bagian tiga

214 49 4
                                    

acara menata kamar yang sudah direncanakan jisung sejak dua hari yang lalu harus pupus karena hyunjin. sekarang ia harus meladeni tetangga sekaligus sahabatnya yang memaksa untuk menemani melihat bintang.

hyunjin bilang, teleskop ruang angkasa yang dibelinya di web online sudah datang. maka pria itu sekonyong-konyong membawa paket yang baru saja datang ㅡmasih lengkap dengan kayu pengamannya dan bubble wrapㅡ ke rumah jisung untuk dibongkar bersama.

"kamu tau cara pakainya?" tanya gadis han seraya memerangkap udara malam hari dengan sofa air.

"nggak tahu juga, tapi ada petunjuk penggunaannya," jawab hyunjin, masih membongkar paketnya. "punya gunting nggak?"

"bubble wrap bisa disobek pake tangan kok," jisung mengikat sofa air-nya dengan cepat lalu beralih ke arah paket hyunjin. sebelah tangannya menumpu di sana, lalu yang sebelahnya lagi menarik bubble wrap dengan kuat.

"jangan ah!" hyunjin menahan pergelangan tangan jisung. "bukanya pelan-pelan, penuh kasih sayang soalnya ini fragile seperti hatiku."

jisung bersumpah ia ingin muntah ketika mendengar kalimat terakhir hyunjin, ditambah pria itu memajang wajah manis di depannya. "gross."

gadis han masuk untuk mengambil gunting dan kembali secepatnya.

"guntingnya jangan dilempar dong, beb." gerutu hyunjin.

sebenarnya, sudah setahun lalu hyunjin memanggil teman sekelompoknya dengan sebutan itu. bagi jisung, itu menjijikkan (tapi dia menyukainya, dan pada saat bersamaan membenci fakta kalau mereka cuma sahabat). namun, ini hwang hyunjin. resiko menjadi temannya adalah menerima semua ucapan dan kelakuannya yang aneh dan mengherankan. jadi, apapun jisung terima asalkan tidak menyangkut kriminal saja. kalau tidak, bisa bisa kepala hyunjin sudah tidak pada tempatnya.

"apaan sih, geli tahu!"

hyunjin tidak membalas komentar jisung, dan diam diam jisung malah merasa bodoh sendiri karena sudah merespon omongan tidak berbobot hyunjin. lain kali kalau hyunjin seperti itu, biarkan saja, jisung. nanti ketahuan kalau kamu baper. sugesti jisung kepada dirinya sendiri.

jisung duduk di sofa air miliknya lalu memungut buku panduan yang tergeletak di lantai balkon. “tapi serius, deh, jin. kamu tuh mau ngapain sih beli ginian?”

“ya buat lihat bintang, lah, jisung..”

“terus? kalo udah liat bintang terus kamu ngapain? nulis artikel kalau bintang itu bersinar di malam hari?”

hyunjin nampak menghela nafas dan menghentikan pergerakannya sejenak. lalu melanjutkannya dengan ekspresi yang sulit jisung artikan.

jisung menangkap ekpresi itu sebagai ekspresi marah dan kesal hyunjin terhadapnya, walaupun ia tidak tahu apa yang membuat hyunjin marah.

“maaf,”

“ngapain minta maaf?”

jisung tersenyum kecut, ia kira hyunjin marah padanya. “nggak, aku kira kamu marah.”

kekehan lirih meluncur dari bibir tebal pemuda hwang. “ngapain marah,”

teropong hyunjin sudah berdiri tegak di sana, siap untuk digunakan oleh pemiliknya. hyunjin menarik pelan lengan kiri jisung untuk mendekat, “deketan sini deh."

lengan kanan hyunjin hampir tidak ada jaraknya dengan lengan kiri jisung. ini hal biasa untuk hyunjin ㅡtentu saja, dia kan orangnya suka nempel disana dan disiniㅡ namun untuk jisung yang notabenenya ada perasaan ㅡentah perasaan apa karena jisung sendiri tidak tahuㅡ terhadap hyunjin, tentu saja ini tidak bisa biasa saja. jantung jisung hampir saja melompat ke bawah balkon.

hyunjin menggerak gerakkan ponsel yang ia pasangkan di depan lensa teropong, mencari posisi yang tepat untuk melihat bintang.

"mana ih bintangnya? bohong ya kamu," celetuk jisung usil.

"ya makanya ini aku lagi cari sudut yang bener biar keliatan tauㅡ eh lihat, deh, jisung!" hyunjin tanpa sadar berseru lalu merangkul bahu sempit jisung. membuat jarak mereka semakin dekat dan jisung hampir pusing dibuatnya.

hyunjin, sahabatnya, tidak seharusnya ia memiliki perasaan seperti ini. namun untuk sekali saja, ia ingin mencoba untuk  menghilangkan kata ‘tidak’ dari kalimat di atas.

he breaks the wall i built beforeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang