sambungan...

11 1 0
                                    

***

"Hana, bangun nak. Sudah 04.35 subuh, ayo keburu waktu syuruk"

Aku membuka mataku, menatap jam wecker di meja samping kanan ranjang sambil mengingat kejadian semalam Oh, iya aku semalam nungguin balasan sms Nur sampai ketiduran ingatku.

"Hana, bangun nak"

"Iya, Bun. Hana sudah bangun kok". Jawab ku pada Bunda yang sedari tadi membangunkan ku dari seberang pintu.

"Bagus. Ayah, Bunda, Mbak Ririn sama Mas Adi nunggu dibawah buat solat berjamaah".

"Iya-iya, ini mau ambil wudhu" aku beranjak dari tempat tidur dan mengambil wudhu di wastafel kamar mandi. Lalu, turun untuk shalat berjama'ah.

Selesai berjama'ah aku, mbak Ririn, mas Adi mengaji sebentar. Sudah kewajiban dari kecil. Bunda sama Ayah lulusan pesantren, jadi jangan heran kalau kami dari kecil sudah di didik dengan ajaran agama yang tegas. Sehabis tadarussan aku membantu Bunda di dapur sedangkan mbak Ririn menyiapkan meja makan.

"Bun, hari ini Hana gak masuk sekolah yah?" izin ku. Aku melirik Bunda yang asik dengan wajan didepannya

"Kenapa memang? Lagi kurang sehat?" sontak aku kaget Masa sih aku harus berbohong pada Bunda pikirku tak tega.

"Nggak juga, tapi malas kalau ke sekolah tapi akhirnya gak belajar. Semua guru sibuk nge rekap nilai akhir semester, otomatis semua jam pelajaran kosong. Jadi, boleh yahh??"

"Yowess, lagian Bibi Icem gak bakal datang ia harus bawa anaknya ke puskes. Ibu kan harus ngajar di pesantren. Tapi, kamu harus minta izin terlebih dahulu sama wali kelas"

"Sipppp, nanti Hana telpon. Makasih Bun" spontan aku memeluk Bunda yang dibalas dengan pelukan hangat mbak ririn dari belakang.

"Mas Adi mau dong ikut dipeluk" aku melihat ke asal suara "Lagian siapa suruh masih sendiri, yang diurusin kerjaan mulu. Ingat umur mas" jawab ku tersenyum jail.

"Mas bukan ngurusin kerja mulu, kok. Hanya saja blm ada yang cocok" balas mas Adi membela diri.

"Apa yang diucapkan Hana betul mas. Gak baik loh nunda-nunda, lagian mas kan sudah mapan. Alasan belum ada yang cocok, itu gak masuk akal. Ririn saja kalau sudah ada yang mau nge-khitbah, Ririn sudah siap kok". Ucap mbak Ririn dan melirik ke arah Bunda yang sudah sibuk dengan masakannya, tanpa menghiraukan pembicaraan kita.

"Hooo, jadi ceritanya mau nge-dahuluin mas Adi yooo" ejekku. Sontak mas Adi mencubit pipi ku sama mbak Ririn "Iya-iya, insyaa Allah mas akan berusaha nyari" balasnya dan pergi menghampiri Ayah di meja makan. Aku sama mbak Ririn hanya cekikan melihat tingkah mas Adi.

"Jangan hanya ketawa disitu, nih bawa dimeja makan kasihan Ayah sudah nunggu" Ucap Bunda dan memberikan se piring besar nasi goreng dengan dilengkapi telur mata sapi untuk lima orang.

***

Mandi, sudah. Ganti baju, sudah. Apalagi yahh, baru juga jam setengah Sembilan. Oh iya, semalam kan aku sms Nur, dibalas gak yah pikirku dan mengambil handphone yang dari semalam butuh kehangatan tanganku. Ada satu pesan dari Nur yang belum dibuka dan satu panggilan tak terjawab Private number? Siapa yah? Dia nelpon sejam yang lalu, mungkin Nur pikirku lagi tak terlalu peduli.

"HAANAAAA, HAAANAAA!!!! BUKAA PAGAARR NYA DONGGG!!!!" sontak aku kaget melangkah malas keluar balkon melihat siapa yang teriak-teriak kayak orang gila tersebut, dan mendapati cewek-cewek berseragam putih abu-abu berdiri di depan pagar dengan lambaian seperti ingin meminta pertolongan orang agar bisa menyelamatkan mereka supaya terbebas dari terik nya matahari pagi yang menyengatkan wajah polos itu.

