'Sembahlah Allah, kelak engkau akan termasuk orang yang beruntung.'
"Aaaahhhh...."
"Hahhh...hahh..hahhh."06.15
Aku terbangun cukup telat pagi ini. Apa yang telah terjadi? Apa yang aku mimpikan tadi pagi? Benarkah itu?Aku benar benar tidak habis fikir, seseorang mengajak ku untuk memeluk Islam. Tapi siapa orang di mimpi ku tersebut?
Seolah tidak peduli, aku menoleh terhadap jam di sebelahku, Astaga! Aku terlambat! Aku buru buru memasuki kamar mandi dan bergegas menuju sekolah.
"Sekolah? Aduh gimana si? Gue kan kerja bukan anak SMA lagi. Dan juga gue ga telat. Kan kerja mulai jam 8." Aku merutuki diri ku sendiri. Apa yang terjadi dengan aku. Ah dasar aneh.
Namun biarlah, aku akan memanjakan diri ku saat ini di kamar mandi. Sembari membiarkan diri ku tenang terlebih dahulu.
❣❣❣
"Sayang, itu Dean nungguin kamu dari tadi." Mami mengejut kan ku secara tiba tiba. "Nungguin dari tadi? Masa iya mam? Kenapa ga kasih tau aku dari tadi?"
Aku berdiri menghampiri mami, mami hanya memegang kedua pundak ku. "Ganti baju dulu, masa ketemu pacar kaya begini?"
"Heh, iya deh mam. Bilang Dean tunggu sebentar." Aku menghela nafas malas kemudian membalikkan badan menuju lemari.
"Yaudah, mami keluar dulu." Mami menutup pintu ku pelan, aku berdecak kesal.
Aku merapikan sedikit rambut ku. Menyemprot kan vitamin rambut agar terlihat lebih fresh. Ku tatap wajah ku di cermin rias ku ini. 'Cantik,' gumam ku pelan.
Aku berjalan menuruni anak tangga satu persatu. Tersenyum ketika mendapati Dean yang sedang berbincang asik dengan Mami ku.
"Hai Dean, maaf bikin kamu nunggu." Aku menghampiri Dean dan duduk di samping nya. Dean kemudian merangkul ku dan mencium puncak kepalaku, aku menghindar secara kasar.
"A.. Apaan si Dean, malu sama mami." Aku menggeser tubuh ku menghindari Dean, bisa ku lihat Dean mengerutkan keningnya. "Kamu kenapa sih?" Aku hanya menggeleng pelan.
"Jadi begini tante, tujuan Dean kesini Dean mau kasih tau kalau Dean ada perpindahan ke Jepang, tan." Ujar Dean, aku hanya mendengarkan nya pelan.
"Dan setelah kembali kesini, aku mau minta izin tante buat nikah in Gaby."
"Apa?!" Aku menoleh spontan. Benar benar terkejut mendengar pernyataan Dean, tadi.
"Kamu keberatan sayang? Aku serius sama hubungan kita?"
'Apa kamu juga bakal terima kalau aku mau masuk islam?' Aku masih memperhatikan Dean dengan seksama. Kemudian melepaskan nafas dengan panjang.
"Iya, aku tunggu kamu. Tapi itu terserah mami." Aku melemparkan pandangan ku ke arah Mami. Mami hanya mengangguk tanda setuju. Aku makin pusing dengan semua ini.
"Udah hampir jam delapan. Aku harus berangkat." Aku berdiri dengan menunduk. Ingin rasa nya aku bercerita dengan Aini sekarang.
Dean menarik tangan ku. Menahan ku agar tidak cepat cepat pergi, aku melihat tangan ku sendiri. "Kenapa?" Tanya ku dengan anggukan Dean. "Aku anter. Tante saya pamit."
"Iya hati hati." Kami berdua tersenyum membalas senyuman mami. Aku masih memperhatikan tangan ku yang tidak kunjung lepas oleh genggaman Dean.
Apa apaan ini? Kenapa makin lama Dean memperkencang genggaman nya. Aku meringis dan menepis tangan Dean kasar.
"Kamu apa apaan si? Tangan aku sakit." Aku mengelus tangan ku pelan, memperhatikan Dean dengan tatapan membunuhnya.
"Aku ga akan pernah lepasin kamu. Tunggu aku akan menjadi suami mu." Dean pergi setelah mengucapkan kata kata itu. Aku memperhatikan punggung nya yang menjauh.
Kenapa dengan Dean? Apa yang terjadi? Kenapa dia tiba tiba se posesif itu? Ya Tuhan aku takut.
Aku tidak terlalu memusingkan masalah itu, meskipun dalam hati ingin aku berteriak dan menangis sekencang mungkin.
Aku tidak ingin menikah dengan orang yang kasar. Lagipula kenapa secepat ini? Aku masih ingin bebas. Aku ingin Islam.
Sesampainya di tempat kerja, aku mengistirahat kan tubuh ku dan memandang lurus kedepan, masih memikirkan tentang tadi.
Aku tidak akan pernah mengurungkan niat ku untuk masuk islam. Sungguh, cepat atau lambat aku akan memberitahu ini semua.
Sejak kemarin, memang aku merasakan diri ku sangat di nanti dalam islam. Aku merasa tenang. Tapi tiba tiba aku memikirkan apakah keluarga ku benar akan menerima ku? Kakek ku adalah seorang pendeta, sedang tante ku adalah biarawati yang telah mengabdikan diri nya untuk Katolik. Aku benar benar tidak habis fikir. Bisa kah aku di Terima sebagai penganut agama Islam?
"Gaby. Are you okay?" Lamunan ku terbuyar saat Peter tiba tiba mengagetkan ku. Aku mengerjapkan mata berkali kali dan menghirup nafas.
"Yes, i'm okay, sorry sorry tadi gue kurang fokus aja. Hm-- jadi Apa yang perlu gue lakuin sekarang?" Aku masih mengatur ritme pernafasan ku. Tetapi mata ku menatap Peter kecil.
"Ga ada apa apa sih, lu istirahat dulu aja deh, Gab. Nanti kalau ada apa apa gue kabarin." Peter pergi meninggalkan ku. Aku kembali duduk dengan lemas.
"Bukankah harusnya gue senang ya? Lantas kenapa gue jadi kaya gini?" Aku kembali berfikir. Akh-- aku benar benar kacau sekarang. Ya Tuhan! Aku bingung.
"Peter..." Aku berteriak menghampiri Peter. Ia memukul lengan ku pelan. "Aduh, bisa ga si lu jangan teriak, kuping eyke nih sakit tau ga si ah." Dengan logat banci nya yang mulai keluar, aku tertawa kecil.
Aku menguraikan rambut ku ke belakang, kemudian mendekat untuk membisikkan sesuatu di telinga Peter.
"Gue keluar sebentar ya ter, Gue laper nih belum makan." Aku menaikkan bibir bawah ku. Menatap Peter teduh.
"Eh iya iya, lu gausah nangis begitu dong. Iya yaudah sana makan makan. Gapapa kok." Peter mendorong ku pelan, aku tersenyum menang.
"Makasih Peter sayaaanggg..." Aku berlari kecil dan mendengar teriakan Peter. "Dasar lesbi. Gue cewe woy..." Sungguh, aku ingin tertawa di buat nya. Dia cewe? Haha-- bisa kupastikan dia tidak memiliki dada yang berbentuk.
Di Cafe ini aku memikirkan sesuatu. Apa aku harus bercerita pada Aini? Tapi hari ini dia pasti sibuk kuliah, dan aku tidak bisa seenak nya untuk mengganggu Aini.
Aku masih di buat kesal dan Bingung dengan ini semua. Aku butuh jawaban atas ini semua. Belum lagi Mami dan Dady, benarkah mereka juga akan menerima dan masih menganggap ku sebagai Anak.
Lalu bagaimana reaksi masyarakat gereja saat mengetahui Keponakan dari pendeta terkenal Alvero, masuk islam? Ahhh.. Aku benar benar ingin mati sekarang. Eh tidak-tidak! Aku tidak ingin mati dalam keadaan belum menjadi Islam.
Aku menadahkan tangan ku kecil, dan menunduk. "Ya Allah, tolong bantu aku untuk menjawab ini semua. Bantu aku untuk menjadi hamba mu. Aku tidak kuat menjawab ini semua atas kendali diri ku sendiri. Aamiin--" Aku mengusap wajah ku dengan pelan. Kemudian tersenyum.
Ntahlah, aku merasa sedikit tenang. Sudah dapat di pastikan. Aku benar benar tidak akan mengurungkan niat ku untuk masuk islam. Bagaimana tidak? Hanya dengan berdo'a kecil seperti ini aku menjadi tenang seketika?
❣❣❣
KAMU SEDANG MEMBACA
Bias Cinta Illahi
RomanceKetika cinta terhalang Agama? patut kah untuk di lanjutkan? atau hanya bisa melambaikan tangan? 'Aziz dan Gabriella yang akan menjawab kisah mereka berdua.