mendahului, Aini menyusul dari belakang.
"Kalau gitu, aku ikut nunggu in kamu ya." Aini berkata pelan saat berada tepat di samping ku. Aku mengangguk kemudian memesan grab untuk pulang.
"Kalau ada cerita baru yang kamu ketahui. Kita kembali bertukar cerita ya ni." Aku berkata pada Aini, tapi pandangan ku tetap lurus ke depan.
"Dan aku juga akan menunggu cerita dari mu, Gaby." Aini tertawa kecil. Aku menoleh dan ikut tertawa. "Hahaha..."
❣❣❣
Saat di rumah aku segera membuka MacBook ku untuk membaca Artikel tentang Islam. Dan seperti yang kalian tahu, aku memang belum pernah melihat sosok Rasullullah S.A.W seperti hal nya Aini dan lain nya. Tapi ntah kenapa, aku sangat merindukan beliau. Perjuangan nya yang tanpa henti sehingga membuat banyak umat Islam yang menangis ketika kehilangan nya.
Aku memantapkan hati ku sedikit demi sedikit untuk Islam. Ku tunggu waktu yang tepat.
Di luar mendung, aku melirik kemudian menggerakan tubuh ku untuk keluar. Aku memandang langit dengan kagum nya. Iya! Aku kagum! Sangat kagum dengan semua nya. Maha suci Allah dan Muhammad sebagai Rasul nya. Aku percaya itu.
Aku tersenyum memandang ini semua. Bintang yang mengelilingi bulan, tanpa jatuh sama sekali. Bagaimana mungkin Allah melakukan semua nya. Bulan terkadang berputar berganti dengan Matahari. Sisi bagian yang satu terang karena matahari, sisi satu lagi terang karena bulan saat malam. Seorang profesor pun tak akan bisa dengan cepat membuat ini semua.
Aku memutar tubuh ku. Kemudian melangkah kan diri ku dan menghempaskan tubuh mungil ku diatas kasur. Aku lelah. Sangat lelah.
Aahh, kenapa sama mata ku? Susah banget diajak berkompromi untuk tidur. Ayo lah, eyes! Aku capek, aku ngantuk, aku mau tidur.
"Malam. Sampaikan pada Rasulullah. Aku merindukan nya. Doakan aku menjadi pengikut baru nya." Aku tersenyum, kemudian memejam kan mata ku.
Malam ini tentram. Ku tarik selimut hingga leher ku. Masih dengan posisi tersenyum.

KAMU SEDANG MEMBACA
Bias Cinta Illahi
RomanceKetika cinta terhalang Agama? patut kah untuk di lanjutkan? atau hanya bisa melambaikan tangan? 'Aziz dan Gabriella yang akan menjawab kisah mereka berdua.