"NGAPAIN MASIH BENGONG!! BUKAIN PAGARNYA, BIARKAN KAMI MASUK" Teriak cewek berkerudung putih, panggil sajah dia Nur.

"IYAAA, PANAS NIHH" Tambah teman cewek yang rambutnya dikuncir satu, panggil saja Adel.

"TUNGGU AKU, AKU PASTI MENYELAMATKAN KALIAN KOK!!!" ucapku bak seorang pangeran dan berlari menghampiri mereka dengan rok eh, jubbah yang menyapu lantai.

"Sendirian saja?" Tanya Lia seketika melihat-lihat keadaan rumah yang sepi.

"Iya. Biasa bareng Bi Icem, tapi hari ini dia gak masuk" jelas ku. Mereka mengangguk mengerti "Kalian tunggu di kamar ku saja, Nur tolong tunjukin. Aku mau ngambil cemilan dulu"

"Oke, bos. Ayoo, dikamar Hana buaanyyaakk banget novel sama komik" ucap Nur mempromosikan dan membawa mereka ke kamarku. Nur sudah terbiasa datang kerumahku, bisa dibilang ini tempat persinggahan keduanya eh, maksudku rumah keduanya.

Aku membuka lemari pendingin dan mengambil empat kaleng minuman bersoda berukuran 300 ml serta tiga bungkus snack kentang berukuran jumbo.

"Mau aku bantuin bawah?" sontak aku kaget dan langsung melihat ke asal suara "Adellll, kamu ngagetin tauuu" ucapku sedikit jengkel, bisa kulihat Adel menahan tawanya

"Mau aku bantuin? Kelihatannya ribet" kata nya, melirik ke arah tangan ku

"Boleh, lagian aku juga bingung. Kalian mau minum apa? Takutnya aku bawa ini gak diminum"

"Hahaha, tetap diminum kok. Tapi, aku mau nambah air mineral satu boleh" Aku mengangguk dan menunjuk ke arah botol berukuran 1,5 liter di atas meja dapur "Bawa itu aja, siapa tau mereka juga pengen air mineral" Adel mengangguk seraya mengambil snack dari tanganku serta air mineral yang di meja dapur juga

"Hmmm, ngomong-ngomong aku mau minta maaf soal kemaren. Aku ngaku salah, pendapat mu ternyata betul" Aku menatap heran Adel yang berjalan di depan ku, seperti punya ikatan batin dia berhenti dan berbalik menghadap ku "Kemaren sore sehabis pulang sekolah aku langsung melanjutkan rapat remaja masjid, dia juga ikut. Sehabis rapat kita solat ashar bareng dan kamu tahu dia manggil aku untuk pergi makan bareng dia. Betapa senangnya aku itu, tapi kesenangan itu hanya sementara" Adel berhenti sejenak mengambil nafas dan melanjuti ceritanya "Dia mengantar ku pulang, disaat tiba di pintu pagar dan hendak masuk dia ngomong Aku belum mau pacaran sontak ku kaget dan berbalik melihatnya, dia sedang tersenyum Bukannya mau kege-erran, aku tahu kamu ada perasaan pada ku. Tapi, maaf aku tidak bisa menerima perasaan mu. Aku gak pacaran. Kalau memang jodoh insyaa Allah bisa dipertemukan. Aku menatapnya, kamu tahu perasaan ku saat itu seperti sudah di tolak mentah-mentah padahal belum mengungkapkan. Rasanya pengen nangis, tapi ku tahan. Dia menatap ku lagi dan bilang Jadi, kita berteman sajah. Insyaa Allah kita bisa menjadi teman di surga Nya terus pamit pulang. Aku mah bisa apa kalau dia sudah bilang begitu, ternyata dia sudah tau perasaan ku. Kayak orang bodoh saja aku ini" bisa kulihat mata nya mulai berkaca-kaca

"Aku juga minta maaf, Del. Aku juga salah kok" ucap ku dan menatap kasihan padanya

"Hahaha, tenang aku tidak apa-apa. Biar di tolak setidaknya aku masih bisa berteman. Lagian kan masih ada kesempatan kalau kita berjodoh" tambahnya dengan senyum penuh pengharapan.

"Dasar, kamu ini. Sudah-sudah, ntar kita dicariin" Adel tersenyum mengangguk.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 18, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

CCHCerita Curahan HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang